
Oleh: Yulweri Vovi Safitria (Freelance Writer)
Hei bangun orang waras, demokrasi sudah basi
Buah ini busuk tak ada nutrisi
Raganya hidup, namun sukmanya mati
Hukum memang buta, tapi kenal transaksi
Hutan adat itu rumah kami, dijual kini
Ratusan tahun kami sudah di sini,
Sekarang menjadi lahan sawit oligarki (Lirik: Methosa)
Linimasanews.id—Lirik lagu di atas yang belakangan ini viral seolah menggambarkan karut-marut negeri. Ini sekaligus menunjukkan bahwa sebagian masyarakat sudah melek terhadap kondisi kehidupan yang makin hari kian nyata kerusakannya. Sebagian masyarakat juga mulai tersadar akan keserakahan para pemimpin dan hal tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata, apalagi menyepelekannya (mediaIndonesia.com, 22-10-2024).
Tidak Terbantahkan
Jika mau jujur, fakta kerusakan yang terjadi tidak terbantahkan. Demokrasi yang dijunjung tinggi pasca runtuhnya pemerintahan Islam, nyata telah menimbulkan banyak kerusakan. Meskipun begitu, hanya sebagian orang yang berani menyatakan kerusakan sistem tersebut. Sebagiannya lagi, hanya memandang bahwa demokrasi mengalami kemunduran selama berada di tangan ‘anak kandung’ reformasi (bbc.com, 6-2-2024).
Oleh karena itu, tidak sedikit yang berharap bahwa demokrasi akan menjadi lebih baik jika di tangan yang tepat. Padahal, slogan demokrasi ‘dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’, nyatanya tidak sesuai dengan fakta. Suara rakyat dibutuhkan secara musiman. Ketika tidak lagi dibutuhkan, rakyat pun diabaikan dan tidak dipedulikan.
Berbagai kerusakan juga terjadi karena tangan-tangan jahil manusia yang serakah. Regulasi yang dibuat seolah makin melanggengkan investor dalam negeri maupun asing. Alhasil, kekayaan alam dan kesempatan yang seharusnya dinikmati secara merata oleh rakyat, tetapi hanya dinikmati segelintir orang.
Bukan hanya itu, demokrasi juga melanggengkan politik dinasti (kekuasaan politik yang dijalankan oleh satu keluarga) dan dinasti politik (kekuasaan hanya boleh dikuasai oleh satu keluarga). Ini sesuatu yang lazim terjadi karena biaya politik demokrasi mahal dan butuh biaya besar. Jadi, selama sistem demokrasi berkuasa, maka politik dinasti ataupun dinasti politik tidak bisa dihindarkan.
Demokrasi juga telah merusak kehidupan generasi muda. Betapa banyak kasus kriminal yang melibatkan generasi muda yang notabene adalah pewaris dan aset bangsa. Mereka dirusak dari berbagai sisi, mulai dari gaya hidup, pendidikan, akhlak, hingga pergaulan. Dengan dalih hak asasi manusia, segala perilaku negatif yang mengantarkan kepada jurang kehancuran diabaikan begitu saja.
Sudahi Demokrasi
Melihat fakta banyaknya kerusakan yang ditimbulkan oleh sistem politik demokrasi yang lahir dari kapitalisme sekuler, maka sudah sepatutnya sistem ini disudahi. Sudah saatnya umat menyadari bahwa sistem yang cacat dari lahir tidak bisa menjadi harapan untuk menciptakan kehidupan lebih baik.
Jika sebagian orang menganggap bahwa demokrasi mengalami kemunduran dan harus dibenahi, tetapi bagi seorang muslim, demokrasi harus disudahi. Sistem ini tidak layak untuk diperjuangkan, apalagi dipertahankan. Sebab, kerusakan tatanan kehidupan saat ini justru lahir dari sistem politik demokrasi. Demokrasi tidak ubahnya seperti kanker yang terus menggerogoti tubuh, tidak akan pernah bisa sembuh dengan cara apa pun.
Hal ini terbukti dari sejak awal kemerdekaan diproklamirkan hingga hari ini, demokrasi tidak mampu membawa kesejahteraan bagi rakyat. Sebaliknya, persoalan kehidupan kian rumit. Harga kebutuhan hidup makin melangit, angka pengangguran, kebodohan, kelaparan, stunting, bunuh diri, pelecehan seksual, dan beragam kriminalitas lainnya, terus naik.
Kembali ke Sistem Islam
Islam dengan seperangkat aturan yang mengatur kehidupan manusia adalah harapan untuk hidup lebih baik. Tidak hanya untuk kaum muslim, tetapi juga nonmuslim. Sebab, Islam datang dari Rabb semesta alam, Sang Pencipta manusia dan membawa rahmat untuk seluruh alam. Allah Subhanahu wa Taala juga telah memberikan teladan melalui risalah Rasul-Nya yang mulia.
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku, dan telah Aku ridai Islam sebagai agama bagimu ….” (QS Al-Maidah [5]: 3).
Oleh karena itu, umat harus menyadari hal tersebut. Umat harus bangun dan bangkit untuk kembali meneladani kepemimpinan Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, Khulafaur Rasyidin, dan para khalifah setelahnya. Masa kepemimpinan Islam yang berkuasa selama 13 abad lamanya dan menguasai 2/3 dunia, tidak hanya menorehkan tinta emas keberhasilan kepemimpinan Islam, tetapi menjadi bukti bahwa ketika Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, kesejahteraan bagi seluruh rakyat bisa diwujudkan.
Pemikiran yang cemerlang dan mendalam tentang Islam haruslah dimiliki oleh setiap individu sehingga tidak terus-menerus terjebak dalam tipu daya kapitalisme demokrasi yang menyesatkan. Oleh karena itu, dakwah harus terus dilakukan sampai Allah Subhanahu wa Taala memberikan kemenangan untuk umat Islam.
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan dan janganlah kamu turuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al Baqarah: 208).