
Oleh: Elfia Prihastuti, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan)
Linimasanews.id—Baru saja dilantik sejumlah anggota DPRD di berbagai daerah, langsung berbondong-bondong menggadaikan SK mereka ke bank. Fenomena ini terjadi di Pasuruan, Bangkalan, Kota Malang, Kota Serang, Kota Makassar, dan berbagai kota kabupaten lainnya. Alih-alih fokus mengabdi, para wakil rakyat ini justru sibuk mencari pinjaman untuk kepentingan pribadi. Nilai pinjamannya juga tidak main-main, berkisar 500 juta sampai 1 miliar rupiah.
Setidaknya ada sekitar 10 orang dari 50 orang anggota DPRD di Subang periode 2024-2029 yang menggadaikan Surat Keputusan (SK) Penetapan mereka ke bank. SK tersebut dijadikan sebagai agunan untuk mendapatkan pinjaman sebesar 500 juta sampai 1 miliar rupiah. Hal ini dibenarkan oleh Sekretaris Dewan Subang Tatang Supriatna kepada wartawan (republika.co.id, 6/9/2024).
Prof, Anang Sujoko, pengamat politik Universitas Brawijaya (UB) menilai, fenomena anggota dewan menggadaikan SK merupakan sesuatu yang memprihatinkan. Beban berat anggota DPRD yang terpilih muncul akibat mahalnya proses demokrasi (detikJatim, 7/9/2024).
Meski terungkap di berbagai daerah, namun Sosiolog UGM Widiyanta meyakini, praktik gadai SK juga dilakukan para anggota DPRD di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Sementara Wasekjen partai Nasdem, Deddy Ramanta mengatakan bahwa fenomena ini merupakan lagu lama yang sering dilakukan pasca pelantikan anggota DPRD. Ada dua faktor yang menjadi penyebab. Pertama, berkaitan dengan ongkos politik yang mahal dalam masa pileg. Hal inilah yang memaksa anggota dewan untuk menggadaikan SK. Tujuan gadai SK dimaksudkan untuk recovery ekonomi. Karena ongkos politik yang mereka keluarkan.
Kedua, sangat bergantung pada kebutuhan hidup anggota dewan lima tahun ke depan termasuk kebutuhan politik. Bagaimana pun mereka butuh instrumen-instrumen baru sebagai pejabat publik. Tak ketinggalan gaya hidup yang terus meningkat karena memiliki status sebagai pejabat publik.
Hal ini sebenarnya bukan fenomena baru. Pada pileg- pileg tahun sebelumnya juga terjadi hal yang sama. Para caleg tidak semuanya berasal dari darah biru dan ningrat politik. Banyak juga para caleg yang berasal dari kalangan masyarakat biasa. Jika ditelusuri tak jarang di antara mereka yang menjual aset-aset berharga yang mereka miliki, seperti tanah, rumah, kendaraan dan lainnya, untuk bisa melenggang dalam persaingan menjadi calon legislatif. Bahkan tidak jarang pula mereka rela berutang.
Sehingga fenomena gadai SK merupakan hal yang wajar di kalangan anggota dewan pasca dilantik. Hal ini dilakukan untuk memulihkan ekonomi mereka setelah habis-habisan menggelontorkan dana pribadinya demi kursi empuk dewan. Ditambah lagi, setelah menjadi anggota dewan, mereka harus membayar mahar politik terhadap partai yang mengusungnya.
Layakkah Memperjuangkan Demokrasi?
Demi kursi empuk dewan pada Pileg, para caleg harus merogoh kocek dalam-dalam. Hal yang perlu dikhawatirkan dari fenomena gadai SK ini adalah utang yang besar dapat mengalihkan fokus wakil rakyat dari tugas mereka. Lebih parah lagi, hal itu bisa memicu korupsi karena terdorong untuk mencari uang tambahan penghasilan dengan cara yang tidak semestinya.
Begitulah potret buruk sistem demokrasi yang bersanding sistem ekonomi kapitalis, yang bermuara pada pencapaian materi. Semua diukur dengan materi. Dalam segenap aspek kehidupan, uang dan kenyamanan menjadi prioritas utama untuk diraih. Hal yang memperparah kondisi ini menjadi kian buruk adalah tertancapnya pemahaman sekularisme dalam benak masyarakat.
Tertanggalnya agama sebagai pedoman kehidupan menjadikan masyarakat menghalalkan segala cara. Para Caleg membutuhkan suara rakyat yang akan menghantarkan mereka ke kursi empuk dewan. Sementara’ rakyat pemilih berharap imbalan atas pilihannya. Seolah menjadi simbiosis mutualisme, kedua belah pihak sama-sama merasa diuntungkan. Para Caleg tak tanggung-tanggung menggulirkan dana serangan fajar demi mendulang suara. Sementara pemilih memfokuskan pilihannya kepada serangan yang mampu memuaskannya
Padahal tidak serta merta apa yang diupayakan sesuai harapan. Bagi calon legislatif yang telah menghabiskan dana besar belum tentu menghantarkannya pada kursi dewan. Sementara bagi rakyat yang memilih, caleg yang dipilihnya tidak dapat dipastikan akan memperhatikan kepentingan mereka. Sungguh ironis. Materi telah membutakan mata hati dan pikiran keduanya.
Kekuasaan atau jabatan dalam sistem demokrasi dipandang sebagai jalan untuk meraup kekayaan sebanyak-banyaknya meski dilakukan dengan keculasan dan menutup mata hati. Tak heran integritas dan etos kerja dikenal buruk. Sebab mereka menjadi pejabat bukan karena kapabilitas yang mereka miliki, namun karena memiliki kapital.
Hal ini sudah menjadi tabiat politik demokrasi. Tanpa memiliki modal yang besar, seseorang tidak dapat melenggang untuk mencalonkan diri menjadi pejabat, termasuk menjadi wakil rakyat. Karakter demokrasi inilah yang menjadikan seseorang berupaya dengan berbagai cara untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan ketika mencalonkan diri jadi wakil rakyat.
Dalam kapitalisme, utang dianggap sebagai pemasukan, maka bagi negara yang menerapkan sistem ini akan memberikan jalan bagi orang yang akan berhutang. Dengan jalan menggadaikan barang berharga, seperti SK. Hal ini diperparah oleh negara yang secara resmi memberikan izin pada lembaga-lembaga pinjol untuk beroperasi. Ini membuktikan dalam sistem kapitalisme berutang merupakan solusi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, bahkan untuk memenuhi gaya hidup.
Tampilnya seorang pemimpin yang amanah, mustahil dijumpai dalam sistem demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme. Sebagai seorang muslim, jelas tidak ada kebaikan dalam sistem demokrasi. Layakkah mempertahankan dan memperjuangkannya?
Sistem Politik Islam
Sekularisme yang mengakibatkan terberangusnya agama dari kehidupan, telah menciptakan banyak kerusakan. Wakil rakyat yang telah berhasil duduk di kursi dewan hakekatnya menempatkan dirinya sebagai Tuhan. Membuat dan menetapkan aturan sesuai keinginan dan menguntungkan bagi diri mereka. Dari sistem ini, jelas tidak akan lahir seorang pemimpin yang amanah dan kompeten.
Seorang pemimpin adalah raa’in (pengurus) bagi urusan rakyat atau sebagai pelindung (junnah) akan lahir dalam penerapan sistem Khilafah. Pasalnya, penerapannya berasaskan pada akidah Islam. Oleh karena itu, aturan-aturan yang diterapkan berasal dari Allah Swt., Sang Pencipta dan Pengatur manusia. Sehingga aturan yang ditetapkan mampu menjadi solusi bagi problematika kehidupan manusia.
Sistem Khilafah merupakan sistem yang komprehensif yang mampu membentuk pemimpin yang amanah dan mempunyai visi keridaan dari Tuhannya. Dimulai dari sistem pendidikan yang membina pikiran dan jiwa setiap warga negara dalam bangunan ketaatan pada Sang Pencipta. Sistem politik yang berfungsi sebagai pemeliharaan berbagai urusan rakyat berdasarkan Syariat Islam , hingga suasana ruhiya Islam terbentuk di tengah masyarakat.
Dalam pandangan Islam, seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah, kelak di yaumil hisab. Rasulullah saw. bersabda, “Seorang imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Konsekuensi keimanan mengharuskan para pejabat untuk memahami konsep kepemimpinan. Sebab, diterapkan hukum Islam merupakan tujuan terbentuknya iman yang kuat pada setiap warga Daulah Khilafah. Hal ini akan didapati dalam sistem pendidikan Islam yang bertujuan membentuk setiap peserta didik agar memiliki kepribadian Islam.
Sistem politik dalam Islam juga tidak didasar pada besarnya modal yang dimiliki. Namun, didasarkan pada kapabilitas dalam pemeliharaan urusan rakyat. Islam memang tidak melarang seseorang menjadi kaya. Akan tetapi para pejabat adalah teladan bagi rakyat. Hidup sederhana adalah teladan terbaik bagi seorang pemimpin.
Seorang pemimpin seharusnya fokus terhadap amanah yang diembannya. Apalagi dalam sistem ekonomi Islam, negara menjamin kebutuhan dasar bagi rakyatnya. Negara memberikan gaji yang layak berikut tunjangan yang memadai. Sehingga para penjabat tak perlu mencari penghasilan tambahan di luar tugasnya. Dari sistem inilah lahir pejabat yang amanah dan layak menjadi teladan bagi umat. Wallahualam bisawab.