
Oleh: Khodijah Ummu Hannan
Linimasanews.id—Dalam seminar Cegah Kawin Anak di Semarang, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum menegaskan pentingnya peningkatan mutu remaja dalam mencapai bonus demografi. Menurutnya, pendidikan dan kesehatan harus menjadi fokus utama untuk menciptakan generasi yang unggul. Woro juga menyatakan pentingnya mencegah pernikahan anak dengan memastikan bahwa usia pernikahan sesuai dengan standar yang wajar. Karena menurutnya, bonus demografi hanya dapat terwujud jika terdapat peluang kerja yang memadai bagi generasi muda (kemenag.co.id, 20/9/2024).
Ada Campur Tangan Barat
Meskipun angka pernikahan anak di Indonesia masih tinggi, jumlahnya mengalami penurunan. Tahun 2023 Indonesia menempati peringkat empat global dalam pernikahan anak. Jumlah kasusnya mencapai 25,53 juta, berdasarkan data United Nation Children’s Fund (UNICEF) (News.schoolmedia.id, 4/11/2023).
Menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 sebagai Perubahan Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pernikahan dini adalah pernikahan di bawah usia 19 tahun. Pernikahan dini ini dituding menghambat terwujudnya generasi berkualitas karena dapat menyebabkan berbagai masalah, seperti putus sekolah, perceraian, kematian ibu dan bayi, stunting, serta kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Ketua Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Cecep Khairul Anwar menyatakan bahwa Kementerian Agama telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi pernikahan dini. Di antaranya melalui pembinaan kepada siswa-siswi madrasah. Mereka dilatih untuk menyebarkan pesan tentang risiko pernikahan dini dan menjadi agen perubahan di kalangan teman sebaya mereka.
Namun, jika ditilik lebih dalam, program pencegahan pernikahan dini merupakan salah satu agenda Sustainable Development Goals (SDGs). Dalam Rencana Aksi Pembangunan Berkelanjutan 2030, SDGs 5 menyoroti Kesetaraan Gender, dengan target 5.3 bertujuan untuk menghapus semua praktik berbahaya, termasuk pernikahan anak dan pernikahan paksa. Dengan kata lain, pencegahan pernikahan usia dini adalah isu global yang melintasi batas negara, budaya, dan agama.
Karena itu, tuduhan negatif terhadap pernikahan dini harus didasarkan pada data yang objektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena jika tidak, akan menjadi tuduhan yang menyesatkan. Sebab, tingginya tingkat pernikahan dini yang terjadi saat ini sering disebabkan oleh perilaku bebas yang mengarah pada kehamilan yang tidak diinginkan, kemiskinan, serta rendahnya tingkat pendidikan. Semua ini dipicu oleh penerapan sistem kapitalisme sekuler. Dalam sistem ini, individu diberikan kebebasan tanpa batas. Remaja pun terpapar berbagai konten pornografi dan kebijakan yang mendukung seks bebas.
Daripada berfokus pada pencegahan pernikahan dini —yang dalam pandangan syariat sah pada usia tertentu,— sebaiknya pemerintah fokus merumuskan kebijakan untuk mencegah perilaku tidak terkendali di kalangan remaja. Pembinaan generasi yang unggul dapat mencegah mereka terjerumus dalam perilaku dosa. Langkah ini juga mempersiapkan mereka untuk melanjutkan perjuangan bangsa.
Paradigma Islam
Islam agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk pernikahan. Pernikahan adalah institusi yang sangat penting dalam masyarakat Islam. Pernikahan bukan sekadar hubungan antara dua individu, melainkan sebuah institusi sosial yang harus dilandasi dengan prinsip-prinsip syariat untuk menjaga stabilitas moral dan sosial umat Islam.
Dalam Islam, tujuan utama pernikahan adalah untuk menjaga kesucian manusia, melestarikan keturunan, serta membentuk keluarga yang islami yang dapat memberikan kontribusi pada pembentukan masyarakat Islam yang kuat. Pernikahan juga dipandang sebagai cara untuk mengekspresikan dan mengendalikan naluri seksual dalam batasan yang diizinkan oleh syariat.
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa di antara kamu yang telah memiliki ba’ah (kesanggupan), maka menikahlah. Sebab hal itu akan menjadikannya menundukkan pandangan dan menjaga kemaluannya. Dan barangsiapa tidak mampu, maka hendaknya dia berpuasa, karena hal itu akan menjadi tali kekang baginya.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Negara Islam akan memberikan perlindungan terhadap generasi supaya mereka tidak melakukan pergaulan bebas dan kejahatan lainnya. Di antaranya: Pertama, negara menerapkan sistem pergaulan Islam yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan.
Sheikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam karyanya Nizham al-Ijtima’ fi al-Islam menegaskan pentingnya pembatasan interaksi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Prinsip-prinsip tersebut meliputi: pemisahan laki-laki dan perempuan, larangan ikhtilat, larangan khalwat, perintah menutup aurat, dan aturan interaksi di ranah umum.
Dalam Islam, pemisahan dalam ruang publik diwajibkan, kecuali untuk kepentingan syar’i seperti di pasar, pengadilan, atau lembaga pendidikan. Campur aduk antara laki-laki dan perempuan tanpa alasan syar’i tidak dibenarkan, kecuali untuk tujuan pekerjaan atau pendidikan. Islam juga melarang khalwat (berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahram) untuk mencegah timbulnya fitnah.
Interaksi di ranah umum diizinkan selama untuk tujuan yang sah dan sesuai dengan etika syariat. Selain itu, perempuan diwajibkan memakai jilbab dan khimar untuk menjaga kehormatan saat berada di ruang publik (QS. An-Nur:31 dan al-Ahzab:59). Negara juga akan memberikan sanksi kepada pelaku pornografi dan zina (QS. An-Nur:2).
Kedua, negara menerapkan sistem ekonomi Islam. Dengannya, jaminan atas kebutuhan pokok setiap warga negara diberikan untuk memastikan kesejahteraan hidup mereka.
Ketiga, negara menerapkan sistem pendidikan berbasis Islam, dengan mengadopsi kurikulum Islam yang menciptakan generasi penerus yang berakhlak mulia sesuai ajaran agama. Dengan adanya kesalehan dalam diri, mereka akan terhindar dari pergaulan yang tidak terkendali dan sesat.
Alhasil, generasi yang berkualitas hanya dapat lahir dalam sistem Islam. Pencegahan pernikahan dini tanpa dibarengi dengan pencegahan pergaulan bebas bukanlah solusi, bahkan patut diwaspadai ada campur tangan Barat. Oleh karena itu, kita harus menerapkan Islam secara kafah.