
Oleh: Ana shalihah
“Di balik nestapa jeritan diam para remaja akibat korban kecanggihan teknologi yang terlihat sangat sempurna, dengan sebutan kaum Gen Z yaitu generasi pertama yang tumbuh dengan smartphone dan media sosial, yang memiliki beberapa karakteristik dan ambisius.”
Linimasanews.id—Seperti disebutkan dalam kompas.com, seorang anak laki-laki yang lompat dari gedung parkir mall metropolitan Bekasi Selasa (22/10/2024), identitas remaja yang diduga bunuh diri tersebut hingga kini masih ditelusuri. Terlepas dari siapa sosoknya dan apa motifnya, insiden remaja bunuh diri ini memberikan gambaran adanya problem kerapuhan mental generasi muda.
Generasi muda saat ini tumbuh di tengah arus teknologi yang begitu deras dari ponsel pintar hingga media sosial yang telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Teknologi membawa banyak kemudahan, memperluas akses informasi dan membuka peluang baru dalam berbagai bidang. Namun, ada dampak penggunaan teknologi terhadap kesehatan mental generasi muda. Banyak penelitian menunjukan adanya hubungan antara pengguna teknologi berlebih dengan peningkatan stres, kecemasan, hingga depresi.
Media sosial sebagai salah satu produk teknologi digital yang menjadi arena bagi generasi muda untuk mengekpresikan diri, di balik itu ada dampak psikologis yang serius. Banyak remaja merasa tertekan karena perbandingan sosial media. Fenomena Fear Missing Out (FOMO) di mana seseorang merasa tertinggal dari aktivitas sosial orang lain yang dipamerkan di media sosial.
Di Indonesia, laporan dari Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa 6,1 persen penduduk berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi. Faktor-faktor yang meliputi paparan kesulitan, tekanan teman sebaya, eksplorasi identitas dan pengaruh media sosial. Kelompok berisiko tinggi mencakup remaja dari lingkungan rentan, penyandang disabilitas, remaja hamil, menikah dini, kekerasan seksual. Selain itu, perundungan, pola asuh kasar, masalah sosial ekonomi merupakan ganguan kesehatan mental secara signifikan.
Dalam Islam, pedoman yang dijadikan rujukan dalam berbuat tersebut adalah petunjuk-petunjuk dari Al Qur’an dan Sunnah Nabi Saw. Kita diperintahkan untuk menaati Allah dan Rasul-Nya, tidak boleh berpaling dari keduanya. Sistem demokrasi kapitalisme yang diterapkan di Indonesia sungguh sangat bertolak belakang dengan sistem Islam.
Dalam sistem Islam kaffah, kecanggihan teknologi yang lahir pertama pada generasi Z digunakan sebagai fasilitas untuk mempermudah jalan dakwah. Dengan Islam kaffah dan berpedoman pada pada sumber hukum Al-Qur’an dan Sunnah, maka penanganan kesehatan remaja membutuhkan pendekatan komprehensif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, pola arus positif, komunikasi terbuka, dan akses ke pelayanan kesehatan mental. Mereka dididik akhlak dan pergaulan menurut Islam, ditanamkan akidah yang kuat yang menjadi kunci dalam membentuk generasi yang tangguh.
Generasi dapat menemukan arah dan makna dalam menghadapi kompleksitas hidup modern. Keluarga juga harus menjadi benteng pertama dalam mendeteksi tanda-tanda gangguan mental pada anak. Dengan sistem Islam dan negara Khilafah, Gen Z dengan karakteristik dan ambisiusnya, akan sangat berperan dalam menerapkan Islam kaffah di negeri kita ini dengan kecanggihan teknologi dan kelihaiannya.
Menggunakan media sosial untuk urusan dakwah akan cepat tercapai. Gen Z sebagai generasi pertama yang lahir dengan smartphone dan media sosial, harus menjadi generasi yang mampu menguasai ilmu agama dan keterampilan teknologi. Sehingga, mampu membawa perubahan positip bagi bangsa. Baik dalam pendidikan, moral, maupun sosial . Peran remaja sangat dibutuhkan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang tak hanya cerdas secara teknologi tetapi juga luhur secara akhlak. Wallahu a’lam bish shawwab.