
Oleh: Devy Wulansari, S.Pd.
(Aktivis Muslimah-Tinggal di Malang)
Linimasanews.id—Majelis Ulama Indonesia(MUI) mengungkapkan temuan mengejutkan terkait produk pangan dengan nama-nama kontroversial seperti tuyul, tuak, dan wine yang mendapat sertifikat halal dari Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama. Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, mengonfirmasi temuan ini pada selasa (1/10).
Menurut Asrorun, hasil investigasi MUI memvalidasi laporan masyarakat bahwa produk-produk tersebut memperoleh Sertifikat Halal dari BPJPH melalui jalur self declare. Proses ini dilakukan tanpa audit Lembaga Pemeriksa Halal dan tanpa penetapan kehalalan dari Komisi Fatwa MUI.
MUI tidak bertanggung jawab atas klaim kehalalan terhadap produk-produk tersebut. Asrorun menekankan bahwa nama-nama produk tersebut tidak sesuai dengan standar fatwa MUI. Temuan ini makin memprihatinkan karena bukti-bukti produk tersebut terpampang jelas di situs BPJPH dan diarsipkan oleh pelapor. Namun, belakangan nama-nama produk tersebut tidak lagi muncul diaplikasi BPJPH (Wartabanjar.com, 1/10/2024)
Ramai perbincangan soal sertifikasi halal pada produk-produk dengan nama produk yang menunjukkan sebutan sesuatu yang tidak halal. Mirisnya, hal tersebut dianggap aman karena zatnya halal. Inilah model sertifikasi halal dalam sistem kapitalisme. Nama tidak jadi soal asal zatnya halal. Padahal, hal itu berpotensi menimbulkan kerancuan yang dapat membahayakan karena persoalannya adalah halal haramnya suatu benda. Hal itu dalam Islam merupakan prinsip. Selain itu, sertifikasi pun jadi ladang bisnis. Apalagi ada aturan batas waktu sertifikasi.
Perspektif Islam
Allah Swt. mewajibkan umat Islam untuk mengonsumsi produk halal. Hal ini berdasarkan firman-Nya, “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat dibumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah: 168)
Setiap individu wajib memastikan produk yang ia konsumsi adalah halal. Namun, pada level masyarakat dan negara, tentu tidak cukup sekadar upaya individu untuk memastikan kehalalan produk. Oleh karenanya, butuh peran negara untuk memastikan bahwa setiap produk yang beredar di wilayah kaum muslim adalah halal.
Saat ini, salah satu mekanisme peran negara adalah dengan memberikan sertifikat halal kepada produk yang telah teruji halal. Dengan demikian, umat Islam bisa merasa tenang karena yakin akan kehalalan produk yang ia konsumsi. Islam memiliki aturan tentang benda/zat, ada yang halal ada yang haram.
Negara Islam wajib menjamin kehalalan benda yang dikonsumsi manusia, karena negara adalah pelindung agama rakyat. Sertifikasi halal adalah salah satu layanan yang diberikan oleh negara, dengan biaya murah bahkan gratis. Negara memastikan kehalalan dan kethayyiban setiap benda/makanan dan minuman yang akan dikonsumsi manusia.
Negara akan menugaskan para qadhi hisbah untuk rutin melakukan pengawasan setiap hari ke pasar-pasar, tempat pemotongan hewan, gudang pangan, ataupun pabrik. Para qadhi bertugas mengawasi produksi dan distribusi produk untuk memastikan kehalalan produk, juga tidak adanya kecurangan dan kamuflase. Wallahualam.