
Oleh: Ida Fitri (Tenaga Kependidikan)
Linimasanews.id—Empat remaja di bawah umur di Palembang, Sumatera Selatan, memperkosa dan membunuh seorang siswi SMP berinisial AA (13). Pelaku utama, IS (16) dikabarkan kecanduan film dewasa (tvonenews.com, 08/09/2024).
Sungguh miris. Kejahatan saat ini terjadi tidak hanya dilakukan orang dewasa, tetapi anak-anak pun melakukan kejahatan. Lebih mirisnya lagi, kejahatan yang mereka lakukan berlapis, yaitu memperkosa dan membunuh. Bagaimana bisa seorang anak yang harusnya memiliki sifat yang manis malah menjadi pelaku kejahatan berlapis?
Hal ini menunjukkan tidak bisa dimungkiri bahwa tontonan yang sering dikonsumsi anak akhirnya menjadi tuntunan. Ketika yang ditonton adalah hal yang terlarang, yaitu video pornografi, tentunya berpeluang mendorong anak untuk melakukan sebuah kejahatan. Mirisnya, generasi saat ini tidak bisa dijauhkan dari gadget yang selalu di tangan.
Potret generasi yang makin suram adalah realitas hari ini. Hal ini tampak dari perilaku pelaku yang kecanduan pornografi dan bangga dengan kejahatan yang dilakukannya. Generasi saat ini adalah generasi stroberi yang tidak bisa terkena benturan. Terbentur sedikit saja, sudah rapuh. Kegemarannya rebahan sambil berselancar di sosial media, ditambah lepasnya pengawasan orang tua menjadikan mereka tidak terkendali dalam berselancar di dunia maya.
Kondisi ini diperparah oleh negara yang gagal memberikan perlindungan. Saat ini anak-anak bisa saja dengan mudah mengakses hal-hal yang berbau pornografi, mulai dari bacaan, gambar, vidio, bahkan ada aplikasi yang melayani vidio call seperti prostitusi dalam ranah online.
Fenomena ini juga menggambarkan betapa anak-anak kehilangan masa kecil yang ramah, bahagia, bermain dan belajar dengan tenang sesuai dengan fitrah anak dalam kebaikan. Waktu anak yang harusnya bisa bersosialisasi dengan teman sebayanya, habis di depan layar gawainya. Anak-anak saat ini lebih tertarik dengan apa saja yang ada di gadgetnya daripada belajar.
Hal ini tentu juga berkaitan dengan media yang makin liberal. Sementara, tampak tidak ada keseriusan dari negara menutup konten-konten pornografi demi melindungi generasi. Padahal, dengan kekuasaannya, betapa mudahnya negara menutup konten-konten pornografi ini. Apakah mungkin hasil materi di balik itu terlalu menggiurkan hingga susah menutupnya?
Gagalnya sistem pendidikan juga tampak dari kasus ini. Hal ini disebabkan sistem pendidikan saat ini cenderung memberi kebebasan. Sekolah susah mengendalikan siswanya. Alhasil, sekolah justru hanya dijadikan ajang pacaran yang bisa berujung kepada kejahatan seksual (zina).
Padahal, Islam mewajibkan negara mencegah terjadinya kerusakan generasi. Hal ini bisa diwujudkan melalui penerapan Islam di seluruh aspek kehidupan sesuai aturan Allah. Sistem pendidikan Islam dibangun untuk mencetak generasi yang berkepribadian Islam sehingga memiliki ketundukan pada hukum syarak. Hal ini sebagai upaya preventif tentunya. Dalam Islam juga ada sistem hukum/sanksi yang sangat tegas yang akan membuat orang tidak berani melakukan kejahatan.
Fakta generasi emas Islam pernah ada di masa peradaban emas yang tegak sejak 1400 tahun yang lalu. Dalam Islam, masa anak-anak dan remaja dibangun untuk sibuk beramal shalih dan belajar. Dengan begitu, akan memberikan sumbangsih terbaiknya demi kemajuan peradaban.
Dengan Islam, terwujudnya generasi emas adalah hal yang niscaya. Maka saatnya sistem Islam yang diterapkan sehingga generasi muda kita terselamatkan. Tidak hanya di dunia, tetapi juga sampai akhirat tentunya.