
Oleh: Ummu Fatimah, S.Pd.
Linimasanews.id—Bank Dunia mengungkapkan bahwa harga beras di Indonesia 20% lebih mahal daripada harga beras di pasar global bahkan saat ini harga beras dalam negeri konsisten tertinggi di kawasan ASEAN (kompas.com, 23/9/2024). Jadi heran ya, negara agraris dengan tanah yang luas dan subur tetapi belum bisa mencukupi kebutuhan pokok rakyat dengan harga terjangkau. Jargon swasembada pangan dan lumbung padi kini sepertinya tinggallah mimpi.
Sebagai bahan makanan pokok meskipun harganya tinggi tentu masyarakat akan tetap berusaha memenuhinya meskipun harus mengeluarkan uang lebih. Tak elak akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan lainnya. Sehingga, beban masyarakat semakin bertambah berat.
Yang membuat heran lagi, naiknya harga beras nyatanya tidak berimbas pada naiknya pendapatan dan kesejahteraan petani. Berdasarkan Hasil Survei Pertanian Terpadu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pendapatan rata-rata petani di Indonesia terbilang kecil yaitu kurang dari 1 dollar AS atau sekitar Rp15.199 per hari. Artinya, pendapatan petani lokal hanya mencapai 341 dollar AS atau Rp5,2 juta per tahun. Di tengah kebutuhan yang makin banyak dan mahal, tentulah pendapatan sebesar itu belum cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari atau masih jauh dari harapan mensejahterakan.
Penyebab Tingginya Harga Beras
Faktor yang diduga menjadi penyebab naiknya harga beras adalah naiknya biaya produksi. Entah ini alasan sebenernya atau hanya sekedar untuk menutupi semua kelemahan atau hanya sekedar mencari kambing hitam. Tidak dipungkiri memang banyak petani yang mengeluhkan besarnya modal yang diperlukan dalam mengolah lahan. Harga bibit mahal, pupuk mahal bahkan tak jarang terjadi kelangkaan, biaya obat-obatan pertanian juga mahal dan biaya operasional juga cukup tinggi. Tentulah harga jual harus disesuaikan agar tidak terjadi kerugian.
Namun, fakta di lapangan tidak selalu demikian. Yang terjadi justru harga jual komoditi tidak sepadan dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Ketika panen harga komoditi tiba-tiba anjlok. Para tengkulak dan pemodal besar datang memainkan harga pasar. Sudahlah keluar biaya besar alih-alih kembali modal, petani justru terpaksa menjual dengan harga murah karena sudah habis biaya. Tidak ada untung justru malah buntung.
Pembatasan impor beras yang dilakukan oleh pemerintah juga menyebabkan ketersediaan beras jauh lebih sedikit. Sehingga harga beras di dalam negeri menjadi mahal bahkan lebih mahal dari beras impor. Situasi ini berpeluang untuk mendorong dibukanya keran impor beras yang makin besar dari sebelumnya dan jika hal tersebut terjadi sementara harga beras lokal dalam keadaan mahal tentu kebijakan pembukaan impor ini hanya akan semakin menguntungkan pemodal besar atau segelintir orang.
Penguasaan sektor pertanian oleh pemodal besar atau para oligarki inilah yang sekarang sangat mempengaruhi harga semua komoditas pangan termasuk beras. Membeli dari para petani dengan harga sangat murah dan menjualnya kembali kepada masyarakat dengan harga mahal. Ditambah dengan banyaknya ritel-ritel yang dikelola pengusaha menjadikan harga beras mudah dikendalikan dengan tujuan meraup keuntungan.
Semua kebijakan pertanian yang lebih condong kepada kepentingan para pemodal besar dan abai pada nasib petani adalah akibat dari penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini memposisikan negara sebagai regulator dan fasilitator saja bukan pengurus urusan rakyat.
Negeri agraris dengan lahan pertanian yang luas dan subur seharusnya mampu menjamin ketersediaan kebutuhan pokok beras tanpa bergantung pada impor. Karena kebijakan impor hanya akan merugikan petani. Tidak ada langkah strategis yang diambil untuk mengoptimalisasi produksi beras dalam negeri. Pertumbuhan produksi beras cukup lambat.
Bank Dunia mencatat produksi beras nasional tumbuh di bawah 1% setiap tahunnya. Padahal, pemerintah Indonesia konsisten mengusulkan pengeluaran untuk pertanian khususnya untuk pupuk subsidi. Namun, pengeluaran tersebut nyatanya tidak tercermin pada pertumbuhan produktivitas pertanian.
Kondisi ini menunjukkan bahwa persoalan utama mahalnya harga beras di negeri ini adalah pengelolaan pangan yang masih disandarkan pada sistem kapitalisme. Pihak swasta diberikan keleluasaan untuk menguasai sektor pertanian demi mendapatkan keuntungan. Berikut hilangnya fungsi negara sebagai pengayom rakyat yang seharusnya menjamin kesejahteraan rakyat dan petani.
Pengelolaan Pertanian dalam Islam
Hal ini berbeda dengan pengelolaan kebutuhan pokok berupa beras di bawah pengaturan Islam. Beras merupakan kebutuhan pokok atau komoditas strategis yang wajib dikelola oleh negara. Islam mewajibkan negara memenuhi semua kebutuhan pokok rakyat tanpa terkecuali. Oleh karena itu, negara akan melakukan pengelolaan pangan secara mandiri dan melakukan pengawasan agar harga pangan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Ketersediaan pangan erat kaitannya dengan kebijakan masalah pertanahan dan ketersediaan infrastruktur. Dalam sistem ekonomi Islam, lahan tidak boleh dibiarkan. Jika seseorang memiliki lahan yang tidak dikelola selama 3 tahun berturut-turut maka lahan tersebut bisa dimiliki oleh pihak lain yang mampu menggarapnya. Dengan demikian, akan terjadi ekstensifikasi atau pembukaan lahan pertanian baru yang memudahkan seseorang mendapatkan lahan dan lahan pertanian akaan semakin luas. Hal ini tentu akan meningkatkan produksi beras.
Adapun upaya lainnya adalah melalui intensifikasi. Negara memotivasi masyarakat untuk menciptakan dan memanfaatkan teknologi dari manapun yang mampu meningkatkan kualitas dan hasil produksi. Negara berusaha meningkatkan kemampuan petani agar makin ahli dalam bertani. Negara juga akan mengembangkan bibit unggul untuk para petani. Yang juga tak kalah penting adalah negara membangun infrastruktur yang mendukung pertanian, pembangunan waduk atau bendungan, saluran irigasi, pompa air dan lainya. Wajib pula bagi negara membangun sarana dan prasarana transportasi, membangun jalan, memperbaiki jalan, membangun pasar yang sehat dan layak dan sebagainya. Sarana dan prasarana yang memadai akan memudahkan petani melakukan proses produksi dan distribusi hasil pertaniannya kepada konsumen.
Negara tidak akan menyerahkan pengurusan pertanian ini kepada pihak swasta. Khalifah akan membuat kebijakan yang dapat menjamin terciptanya harga yang wajar berdasarkan mekanisme permintaan dan penawaran. Mencegah terjadinya berbagai penipuan yang sering terjadi dalam perdagangan, baik penipuan yang dilakukan oleh penjual maupun pembeli. Berbagai mekanisme tersebut akan menjamin harga bahan pokok termasuk beras terjangkau oleh masyarakat. Petani bisa menggarap lahan dengan mudah, biaya ringan, hasil melimpah, distribusi mudah dan tentu akan sejahtera.