
Oleh: Anizah
Linimasanews.id—Dunia kerja sedang tidak baik-baik saja. PHK (pemutusan hubungan kerja) secara besar-besaran terjadi. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenkeu), jumlah PHK sepanjang Januari hingga 26 September 2024 hampir mencapai 53.000 orang.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industri dan Jaminan Sosial Kemnaker Indah Anggoro Putri menyatakan, total PHK per 26 September adalah 52.993 orang, meningkat dibandingkan periode tahun lalu (detikcom, 26/9/2024). PHK tersebut paling banyak di Jawa Tengah yakni 14.767 orang, disusul Banten 9.114 orang, dan DKI Jakarta 7.469 orang. PHK didominasi sektor pengolahan, disusul aktivitas jasa lainnya, serta disektor pertanian, kehutanan, dan perikanan.
PHK massal tahun ini tentu akan berdampak buruk. Korban akan kehilangan sumber pemasukan. Ini bisa mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat dan menciptakan kerentanan sosial, juga berpotensi muncul kriminalitas akibat melebarnya kesenjangan ekonomi.
Meskipun karyawan diberi pesangon, mereka akan melalui masa tunggu sampai mendapat pekerjaan yang baru, sementara pengeluaran tetap berjalan setiap harinya. Keadaan ini diperparah dengan tingginya inflasi dan kenaikan harga kebutuhan ditambah lagi biaya pendidikan, kesehatan, dan pajak. Alhasil, uang pesangon pun tidak bisa diharapkan untuk menopang semua kebutuhan.
PHK besar-besaran ini bukan hanya berdampak pada para pekerja saja, tetapi juga pada perekonomian di sekitarnya. Misalnya, banyak usaha rumah kost yang bangkrut karena tidak ada lagi pekerja di sana. Begitu pula dengan para pedagang kecil karena pabriknya ditutup. Penghasilan mereka pun berkurang.
Kondisi ini tentu saja tidak bisa dibiarkan. Perlu upaya sungguh-sungguh untuk mengatasinya. Sayangnya, pemerintah malah memberikan solusi setengah-setengah. Alih- alih menyelesaikan masalah, malah menambah masalah baru. Misalnya, pemberian bansos. Sayangnya, bantuan yang diberikan hanya mampu menutupi sebagian kecil kebutuhan. Belum lagi, bantuan kerap salah sasaran.
Selain itu, modal usaha yang diberikan terutama kepada pelaku UMKM melalui perbankan, justru ribawi. Padahal, seharusnya negara mengajak masyarakat untuk taat kepada Allah, bukan sebaliknya, menjerumuskan rakyatnya kepada dosa.
Akibat Kapitalis
Maraknya PHK menunjukan bahwa pemerintah gagal menyejahterakan rakyat. Janji manis untuk membuka lapangan kerja secara luas ternyata hanya omong kosong. Ini akibat penerapan sistem kapitalis. Sistem ini berbasis sekuler, peran agama dihilangkan, dianggap tidak perlu menjadi petunjuk hidup.
Karena kapitalisme bersumber dari pemikiran manusia, maka standar baik atau buruk hanya mengikuti akal, begitu pun standar halal dan haram. Alhasil, beragam kebijakan justru membuat rakyat makin sulit mencari pekerjaan. Misalnya, kebijakan pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang banyak dikelola oleh asing. Perusahaan asing mempunyai kebebasan untuk menentukan siapa yang dipekerjakan, bahkan bisa mendatangkan pekerja dari negaranya.
Kapitalisme menghilangkan peran negara sebagai penanggung jawab kebutuhan rakyat. Rakyat dibiarkan mencari kerja sendiri. Negara hanya berperan sebagai fasilitator, semua diserahkan pada swasta atau perusahaan. Bahkan. Undang-undang pun lahir sesuai kepentingan pengusaha.
Negara yang semestinya pelindung rakyat, nyatanya tidak melakukan tugasnya dengan baik. Seharusnya, negara menyediakan lapangan kerja, bukan malah menyerahkannya pada pihak asing atau swasta.
Solusi Islam
Islam adalah solusi hakiki untuk menyelesaikan masalah. Dengan diterapkan syariat Islam secara kafah dalam bingkai khilafah, negara menjamin kesejahteraan rakyat, termasuk para pekerja. Hal ini karena negara bertugas sebagai pengurus (raa’in), dan penanggung jawab ( mas’ul). Karena itu, undang-undang disusun berbasis akidah Islam dan bersumber dari sumber hukum syariat Islam.
Khilafah akan menyediakan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis sehingga rakyat tidak terbebani biaya besar untuk tiga kebutuhan dasar tersebut. Hal ini niscaya terjadi karena dibiayai dari Baitulmal yang memiliki penghasilan yang besar, utamanya dari pengelolaan harta milik umum yang hasilnya dikembalikan lagi untuk memenuhi kebutuhan rakyat, seperti hasil dari pertambangan, laut, hutan dan lainnya. Dalam Islam, SDA yang melimpah tidak boleh dikuasai oleh swasta atau asing. Negara wajib mengelola sendiri sehingga bisa membuka banyak lapangan kerja bagi rakyat.
Negara juga akan memberikan pinjaman bantuan modal tanpa riba agar rakyat bisa membuat usaha, bahkan bisa mempekerjakan masyarakat lainnya. Dengan demikian, tenaga kerja otomatis bisa terserap.
Islam juga akan memberikan tanah (lahan pertanian) kepada masyarakat yang bisa mengelolanya. Negara akan memberikan tanah tersebut agar para petani bisa menggarap sawah dan keuntungannya adalah hak mereka. Itulah solusi Islam untuk mengentaskan berbagai problematika saat ini. Hanya Islam yang bisa menyejahterakan rakyat.