
Oleh: Saniati
Linimasanews.id—Heboh, pegawai Kementeri Komunikasi dan Digital (Komdigi) diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dengan membuka blokir situs judi berjalan (judi online).
Dikutip dari RmolSumut (02/11/2024), Kabid Humas Polda Metro Jaya mengatakan, para pegawai tersebut sebenarnya memiliki kewenangan untuk melakukan, mengecek, web-web judi online dan diberi kewenangan penuh untuk memblokir. Namun, bukannya melaporkan kepada pimpinannya, justru pegawai tersebut melakukan pengondisian agar praktik judi online (judol) terus berjalan.
Kejahatan dari Zaman ke Zaman
Perjudian sudah dikenal masyarakat sejak peradaban kuno. Praktik perjudian ini masih eksis sampai sekarang, bahkan semakin berkembang seiring perkembangan teknologi. Di era digitalisasi, bermunculanlah bentuk judi online.
Di negara yang menerapkan sistem kapitalisme, judi dipandang sebagai ajang bisnis yang menggiurkan. Mirisnya, pemerintahan yang mestinya mempunyai wewenang untuk memblokir, malah ikut andil dalam perjudian online. Padahal, judi berdampak buruk pada generasi. Apalagi, di tengah sulitnya mendapatkan pekerjaan, judi dipandang sebagai jalan pintas untuk mendapatkan uang dan mengangkat seseorang dari keterpurukan. Banyak generasi rusak akibat game online yang berbau judi. Mereka menjadi susah mengatur emosi (tantrum), sulit fokus baik dalam belajar maupun dalam memahami sesuatu, penglihatan yang bermasalah, gampang lelah, dan sebagainya.
Sistem kapitalis sekuler ini juga gagal membina dan mendidik masyarakat agar menjauhi aktivitas yang dilarang agama, termasuk judi. Alhasil, hanya memikirkan keuntungan materi, tanpa peduli kehidupan sosial dan hubungan dengan orang lain, terlena dengan permainan hingga kecanduan.
Padahal, dalam surah al-Baqarah ayat 219 Allah tegas mengharamkan judi. “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah; ‘Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia tetapi dosanya lebih besar dari manfaatnya’.”
Inilah gambaran sistem kehidupan sekuler kapitalis hari ini yang justru membawa pada kerusakan masyarakat di semua lini kehidupan. Berbeda dengan sistem Islam, di dalam Islam semua aturan Allah harus diterapkan, baik di ranah individu, masyarakat, maupun negara. Dalam Islam, negara akan melakukan edukasi yang benar kepada masyarakat sehingga terbentuk kepribadian islami. Keimanan yang kokoh akan mencegah siapa pun dari memilih jalan yang haram, termasuk judi.
Islam memperbolehkan perkembangan teknologi, termasuk dalam hal game (permainan). Akan tetapi, kemubahan itu akan menjadi haram manakala mengantarkan pada keharaman/kemaksiatan (judi), atau permainan itu membuat hamba-hamba Allah menjadi terlena dan meninggalkan kewajiban yang lain, atau di dalamnya ada hal yang bisa mendorong aktivitas kriminalitas atau kejahatan.
Islam juga mempunyai hukum yang tegas, dengan sanksi yang menimbulkan efek jera, baik bagi individu, masyarakat, pihak swasta, sampai aparat negara, apabila melakukan pelanggaran. Dari sistem Islam inilah kita akan mempunyai harapan untuk tumbuh kembang generasi agar tidak mudah dibajak potensinya oleh perkembangan industri judi dan permainan yang membuat mereka kecanduan. Hal itu hanya dapat terwujud apabila sistem Islam diterapkan.