
Oleh: Eki Efrilia
“Jika seseorang mengoreksimu dan kamu merasa tersinggung, maka kamu memiliki masalah ego.” (Ustad Nouman Ali Khan)
Linimasanews.id—Pendapat dari pendakwah terkenal dari Amerika Serikat ini sangat nyata kesamaannya apabila dihubungkan dengan kondisi perpolitikan di negeri ini. Seakan-akan mulut umat dibungkam karena tidak diperbolehkan berkomentar dan memberikan solusi bagi permasalahan berat negeri ini, meski solusi tersebut adalah solusi terbaik. Seperti yang terjadi pada Sabtu 29 September 2024, ada penyerangan dan perusakan oleh sekelompok orang pada acara diskusi Diaspora Forum Tanah Air di sebuah hotel kawasan Kemang, Jakarta Selatan.
Diskusi yang sedianya diisi oleh tokoh-tokoh yang memang mempunyai pendapat yang sering “berseberangan” dengan rezim yang berkuasa saat ini, dikacaukan oleh orang-orang yang identitas dan tujuannya belum jelas. Akhirnya, acara diskusi berhasil dihentikan oleh massa yang berjumlah sekitar 10 orang tersebut (CNNIndonesia.com, 29/9/2024).
Meski polisi sudah menangkap 5 orang dari seluruh para pelaku aksi dan menetapkan 2 tersangka dari kelima orang tersebut, tetapi tetap hal ini mengundang tanda tanya, apa motif mereka mengganggu agenda diskusi sampai bisa menghentikannya? Siapa dalangnya?
Agenda diskusi ini skalanya nasional dengan pembicara-pembicara yang merupakan tokoh-tokoh nasional di bidang politik dan ekonomi. Bagaimana bisa dengan mudah dihentikan oleh orang-orang ‘sekelas preman’? Tentu saja ini sangat mengherankan.
CNN Indonesia, Metrotvnews dan Tempo.co memberitakan tentang begitu banyak permintaan dari para tokoh agar aparat menyelidiki lebih dalam tentang hal ini. Tokoh-tokoh yang meminta aparat mengusut lebih dalam untuk kasus ini, antara lain Anwar Abbas (wakil ketua Majelis Ulama Indonesia), Anis Baswedan, Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro (Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia), Sugeng Teguh Santoso (Ketua Indonesia Police Watch), dan masih banyak lagi.
Negeri ini yang sudah sampai tahap ekstrem pada segala hal termasuk permasalahan kemiskinan, keamanan dan korupsi. Sangat wajar apabila banyak yang tidak puas atas kinerja pemangku kebijakan.
Fakta menunjukkan, Indonesia masih memiliki 25,22 juta penduduk yang masih di garis kemiskinan. Tercatat sampai pertengahan Juni 2024 ada 255.489 kasus kejahatan. Problem korupsi pun makin parah. Indonesia dapat dikatakan gagal memberantas korupsi karena masuk di peringkat 115 dari 180 negara untuk skor indeks persepsi korupsi.
Jadi, sangat wajar apabila negara mendapat kritikan pedas, dari politikus sampai rakyat biasa. Negara salah urus. Itulah yang tampak saat ini. Dilansir dari Kompas.com, warisan utang dari pemerintah menurut catatan Kementerian Keuangan per 31 Desember 2023 mencapai Rp8.144,6 triliun, utang pemerintah Indonesia terbesar sepanjang sejarah. Sungguh sangat mengerikan. Sudah pasti ini berarti rakyat akan hidup makin tercekik dengan tingginya harga kebutuhan hidup dan makin meningkatnya pajak.
Sayangnya, penguasa seakan antikritik. Bahkan, sering memakai aparaturnya untuk menggebuk orang atau lembaga yang berupaya mengingatkan. Apabila sudah merasa terdesak, seolah memakai tangan pihak lain dengan cara kekerasan demi membungkam lawan-lawan politik.
Itulah ciri khas negara oligarki di bawah sistem kapitalis liberal. Dalam oligarki, penguasa utama adalah elite pemilik modal besar. Mereka akan menggerakkan kaki tangan-kaki tangannya agar ia dan usahanya tetap eksis. Kaki tangan itu ada di pemegang kebijakan atau pembuat undang-undang, aparat keamanan, media, dan sebagainya. Mereka inilah yang akan digerakkan oleh pemilik modal, sesuai permintaannya. Mereka juga digerakkan untuk memukul mundur lawan-lawan politik yang merintangi laju usaha sang pemilik modal. Begitu seterusnya, siklus ini tidak akan pernah berhenti, kecuali ada perubahan sistem.
Kondisi sudah sangat genting, nasib rakyat dipertaruhkan, dan sudah di ujung tanduk. Sudah saatnya terjadi perubahan sistem. Sistem kapitalis yang tidak ada indahnya ini wajib digantikan dengan sistem yang akan melindungi rakyat secara menyeluruh. Sistem yang dimaksud adalah sistem Islam, sebuah sistem kehidupan yang bersumber dari Allah, Sang Maha Pencipta dan Sang Maha Pembuat Hukum. Allah Swt. memerintahkan manusia untuk mengikuti risalah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. Allah berfirman,
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Katakanlah (Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31)
Nabi Muhammad saw. menyelamatkan manusia dengan mendirikan daulah Islamiyah di Madinah. Meski Nabi wafat, daulah Islamiyah ini terus dilanjutkan oleh para sahabat. Khalifah pertama yang terpilih setelah Nabi wafat adalah Abu Bakar As-Siddiq. Setelah Khalifah Abu Bakar wafat, terpilihlah Khalifah Umar bin Khattab sebagai penggantinya, dan seterusnya. Kekhilafahan Islam mampu bertahan selama 13 abad, sampai diruntuhkan di Turki oleh Mustafa Kemal Laknatullah pada 3 Maret 1924.
Sepanjang sejarah Islam, para khalifah sangat menjunjung tinggi hukum Allah. Mereka takut akan azab Allah apabila memerintah tanpa memberi pengayoman kepada umat. Segala kritik dan saran dari rakyatnya, terutama para ulama sebagai warisatul anbiya (pewaris nabi), akan ia dengarkan. Khalifah akan menurunkan ego dan sikap individualis mereka apabila ada masukan dari rakyatnya. Mereka takut akan ancaman Allah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw, “Tidaklah seseorang diamanahi memimpin suatu kaum kemudian ia meninggal dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, maka diharamkan baginya surga.” (HR. Bukhari-Muslim)
Salah satu bukti khalifah menerima nasihat dari rakyatnya adalah kisah Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik yang menangis terisak-isak dengan tubuh gemetar karena mendengarkan nasihat dari Thawus bin Kaisan, seorang ulama yang sangat jujur dan pemberani di masanya. Thawus mengatakan, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya di dalam neraka jahanam ada sebuah sumur yang kalau dilemparkan sebuah batu dari tepi atasnya, batu tersebut akan melayang-layang sampai 70 tahun sebelum tiba di dasarnya. Tahukah Anda, bagi siapakah Allah menyediakan sumur jahanam itu wahai Amirul Mukminin? Sumur itu disediakan oleh-Nya untuk mereka yang menyekutukan Allah dalam kekuasaannya, lalu mereka berbuat aniaya.”
Thawus mengingatkan khalifah agar tidak bermaksiat dalam amanahnya sebagai raiin (seseorang yang ditugaskan Allah untuk melayani umat bagai seorang penggembala terhadap ternak-ternaknya). Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik mengulang-ulang ucapan terima kasihnya kepada Thawus bin Kaisan.
Thawus bin Kaisan juga pernah diminta Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk memberinya nasihat. Khalifah menulis surat kepada Thawus. Balasan surat dari Thawus adalah, “Jika Anda ingin agar amal Anda semuanya adalah kebaikan semata, maka pergunakanlah untuk kebaikan.” Setelah menerima balasan surat dari Thawus tersebut, kaalifah berkata, “Nasihat ini telah mencukupi. Nasihat ini telah mencukupi.”
Kisah-kisah di atas hanyalah sebagian kecil dari banyak kisah di masa Islam. Di sana tampak ada hubungan harmonis antara pemimpin dan rakyatnya, sampai-sampai pemimpinnya meminta nasihat kepada rakyatnya.
Inilah bukti Islam adalah agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamiin), yang seharusnya menjadi jalan hidup (way of life) bagi umat manusia. Karenanya, kembali kepada ajaran Islam dan menegakkan Islam sebagai satu-satunya sistem kehidupan adalah keharusan bagi seluruh kaum muslimin. Hendaknya umat sadar untuk terus mengkaji Islam, kemudian menerapkannya secara menyeluruh, tanpa tebang pilih.