
Oleh: Yulweri Vovi Safitria (Freelance Writer)
Linimasanews.id—Mungkin masih lekat di ingatan, khususnya bagi generasi milenial tentang potongan hadis, “Malu adalah sebagian dari iman.” Hadis tersebut sering diulang oleh guru, baik di sekolah umum maupun taman pendidikan Al-Qur’an (TPA/TPQ).
Dahulu, kaum laki-laki ataupun perempuan begitu menjaga dirinya dengan sifat malu. Meskipun masih ada yang bertingkah semaunya, tetapi kebanyakan masih menjaga perilaku mereka dengan dibentengi sifat malu. Bahkan, kalimat “Saat malu tak lagi dimiliki perempuan, maka hancurlah sebuah peradaban” menjadi dorongan untuk selalu menjaga rasa malu tetap ada pada diri.
Namun belakangan, sifat malu tersebut perlahan mulai terkikis dari diri manusia, khususnya perempuan. Berbagai perilaku tak senonoh dilakukan tanpa malu-malu, seperti yang baru-baru ini terjadi di Gorontalo. Mirisnya, aksi tersebut dilakukan bersama sang guru (tvonenews.com, 29-9-2024). Sungguh ironis. Seorang guru yang seharusnya mendidik dan mengajarkan siswinya agar memiliki akhlak yang baik, justru berperilaku sebaliknya.
Ini hanyalah satu dari sekian potret rusaknya generasi, khususnya kaum perempuan yang sejatinya memiliki sifat malu. Terlepas dari siapa pun yang memulai aksi tersebut, perilaku ini tetaplah merusak dan menjadi bom waktu untuk generasi ke depannya. Apalagi, pada video yang beredar, pelakunya adalah seorang muslimah. Ke manakah muruah seorang muslimah?
Konsep Hidup ala Barat
Sekularisme yang melahirkan liberalisme atau kebebasan makin hari kian terasa dampaknya bagi masyarakat. Gaya hidup bebas ala Barat terus diembuskan kepada negeri-negeri kaum muslimin. Ide ini terus menyasar generasi muslim, tidak terkecuali kaum perempuan.
Manusia yang dari lahir sudah memiliki naluri dan ketertarikan terhadap lawan jenis, makin tidak bisa mengendalikan diri karena hidupnya tidak lagi diatur oleh aturan Ilahi. Ya, ketika agama dijauhkan dari kehidupan, berbagai kerusakan kian terpampang nyata di depan mata. Demi menunjukkan eksistensi diri, tidak sedikit dari generasi muslim yang terjebak pergaulan bebas hingga perzinaan.
Sifat malu yang seharusnya melekat pada diri, terutama kaum perempuan, tidak lagi mereka miliki. Pendidikan di sekolah tidak ubahnya sebagai rutinitas harian dan jauh dari implementasi. Kurikulum pendidikan juga tidak mampu membentuk kepribadian kaum perempuan menjadi beradab dan berakhlak mulia. Alhasil, prestasi yang didapatkan, tidak serta merta mampu menjaga adab dan muruahnya sebagai perempuan terpelajar.
Berbagai tontonan yang mengumbar aurat juga ramai memenuhi lini media. Mulai dari perempuan yang berpakaian setengah jadi hingga setengah telanjang disuguhkan ke hadapan masyarakat. Mirisnya, sebagian pelakunya adalah umat Islam. Tentu bisa ditebak, hari ini, sesuatu yang menjadi tontonan seolah sebuah tuntunan, apalagi jika pelakunya adalah seseorang yang diidolakan.
Ketika benteng akidah dari keluarga minim, kurikulum pendidikan yang tidak berperan membentuk kepribadian dan akhlak, ditambah lagi dengan tontonan negatif yang makin masif, seseorang akan hilang kendali sehingga tidak lagi peduli dengan harga diri. Betapa banyak kasus serupa terjadi, tetapi hukum yang berlaku tidak mampu memutus rantai kasus seperti video viral tersebut. Alih-alih membuat jera, pelaku yang berstatus pelajar tetap dibolehkan sekolah dengan alasan masa depannya masih panjang.
Mulia dengan Islam
Islam adalah agama yang sempurna. Tidak ada sekecil pun persoalan, melainkan telah diatur oleh Islam. Begitu juga dengan urusan perempuan, pergaulan, serta interaksi di lingkungan keluarga, masyarakat, dan negara.
Aturan Islam juga menjaga kemuliaan umat, terlebih kaum perempuan. Oleh karena itu, Islam menetapkan batasan-batasan terhadap umatnya, seperti menutup aurat, menjaga pandangan, juga tidak khalwat (berdua-duaan). Khusus bagi perempuan, Islam memerintahkannya untuk tidak berbicara lemah lembut terhadap laki-laki yang bisa memicu syahwat. Perempuan juga dilarang tabaruj (menampakkan kecantikan kepada lelaki bukan mahram) dan berpakaian, tetapi hakikatnya telanjang.
Sistem pendidikan Islam yang diterapkan oleh negara akan membentuk generasi muda berkepribadian Islam. Khusus bagi perempuan, mereka senantiasa menjaga ‘iffah dan izzah sehingga terhindar dari perkara yang diharamkan Allah Subhanahu wa Taala.
Akidah Islam yang telah menancap kuat pada diri setiap individu akan menjadi benteng dari perbuatan maksiat. Mereka paham betul bahwa kemaksiatan sekecil apa pun akan mendapatkan ganjaran dosa. Begitu juga dengan para pendidik, mereka sadar dan memosisikan diri sebagai orang tua yang akan menunjuk ajarkan anak didiknya kepada kebaikan dan ketakwaan.
Abu Mas’ud dari Uqbah berkata bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sejujurnya di antara kalimat kenabian pertama yang sampai ke tengah-tengah manusia adalah ‘Jika kamu tidak malu, berbuatlah sekehendakmu’.” (Shahih)- Ash Shahihah (684), Al Irwa’ (2673): [Bukhari: 60-Kitab Al Anbiya’, 54-Bab Hadatsana Abul Yaman]
Sungguh, betapa meruginya jika kita berbuat sekehendak hati di dunia ini. Oleh karena itu, mengembalikan kemuliaan perempuan, khususnya remaja yang merupakan mata air peradaban sangat mendesak dilakukan. Keluarga, masyarakat, dunia pendidikan, dan sistem sanksi tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Seluruh elemen tersebut harus bersinergi sesuai instruksi pemimpin negara yang menerapkan aturan Islam secara kafah.