
Oleh: Rifdah Nisa
Linimasanews.id—Setelah kasus mega korupsi tata Niaga di PT Timah Tbk. (TINS) yang diungkap Kejaksaan Agung dengan nilai kerugian negara fantastis Rp217 triliun, kini muncul kasus baru. Kasus baru tersebut adalah pengembangan pajak yang membuat negara kehilangan potensi penerimaan hingga Rp300 triliun. Wakil ketua dewan pembinaan partai Gerindra Hasyim Djojohadikusumo menyebut presiden terpilih, Prabowo Subianto akan mengejar potensi penerimaan negara yang hilang itu. Prabowo kata dia sudah memegang daftar 300 pengusaha nakal ini. Berdasarkan informasi yang dihimpun, pengusaha itu diduga bergerak di sektor sawit (CNBC Indonesia, 12/10/2024).
Kebocoran anggaran negara akibat penyimpangan pajak dengan nilai melebihi 300 triliun. Nilai ini merupakan akumulasi pajak pengusaha yang tidak dibayarkan selama bertahun-tahun dan baru menjadi perhatian saat ini. Temuan ini menunjukkan bahwa negara tidak tegas terhadap pengusaha yang tidak taat pajak.
Pengusaha diistimewakan dengan berbagai program keringanan pajak seperti tax holiday, tax amnesty, dan lain-lain. Ketimpangan kebijakan negara atas pungutan pajak antara individu dan pengusaha nampak jelas. Di saat negara memberikan banyak program keringanan pajak pada pengusaha, saat bersamaan negara justru menjerat rakyat dengan berbagai macam pajak yang terus mengalami kenaikan. Sebagaimana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang menyebabkan semua komoditas barang mengalami kenaikan.
Dalam sistem ekonomi kapitalisme, pajak menjadi pendapatan utama negara. Jika banyak pengusaha yang lolos dari jeratan pajak, hal ini akan berimbas pada terhambatnya pembangunan dan penurunan kualitas layanan publik. Pajak dalam sistem ini diberlakukan pada setiap individu.
Kebutuhan primer individu yang berupa barang, jasa, dan tempat tinggal tidak terlepas dari pajak. Begitu juga kebutuhan sekunder dan tersier yang semua terkena pajak. Kondisi ini yang menghantarkan kesengsaraan rakyat akibat beban pajak.
Berbeda dalam pandangan Islam. Pajak (dhoribah) adalah pungutan yang ditujukan hanya bagi orang kaya. Pajak akan dipungut ketika kas negara kosong dan membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhan publik, baik pembangunan fisik maupun nonfisik yang sifatnya mendesak. Pajak dalam sistem Islam bersifat temporer (sementara). Ketika pembangunan telah terpenuhi, maka pajak tidak diberlakukan lagi.
Adapun sumber pemasukan dalam Islam di antaranya fai, ghonimah, anfal, kharaj, jizyah, dan pemasukan harta milik umum dengan berbagai macam bentuknya. Pemasukan dari hak milik negara seperti usyur, khusus, rikaz, tambang dan zakat. Hanya saja harta zakat diperuntukkan delapan kelompok (ahnaf) yang disebutkan dalam Al-Qur’an.
Sumber pendapatan negara yang cukup besar ini menghantarkan rakyat pada kesejahteraan hidup. Jaminan keadilan juga akan terpenuhi lewat zakat yang dikeluarkan oleh orang kaya atau pengusaha kepada delapan kelompok, bukan sebaliknya. Sebagaimana pungutan pajak yang berlaku bagi rakyat kecil. Sedang bagi pengusaha mendapatkan banyak keringanan pajak seperti yang terjadi di Republik ini. Wallahu a’lam bishowwab.