
Suara Pembaca
Presiden terpilih Prabowo Subianto memiliki program andalan makan siang gratis. Melalui program itu harapannya bisa mendorong kualitas gizi anak sekolah, memperbaiki kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) serta menggerakkan ekonomi nasional. Program makan siang gratis bukan hanya berdampak positif pada masyarakat namun juga perusahaan industri pendukungnya. Salah satunya adalah penggunaan barang dan jasa dari sektor pertanian dan perkebunan, consumer goods (untuk makanan olahan seperti bumbu dapur dan pendukungnya), sektor susu olahan, non-cyclical (beras), logistik (pengiriman bahan baku makanan).
Menurut hasil hitungan tim Prabowo, bisa menciptakan 1,8 juta lapangan pekerjaan. Ini berdasarkan adanya 377 ribu dapur yang digunakan untuk menyiapkan makan siang gratis di sekolah dan tiap dapur akan diisi oleh lima pekerja (14/10/2024). MBG seolah program untuk rakyat dengan adanya klaim perbaikan gizi anak sekolah dan pembentukan generasi yang sehat, tetapi sejatinya yang mendapatkan keuntungan adalah perusahaan besar sebagai pemasok bahan baku. Sedangkan upah tenaga kerja tentu saja hanya mengikuti keumuman ketentuan upah dalam kapitalisme, yaitu sesuai UMR atau perjanjian di awal. Walaupun perusahaan untung besar dari proyeknya, tidak akan berpengaruh pada gaji tenaga kerja.
Proyek berdana besar ini tentu juga berpotensi membuka celah korupsi, karena seperti kita tahu kebanyakan korupsi yang terjadi karena memanfaatkan program atau proyek dari pemerintah. Di mana dana yang diberikan negara dalam jumlah besar tetapi seringnya sampai kepada rakyatnya hanya tinggal sisanya saja. Para pejabat tergoda memanfaatkan dana besar tersebut untuk memperkaya diri atau karena tuntutan balik modal.
Setiap permasalahan didalam sistem kapitalisme hanyalah solusi parsial saja seperti program MBG ini ibarat tambal sulam kapitalisme dalam menyelesaikan problem generasi khususnya Kesehatan/kecukupan gizi. Yang akan diuntungkan tetaplah korporasi karena justru pemerintah langsung membuka kerjasama dengan para korporasi.
Seharusnya penyelesaian kesehatan dan gizi diselesaikan dari akarnya yaitu dengan penyelesaian kelola pangan dan distribusinya. Beda halnya di dalam Negara Islam. Tidak perlu program khusus di dalamnya karena kebijakan negara memang harus menjamin kesejahteraan rakyat tidak hanya anak sekolah saja. Hal ini karena negara bersifat rain (pengurus) dan junnah (pelindung).
Penerapan sistem ekonomi Islam akan menjamin terwujudnya kesejahteraan melalui tercapainya ketahanan pangan dan kedaulatan pangan juga distribusinya. Apalagi Negara memiliki sumber pemasukan berbagai macam, yang akan menjadikan negara mampu menjamin kesejahteraan rakyat. Pejabat dalam sistem Islam adalah pejabat yang amanah sebagai buah keimanan yang kuat. Hal itu akan mencegah adanya korupsi dan penyalahgunaan wewenang lainnya termasuk memperkaya pribadi.
Laila Quni Istaini