
Oleh: Saniati
Linimasanews.id—Jalan merupakan akses penting bagi masyarakat. Karena, jalan adalah sarana vital untuk menunjang kegiatan sehari-hari. Namun, salah satu problematika yang dihadapi masyarakat saat ini adalah infrastruktur jalan yang kurang memadai.
Seperti diberitakan RmolSumut (01/10/2024), masyarakat mengeluhkan kondisi jalan tanah dan berlumpur di Desa Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, wilayah Raya, Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara. Keluhan itu disampaikan melalui postingan video di media sosial Facebook tentang kondisi jalan yang hancur lebur. Hal itu dilakukan dengan harapan agar dilihat Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten Simalungun. Video yang dibagikan adalah momen saat melewati jalan berlumpur. Terlihat dalam video beberapa wanita tengah melewati jalan menanjak dengan berhati-hati karena takut terpeleset dan jatuh.
Banyaknya keadaan jalan yang rusak pada saat ini bukan hanya karena tanah yang tidak stabil akibat curah hujan atau muatan kendaraan-kendaran yang melebihi batas. Akan tetapi, akar permasalahannya adalah lambatnya upaya perbaikan dari pemerintah. Ini menunjukkan bahwa negara telah abai dalam penanganan mengenai infrastruktur. Terbukti, belum terpenuhinya fasilitas umum, seperti jalan yang aman dan nyaman.
Padahal, jalan adalah wasilah berlangsungnya segala aktivitas sosial masyarakat dari satu tempat ke tempat yang lain untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakat kapan pun dan di mana pun. Karena itu, persoalan jalan, baik jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, dan bahkan jalan-jalan terpencil, harusnya menjadi tanggung jawab negara, baik pengadaannya maupun pemeliharaannya. Dalam pengadaan, pemerintah tidak boleh sekadar asal membuat . Akan tetapi, pemerintah harus memastikan bahwa jalan yang dibangun aman dan tidak membahayakan pengguna. Demikian juga dengan pemeliharaannya. Jika ada jalan yang rusak, seharusnya segera diperbaiki.
Persoalan berulang terkait jalan rusak ini terjadi karena sistem yang diterapkan saat ini adalah sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini membuat penguasa hanya sebagai regulator dan fasilitator saja. Pemerintah hanya menggandeng pihak swasta ,baik lokal maupun asing untuk memenuhi infrastruktur jalan. Dengan dalih minimnya modal, semua berdasarkan kepentingan dan untung rugi. Tidak heran, ketika jalan rusak, pemerintah kerap tidak segera memperbaikinya. Akibatnya, kerugian dialami masyarakat. Salah satunya ,menghambat kegiatan masyarakat, bahkan dapat membahayakan keselamatan.
Pembangunan infrastruktur jalan dalam sistem kapitalisme ini tampak hanya memprioritaskan daerah atau kawasan yang menjadi sentral ekonomi, terutama yang di dalamnya ada hasil bumi, seperti tambang dan lainnya. Sementara, daerah-daerah yang kurang produktif harus lebih bersabar. Akhirnya, pemerataan pelayanan tidak tercapai.
Kondisi ini jauh berbeda dengan sistem Islam, sistem yang berjalan sesuai dengan syariat Allah. Islam menetapkan bahwa negara adalah pelayan dan pengurus umat yang harus senantiasa memberi pelayanan terbaik, termasuk dalam pengurusan infrastruktur jalan. Islam juga menjadikan seorang pemimpin mempunyai posisi ibarat penggembala yang selalu senantiasa menggembala gembalaannya dengan baik.
Rasulullah saw. bersabda, “Penguasa adalah ra’in (penggembala) dan dia akan diminta pertanggungjawabannya atas urusan rakyatnya. Islam wajib menjamin infrastruktur jalan yang aman dan memadai, tidak ada gharar, kesulitan bahkan penderitaan yang menimpa masyarakat.“
Pendanaan infrastruktur dalam Islam diambil dari kas negara, yaitu yang berasal dari harta kepemilikan negara dan kepemilikan umum, seperti dari hasil sumber daya alam. Dalam Islam, sumber daya alam dikelola negara dan hasilnya digunakan untuk memfasilitasi kehidupan rakyat. Maka negara wajib menjalankan syariat Islam secara benar. Keadaan infrastruktur jalan yang memadai dan merata hanya bisa kita rasakan manakala seluruh aturan Islam diterapkan dalam secara kafah. Ini hanya bisa kita jumpai di bawah kepemimpinan Islam.