
Oleh: Fuji (Aktivis Dakwah)
Linimasanews.id—Ramai diperbincangkan di media sosial tentang retaknya rumah tangga Sherina Munaf dan Baskara. Isu keretakan pernikahan penyanyi dan aktor itu menjadi sorotan. Publik mengaitkannya dengan istilah lavender marriage yang sedang viral (Rakyatmerdeka, 20/9/2024).
Apa Itu Lavender Marriage?
Istilah lavender marriage pada dasarnya merujuk pada sebuah pernikahan yang dibangun bukan atas dasar ketertarikan antara lawan jenis atau rasa romantis, melainkan sebagai keputusan untuk menutupi orientasi seksual yang menyimpang di antara salah satu pihak atau kedua belah pihak yang terlibat. Cara ini mereka tempuh sebagai perlindungan diri dari diskriminasi masyarakat untuk menjaga reputasi sosial ataupun karir. Para pelaku menjadikan pernikahan sebagai topeng untuk menyembunyikan identitas mereka yang memiliki orientasi seksual menyimpang dari norma yang berlaku di tengah-tengah kehidupan sosial mereka.
Lavender marriage pertama kali muncul di kalangan selebritas Hollywood pada era 1920-an hingga 1950-an. Fenomena ini berdampak pada masyarakat luas, terutama pada masa-masa hukum tidak mengizinkan hubungan sesama jenis.
Lavender Marriage mengacu pada pernikahan heteroseksual-homoseksual atau homoseksual-homoseksual. Hubungan ini mengacu pada komunitas yang dikaitkan dengan LGBTQ+. Pernikahan ini biasanya bertujuan untuk melindungi seorang homoseksual dari konsekuensi sanksi sosial di tengah-tengah masyarakat.
Dalam Pandangan Islam
Dalam Islam tujuan hidup manusia mestinya bukan sekadar mengejar materi atau popularitas, melainkan yang utama adalah menggapai rida Allah Azza Wa Jalla. Karena itu, Islam memandang pernikahan sebagai sebuah ibadah.
Dalam Islam, menikah dan memiliki keturunan adalah sesuatu yang dianjurkan. Islam memandang komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) termasuk ke dalam penyimpangan seksual dan tidak ada tempat bagi para pelakunya. Karenanya, menikah hanya boleh dilakukan dengan lawan jenis yang memiliki hasrat seksual yang sesuai norma untuk mendapatkan ketenangan dan mendapatkan keturunan, bukan untuk menutupi orientasi seksual menyimpang sebagaimana yang terjadi dalam pernikahan lavender.
Sejatinya, kebebasan yang mengatasnamakan hak asasi manusia (HAM) yang merupakan produk dari sekulerisme telah menjadi salah satu dari jalan kerusakan generasi. Kebebasan berekpresi dan bertindak sesuai kehendak diri sendiri membuat komunitas LGBT mendapatkan panggung. Inilah akibat sistem kapitalisme, sistem yang melahirkan paham pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme). Sekularisme dan liberalisme telah menjadikan syahwat sebagai Tuhan, sehingga kebebasan berprilaku menjadi orientasi hidup.
Untuk menghapus komunitas yang melahirkan penyimpangan seksual pada generasi secara tuntas, penting peran negara. Negara merupakan motor dalam pelaksanaan syariat Islam, sehingga negara dapat memastikan hanya aturan Allah Azza Wa Jalla yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat.
Penerapan hukum Islam menyangkut komunitas LGBT sangat tegas. Bahkan, siapa saja yang kedapatan melakukan perbuatan-perbuatan umat Nabi Luth (homoseksual), maka hukum Allah yang berlaku adalah memerintahkan agar si pelaku di bunuh. Syariat Islam melarang keras aktivasi LGBT. Azab Allah sangat dahsyat bagi pelakunya, baik di dunia maupun akhirat.