
Oleh: Ummu Aisha
Linimasanews.id—Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) senantiasa aktif membantu penurunan angka stunting di Indonesia melalui program LPS Peduli Bakti bagi Negeri. Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, saat ini LPS bekerja sama dengan Yayasan CARE Indonesia memberikan bantuan guna meningkatkan kesehatan dan taraf hidup masyarakat di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung, selama kurang lebih 5 bulan (wartaekonomi.co.id 4/10/2024).
Rangkaian programnya antara lain memberikan beragam pelatihan kepada kader, pemberian makanan tambahan (PMT) kepada 182 anak dengan kategori stunting, wasting, underweight, dan 58 ibu hamil kondisi energi kronis. Implementasi penempatan penurunan stunting ini akan dilakukan dengan pendekatan holistik melalui intervensi spesifik dan sensitif untuk meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu dan anak melalui pengembangan kebutuhan gizi dan PMT.
Jika ditilik, sangat aneh jika masalah stunting yang sistemis malah ditangani lembaga LPS. Stunting ini masalah global, bukan hanya di Kabupaten Bandung. Ada 22% balita (sekitar 149 juta balita) di dunia mengalami stunting. Enam jutaan ada di Indonesia. Jadi, tidak logis jika negara tidak berperan utuh menyelesaikannya.
Lebih aneh lagi, masalah stunting belum juga selesai, tetapi pemerintah malah minta keterlibatan masyarakat untuk turun menyelesaikannya. Sebab, tata ekonomi yang rusak dan perilaku korupsi penguasalah yang sejatinya menyebabkan urusan gizi masyarakat ini tidak kunjung tuntas.
Apabila ingin generasi Indonesia, terutama di Kabupaten Bandung ini lebih baik, maka stunting harus diselesaikan dengan serius. Sebab, selain berpengaruh pada kondisi fisik, stunting juga akan berpengaruh pada intelektualitas anak. Dampaknya, generasi menjadi lemah dalam menguasai berbagai macam keahlian.
Kasus stunting akibat kurangnya gizi ini tentu sangat berkaitan erat dengan kemiskinan. Mirisnya, kemiskinan masih menjadi problem utama di Indonesia yang belum terselesaikan hingga saat ini. Terlebih, pasca pandemi dan naiknya berbagai harga sembako mengakibatkan masyarakat tak mampu memenuhi kebutuhan gizi secara lengkap. Karenanya, wajar jika angka stunting masih tergolong tinggi di negara yang menerapkan sistem kapitalisme ini.
Kapitalisme, sistem yang berorientasi pada materi ini telah menyebabkan banyak warga miskin. Karena itu, makin miris lagi jika penyelesaian masalah stunting dalam realitas negara kapitalis ini justru dikembalikan kepada masyarakat dengan menganjurkannya memenuhi kebutuhan gizi secara mandiri.
Lepas tangan negara dalam kapitalis ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Negara Islam (khilafah) akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dengan baik. Kepala negara (khalifah) akan menjalankan tugasnya dengan amanah karena menyadari kepemimpinannya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.
Dalam sistem Islam, untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan asasi manusia, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Selain itu, negara akan mendistribusikan hasil pengelolaan kekayaan alam secara merata ke seluruh pelosok negeri. Sehingga tidak akan terjadi kemiskinan atau ketimpangan sosial seperti saat ini.
Untuk mencegah terjadinya stunting, pusat pelayanan kesehatan akan memberikan konsultasi gizi dan penyuluhan gratis. Negara juga akan membangun pos-pos makanan untuk mengolah makanan menjadi makanan yang memiliki kandungan gizi, ataupun memberikan bantuan, seperti susu, telur, minyak, dan lain sebagainya.
Semua ini pastinya didukung oleh sistem ekonomi Islam yang mengatur kepemilikan negara dan kepemilikan umum berupa sumber daya alam yang wajib dikelola negara untuk menyokong kesejahteraan rakyat. Dengan pengelolaan itulah negara Islam akan sangat mampu memenuhi kebutuhan dasar rakyat dan memenuhi hak-hak rakyat sehingga mereka hidup dalam keadaan sejahtera dan bahagia.