
Oleh: Hesti Nur Laili, S.Psi.
Ipteng—Setiap 12 Rabiul Awal tahun Hijriyah, umat Islam selalu memperingati kelahiran Nabi besar, Nabi penutup, pemberi kabar gembira, sekaligus penghulu surga, Muhammad shalallahu’alaihi wasallam. Seperti biasa, pada momen ini masyarakat merayakannya dengan penuh suka cita. Ramai yang mengadakan kajian seputar sejarah Rasulullah, meneladani hidup Rasulullah, dan menjadikan momen ini sebagai ajang mengingat kembali perjuangan Rasulullah dalam menyebarkan Islam hingga akhirnya tersebar ke seluruh dunia.
Hanya saja, sering kali Maulid Nabi ini hanya menjadi momen mengingati bahwa kaum muslim punya Nabi terakhir, yakni Rasulullah saw. Sering pula para da’i mengisi kajian seputar kehidupan Rasulullah hanya dari sisi Beliau sebagai hamba Allah yang taat beribadah hingga bengkak kedua kakinya. Juga hanya sebatas tentang muamalah (interaksi) Beliau dengan orang-orang di sekitarnya, serta akhlak mulianya yang kerap tidak membalas perilaku jahat orang lain kepadanya. Miris bila hanya kisah-kisah itu saja yang selalu disampaikan setiap perayaan Maulid Nabi saw.
Padahal, banyak sekali sisi kehidupan Rasulullah yang patut dan wajib untuk disampaikan. Ada banyak sisi perjuangan Rasulullah yang harus disebarkan, seperti kisah perjuangan Rasulullah untuk mendirikan daulah Islam yang mampu tegak hingga 14 abad lamanya dan menguasai hampir 2/3 bagian bumi.
Di samping itu, Al-Qur’an pun sudah menyampaikan, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. al-Azhab: 21)
Keteladan Rasulullah bukan hanya sebatas ibadahnya kepada Allah dan akhlak baiknya kepada sesama manusia. Akan tetapi juga cara Beliau menjadi seorang pemimpin negara, caranya mengatur strategi perang, dan cara Beliau mendakwahkan Islam sebagai ideologi hingga akhirnya mampu mendirikan daulah Islam.
Seringnya, topik sebatas ibadah mahdah dan akhlak Rasulullah semata tidak banyak membangkitkan umat untuk mencintai Beliau, bahkan cenderung membuat umat apalagi golongan muda menjadi malas dan bosan. Tidak sedikit yang menganggap cerita tentang Rasulullah hanya sekadar dongeng orang-orang terdahulu.
Padahal, Rasulullah saw. merupakan sosok pemimpin yang paling berpengaruh nomor 1 sepanjang sejarah kehidupan umat manusia hingga hari ini. Hal itu diakui oleh penulis Barat, Michael Hart dalam bukunya “The 100, a Ranking of The Most Influential Persons in History”.
Karena itu, seharusnya para da’i atau pengemban dakwah tidak lagi semata-mata mencekoki umat dengan kisah Rasulullah yang itu-itu saja. Sebab, faktanya masih banyak aspek yang patut diceritakan dari sisi kehidupan Rasulullah guna membangkitkan semangat (ghirah) Islam dan kecintaan kepada Rasulullah pada diri umat. Di antaranya, tentang perjuangan Beliau dan para sahabat pada masanya.
Seperti, tentang perjuangan Rasulullah mengubah masyarakat Makkah yang terkenal jahiliah dan kufur menjadi negara Islam yang makmur dan beriman kepada Allah Swt.. Ketika itu Rasulullah membina para sahabat dengan dasar akidah Islam yang kuat, kemudian mendidik mereka dengan pola pikir bahwa hanya Islam-lah satu-satunya solusi untuk mengatasi segala problematika kehidupan. Selain itu, perjuangan dakwah Rasulullah kepada para penguasa di dunia agar mencampakkan aturan jahiliah, lalu menerapkan aturan atau sistem Islam yang bersumber dari wahyu Allah Swt.
Tentunya perjuangan tersebut tidaklah sederhana dan singkat. Namun, timbal balik dari penyampaian tentang perjuangan Rasulullah itu akan jauh lebih membekas di hati dan pikiran umat, hingga mereka akan lebih mencintai agamanya, mencintai Rasulullah, lalu mengubah diri ke arah kebangkitan Islam.
Untuk itu, sudah selayaknya para pengemban dakwah itu sadar bahwa literasi tentang Rasulullah tidak boleh sebatas tentang pribadi Rasulullah sebagai seorang hamba yang bertakwa dan berbuat baik kepada sesamanya saja. Namun, perlu juga digali lagi dan dipelajari ulang tentang perjalanan hidup Rasulullah sesungguhnya hingga Beliau wafat. Mesti dipelajari keteladanan apa saja yang dicontohkan Rasulullah sehingga umat mampu meneladan Rasulullah secara kafah.
Oleh karenanya, bukan hanya para da’i atau pengemban dakwah saja yang harus mempelajari lagi tentang sirah Rasulullah secara kafah, tetapi juga umat harus mulai melek, mulai sadar dan mulai mencari tahu tentang Rasulullah yang sesungguhnya, berikut perjuangannya.
Dengan begitu,umat akan meneladani Rasulullah bukan hanya dari segi ibadahnya, akhlaknya, kesederhanaanya,atau sedekah saja, tetapi juga meneladaninya secara kafah (keseluruhan) apa pun yang disampaikan Rasulullah, baik ucapan, tindakan, maupun diamnya Rasulullah. Termasuk juga bahwa Rasulullah mampu mendirikan daulah Islam (negara Islam) yang kemudian dilanjutkan oleh para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan seterusnya dalam institusi khilafah.