
Oleh: Nur Afni, Ibu Peduli Negri
Linimasanews.id—TPPO (tindak pidana perdagangan orang) kini makin merajalela. Di Sukabumi, Jawa Barat, misalnya, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Sukabumi menyebutkan, ada 11 warga Kabupaten Sukabumi diduga menjadi korban TPPO. Mereka disekap di Myanmar. Awalnya mereka dijanjikan bekerja sebagai tenaga administrasi atau pelayan investasi berbentuk mata uang Kripto di Thailand dengan iming-iming gaji sebesar Rp35 juta/bulan. Tapi akhirnya menyeberang ke Myawaddy, Myanmar dan bekerja menjadi pelaku penipuan (scammer) daring (Tirto.id, 15/9/2024).
Sementara itu, dalam agenda memperingati Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia pada 30 Juli 2023 lalu, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengungkapkan realitas penegakan hukum TPPO tidak memberikan keadilan kepada korban. SBMI meluncurkan kertas laporan dengan tajuk “Menjadi Korban Berulang Kali, Mengungkap Realita Lemahnya Penegakan Hukum Kasus Perdagangan Orang di Indonesia”. Dari hasil kertas laporan, permasalahan TPPO tidak kunjung surut (sbmi.ir.id, 23/7/2023).
Tahun 2020 hingga Juni 2023, SBMI telah mendokumentasikan kasus TPPO sebanyak 1343 kasus. Sektor Pekerja Rumah Tangga (PRT) masih dengan korban TPPO terbanyak sebanyak 362 kasus. Sektor pekerjaan lainnya yang mengikuti yaitu dengan modus Online Scam sebanyak 279 kasus, sektor peternakan sebanyak 218 kasus, buruh pabrik sebanyak 193 kasus, Awak Kapal Perikanan (AKP) Migran sebanyak 153 kasus dan diikuti oleh sektor pekerjaan lainnya. Dari tiga tahun terakhir, SBMI melihat korban-korban TPPO tertinggi dialami oleh laki-laki dengan 882 korban dan perempuan sebanyak 461 korban.
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi pengadu kasus perdagangan orang terbanyak sepanjang tiga tahun terakhir dengan jumlah 461 kasus. Dengan diikuti oleh provinsi Jawa Barat dengan 273 kasus, Jawa Timur dengan 110 kasus, Jawa Tengah 90 kasus dan di 25 provinsi lainnya di Indonesia.
Berdasarkan tujuan negara dari kasus perdagangan orang Polandia menjadi tujuan tertinggi dalam tiga tahun terakhir sebanyak 364 korban. Selanjutnya diikuti oleh Arab Saudi dengan sebanyak 220 korban, diikuti oleh Kamboja sebanyak 212 korban, Malaysia dengan sebanyak 105 korban, Taiwan sebanyak 92 korban dan korban-korban lainnya yang ditempatkan di 38 negara lainnya.
Banyak faktor penyebab terjadinya TPPO (human trafficking) terus berulang. Di antaranya: kurangnya kesempatan kerja (sulitnya mencari pekerjaan) di negara sendiri; rendahnya edukasi (pendidikan yang dimiliki seseorang); maraknya sindikat dan dugaan keterlibatan aparat di dalam kasus ini; penegakan hukum lemah, tidak mampu menyelesaikan kasus ini hingga ke akarnya.
Sekalipun penyebab kejahatan TPPO telah diketahui, namun celah-celah kejahatan tersebut masih terbuka lebar. Sebab, negara dalam sistem kapitalisme sekulerisme hanya setengah hati dalam mengurus urusan rakyat.
Faktanya, saat ini ekonomi rakyat makin sulit, lapangan pekerjaan sempit, PHK di mana-mana, harga kebutuhan pokok terus meningkat, biaya pendidikan mahal, pungutan pajak makin memeras rakyat, dan masih banyak lagi. Sementara itu, negara justru mementingkan para kapital dan memberikan karpet merah bagi mereka untuk berinvestasi. Bahkan, negara membuat undang-undang yang makin mempermudah para kapital meliberalisasi (menguasai) sektor-sektor publik, baik pengelolaan sumber daya alam, pendidikan, kesehatan, dll.
Inilah bentuk kepengurusan rakyat dalam sistem kapitalisme. Sistem ini adalah sistem yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Rakyat dalam sistem ini adalah para kapital dan oligarki semata. Kondisi inilah yang mengakibatkan rakyat banyak makin terpuruk dalam kemiskinan dan kebodohan. Rakyat sulit mengakses kebutuhan karena telah dikomersialkan oleh pihak swasta.
Sulitnya mendapat pekerjaan yang layak terjadi karena lapangan pekerjaan telah diatur oleh swasta. Sumber daya alam yang seharusnya menjadi hak mutlak bagi rakyat, saat ini telah diprivatisasi (dikuasai) oleh asing dan aseng. Negara sendiri hanya sibuk mengurusi kepentingan pribadi dan keluarga saja.
Selain itu, rakyat menjadi sumber daya manusia rendah dikarenakan biaya pendidikan yang mahal. Kondisi ini makin membentuk rakyat memiliki pola pikir dan pola sikap pragmatis (berpikir praktis, sempit dan instan), sehingga rakyat mudah tergiur dengan tawaran pekerjaan dari luar.
Kasus TPPO hanya bisa diatasi secara tuntas dengan menegakkan kembali sistem Islam di muka bumi. Sebab, hanya negara yang mengemban sistem Islam-lah yang mampu menjamin keamanan dan kesejahteraan rakyatnya. Negara di dalam sistem Islam adalah ra’in atau pengurus urusan rakyat.
Mengingat akar permasalahan TPPO ini adalah rendahnya ketidaksejahteraan rakyat, maka permasalahan ini dapat diselesaikan dengan menerapkan strategi politik ekonomi Islam. Dalam sistem ekonomi Islam, tolok ukur kesejahteraan masyarakat dilihat per individu, bukan kolektif.
Dalam Islam, jaminan kebutuhan pokok, seperti sandang, pangan, dan papan dipenuhi oleh negara dengan menjamin setiap laki-laki memiliki pekerjaan dan gaji yang layak. Sementara itu, kebutuhan dasar publik seperti, pendidikan, kesehatan, dan keamanan dipenuhi langsung oleh negara. Tanggung jawab ini ditunaikan negara tanpa melihat status ekonomi sosial seseorang. Negara akan memberikan pendidikan yang terbaik bagi rakyatnya sehingga setiap individu memiliki taraf berpikir yang tinggi, serta pola sikap yang baik dan bertakwa.
Dalam sistem Islam, sumber daya alam yang melimpah ruah akan diolah oleh negara sebagai perwakilan rakyat dan hasilnya didistribusikan sepenuhnya bagi kemaslahatan hidup rakyat. Undang-undang yang digunakan dalam berkehidupan politik dan bernegara adalah undang-undang buatan Sang Khaliq (Sang Pencipta). Aturan (syariat) tersebut telah jelas tertulis di dalam Al-Qur’an, bukan undang-undang buatan manusia. Sebab, sejatinya manusia lemah dan terbatas, sehingga ketika manusia yang membuat aturan berkehidupan dan bernegara, kondisinya akan sangat memprihatikan seperti saat ini.
Solusi tuntas dari kasus TPPO ini dapat direalisasikan dalam Negara Khilafah yang menerapkan aturan Islam secara kafah (secara menyeluruh) di dalam segala aspek kehidupan, bukan hanya di dalam perkara ibadah semata. Penerapan sistem ekonomi Islam akan mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat, sehingga permasalahan TPPO akan terhenti karena kehidupan masyarakat sudah sejahtera. Selain itu, hanya hukum Islam-lah yang mampu memberikan sanksi yang tegas dari setiap tindak kejahatan. Sanksi tersebut berfungsi sebagai jawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa).
Sudah saatnya umat bangkit dan bersatu agar sistem Islam tegak kembali. Sebab, dengan tegaknya sistem Islam maka negara ini akan menjadi sebuah negeri yang rahmatan lil ‘alamin. Hidup umat akan terjaga dan sejahtera.