
Oleh: Sri Handayani (Aktivis Dakwah)
Linimasanews.id—Kasus perundungan (bullying) kembali menjadi sorotan publik ketika Mapolda Jawa Tengah mendapatkan laporan dari Kementerian Kesehatan atas dugaan jumlah korban mencapai 70 orang terkait kasus bullying di lingkungan program pendidikan dokter spesialis (PPDS) (Metrotvnews.com, 3/10/2024).
Sebelumnya diketahui, dr. ARL, mahasiswi PPDS anestesi sebuah universitas negeri di Semarang diduga bunuh diri. Ia diduga sempat mengalami perundungan sebelumnya. Selain perundungan verbal, pemalakan, juga dipaksa bekerja setiap hari dari pukul 03.00 WIB hingga 01.30 WIB. Beban kerja yang tinggi serta tekanan mental yang sering diterimanya membuat dokter tersebut tidak mampu lagi mengendalikan kesehatan raga dan mentalnya.
Meski sebelumnya universitas bersangkutan menolak tuduhan, tetapi akhirnya mengakui adanya praktik perundungan tersebut dan memohon maaf kepada khalayak atas kejadian yang menimpa fakultasnya. Dekan Fakultas Kedokteran sendiri, yaitu Dr. dr. YWP, M.Kes., Sp. B. Subsp.-onk(K), akhirnya dicopot dari jabatan DPJP Onkologi Rumah Sakit Kariadi Semarang dan kegiatan belajar di PPDS Anestesi FK universitas tersebut ditutup untuk sementara.
Seorang pegawai mengatakan bahwa di Rumah Sakit Kariadi sudah lama terjadi perundungan. Ada 540 aduan bullying dari bulan Desember 2022 sampai September 2024. Kasus bullying ini bahkan menjadi salah satu penyebab depresi 22,4% dari 12.000 mahasiswa PPDS yang mengalami gejala depresi.
Kasus ini membuka mata publik betapa kejam dan tidak sehatnya dunia pendidikan praktisi kesehatan di Indonesia selama ini. Bagaimana seorang dokter bisa menangani pasien dengan optimal dan memberikan advis-advis yang menenangkan pasien jika dia sendiri dalam keadaan kelelahan yang parah dan dalam gejala depresi?
Sistem yang tidak islami sebagaimana saat ini, selalu gagal dalam membentuk kepribadian mahasiswa agar memiliki keimanan yang kuat dan mental yang sehat serta visi hidup yang jelas. Hal itu karena sistem pendidikan sekuler pada dasarnya dibuat untuk menghasilkan orang-orang yang memiliki sifat tamak akan dunia. Dampaknya, muncul berbagai problematika dunia pendidikan maupun selain dunia pendidikan.
Pada akhirnya, masalah bullying memicu masalah lain, seperti ketamakan, bunuh diri, depresi, gangguan kecemasan, gangguan makan, menyakiti diri sendiri, penyalahgunaan narkoba dan alkohol, insomnia, dan kurangnya penderita dalam bersosialisasi. Hal itu makin buruk karena tujuan pendidikan berkutat pada target prestasi yang sifatnya materi.
Sistem Pendidikan Islam Menghilangkan Bullying
Di dalam Islam pendidikan merupakan upaya yang terstruktur serta sistematis untuk membentuk manusia yang sadar akan kedudukan sebagai hamba Allah, khalifah Allah di muka bumi.
Allah menciptakan manusia dengan anugerah sebagai makhluk mulia. Dari dasar kemuliaan manusia ini, Nabi saw. mencontohkan agar yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda.
Dengan asas akidah Islam, lahir sistem pendidikan yang membentuk manusia yang berkarakter, berkepribadian Islam, menguasai tsaqofah Islam, serta menguasai ilmu kehidupan (sains teknologi dan keahlian) yang memadai.
Untuk mewujudkannya, kepala negara dalam sistem Islam (khalifah) berlomba-lomba membangun sekolah tinggi Islam dan berusaha melengkapinya dengan sarana dan prasarana yang memadai. Pada setiap sekolah tinggi dilengkapi dengan iwan (auditorium, gedung pertemuan), asrama penampungan mahasiswa, perumahan dosen dan ulama. Sekolah tinggi tersebut juga dilengkapi dengan kamar mandi, dapur, dan ruang makan, bahkan juga taman rekreasi.
Demikian pula pada pendidikan tinggi atau sekolah tinggi kedokteran. Mahasiswa melakukan praktik di rumah sakit-rumah sakit yang terpadu dengan madrasah (kampus). Negara menggunakan biaya seluruh pendidikan, baik kedokteran maupun pendidikan bukan kedokteran dari harta-harta yang diambil dari pos kepemilikan umum, pos fai’ dan kharaj.
Jika harta dari fai’ dan kharaj serta pos kepemilikan umum tidak ada atau tidak cukup, barulah biaya untuk pos pendidikan beralih kepada seluruh kaum muslimin sebab Allah telah mewajibkan kaum muslimin untuk membiayai pengeluaran wajib, seperti pendidikan kesehatan dan keamanan saat negara tidak sanggup mencukupinya.
Dengan kurikulum dan pembiayaan yang jelas sumbernya dan mencukupi, mahasiswa akan tenang dalam menuntut ilmu, melayakkan dirinya menjadi praktisi kesehatan yang mumpuni dan bertanggung jawab, baik kepada Allah maupun sesama manusia. Dengan begitu, ia akan mendedikasikan ilmunya untuk kepentingan masyarakat dalam rangka meraih rida Allah. Terwujud pula insan yang produktif menemukan solusi atas kasus kesehatan, baik berupa teknologi ilmu pengetahuan maupun obat-obatan, sehingga berguna bagi kehidupan manusia.
Terbukti dalam sejarah, dengan dukungan besar dari negara khilafah, terlahir tokoh-tokoh yang tidak hanya ahli di satu bidang saja. Misalnya, Abbas Ibnu Firnas yang menguasai ilmu aerodinamika, penyair, sekaligus seorang ahli di bidang kedokteran. Ada Ibnu Sina seorang filsuf, dokter penemu alkohol, dan penemu cara penularan TBC. Masih banyak lagi tokoh lainnya.
Negara khilafah benar-benar hadir sebagai bagian dari tanggung jawabnya melakukan riayatusy syuun (memelihara urusan rakyat). Beberapa di antara pemimpin negara di masa Islam mewakafkan hartanya untuk kepentingan rumah sakit. Misalnya, Saifuddin Qalawun (673 H/1284 M) salah seorang wali di zaman Abbasiyah, mewakafkan harta bendanya untuk memenuhi biaya rumah sakit secara rutin per tahun, di rumah sakit al-Manshuri al-Kabir, Kairo.
Jadi, dalam keadaan syariat Islam ditegakkan, akan susah ditemui orang-orang yang kerdil hatinya yang tega menindas orang lain atas nama kekuasaan, kekayaan, dan kesenioran. Akan susah juga ditemui mahasiswa yang kelebihan beban kerja. Jika sistem Islam bisa diterapkan, tentu bullying bisa dihentikan.