
Oleh: Riska Sapitri (Aktivis Dakwah)
Linimasanews.id—Indonesia darurat pelecehan seksual. Kata “darurat” disematkan karena tren pelecehan seksual terus meningkat. Setiap hari, mata dibuat terbelalak dengan suguhan berita tentang pelecehan seksual. Hati kian pilu karena kasus pelecehan seksual pun datang dari dunia pendidikan. Dunia pendidikan yang seharusnya tempat mendidik, membina, dan menjaga peserta didik, kini mulai dari sekolah dasar, menengah, perguruan tinggi, pesantren hingga yayasan yatim piatu dihantui pelecehan seksual.
Bulan September lalu, media sosial digegerkan dengan temuan video seks oknum guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo, dengan siswinya. Pelaku mengaku perilaku bejat itu dilakukan atas dasar suka sama suka. Belum juga sembuh luka hati publik, ada lagi oknum guru kesenian di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung yang melakukan pelecehan seksual terhadap siswinya.
Berulangnya kasus pelecehan seksual guru terhadap murid menunjukkan adanya penurunan kapasitas dan kualitas akademisi, khususnya di komunitas guru. Ini adalah salah satu buah dari penerapan sistem pendidikan sekuler. Sistem ini hanya melahirkan guru dan murid yang berorientasi pada tujuan dan target materi semata, minim nilai-nilai agama.
Penurunan kualitas dunia Pendidikan
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) melaporkan ada 101 korban kekerasan seksual di satuan pendidikan sepanjang tahun 2024. Sebesar 69% adalah anak laki-laki dan 31% anak perempuan. “Tercatat bahwa dari 8 kasus kekerasan seksual, 62,5% atau 5 kasus terjadi di Lembaga Pendidikan di bawah Kementerian Agama dan 3 kasus terjadi di satuan pendidikan berasrama. Sedangkan 37.5% kasus terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama,” tulis keterangan FSGI. Dari sisi pelaku, sebanyak delapan kasus tersebut terjadi akibat ulah guru dan siswa. Sebanyak 72% adalah guru laki-laki dan 28% murid laki-laki (detikEdu.com, 10/8/2024).
Data tersebut menunjukan penurunan kualitas pendidikan di Indonesia saat ini. Bagaimana tidak? Sekolah seharusnya tempat mencetak generasi mulia, cerdas dan beradab malah menjadi tempat tindakan asusila. Guru yang seharusnya menjadi teladan, pembina, pembimbing malah menjadi pelaku tindakan biadab dan menjijikan. Guru tidak lagi fokus dalam mencetak generasi emas dan gemilang, melainkan fokus pada pemenuhan hasrat birahi. Murid tidak lagi termotivasi untuk berprestasi, melainkan sibuk dengan dunianya sendiri hingga terbuai rayuan dan rela kehilangan harga diri.
Jika dianalisis, kasus pelecehan seksual ini terjadi akibat manusia memiliki kebebasan dalam menjalankan kehidupan. Prinsip kebebasan itu tegak atas sekularisme yang meminggirkan aturan Sang Pencipta. Dalam sistem sekuler, manusia meyakini bahwa aturan Ilahi tidak memiliki otoritas untuk mengatur kehidupan sosial dan negara. Seluruh aturan yang ada di masyarakat murni hasil kesepakatan yang didasarkan atas kecenderungan manusia dalam menentukan suka atau tidak suka terhadap sesuatu. Manusia tidak lagi memandang halal-haram.
Dalam sistem sekuler, manusia tidak mampu lagi membedakan akal sehat dan akal bejad, keinginan dan kebutuhan. Kasus-kasus pelecehan seksual yang disebutkan di atas menunjukan bahwa manusia (guru) sudah tidak mampu berpikir jernih. Ketika syahwat memuncak, seolah butuh pemenuhan segera hingga langsung melakukan tindakan asusila kepada orang yang mereka targetkan, bahkan kepada siapa saja yang saat itu ada dalam jangkauannya.
Syahwat adalah fitrah manusia yang datang karena faktor eksternal. Syahwat tidak datang begitu saja tanpa adanya faktor pemicu. Salah satu faktor pemicunya adalah video porno dan budaya “terbuka” masyarakat. Pada sistem sekuler ini, video porno bukan lagi barang haram yang disembunyikan, melainkan sudah menjadi konsumsi publik yang mudah diakses kapan saja dan di mana saja. Aurat tidak lagi menjadi simbol harga diri seseorang, melainkan bisa dibuka dan ditutup semaunya.
Sistem sekuler ini berbeda dengan sistem Islam. Islam memandang bahwa naluri seksual adalah salah satu potensi yang secara alami ada pada manusia secara. Fitrah ini membutuhkan pengaturan dalam penyalurannya. Islam juga menegaskan bahwa satu-satunya aturan yang dihalalkan Allah dalam mengimplementasikan naluri nau’ (naluri melestarikan keturunan) adalah pernikahan, bukan yang lain. Setelah menikah, pemenuhan syahwat menjadi bernilai pahala, bukan dosa besar.
Dalam kehidupan sosial, Islam pun membuat aturan preventif, antara lain pengaturan interaksi antara laki-laki dan perempuan. Islam melarang pacaran, khalwat (berdua-duaan), dan ikhtilat (campur baur). Islam memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menutup aurat, dan menundukkan pandangan.
Tidak haya interaksi berbeda jenis, sesama jenis kelamin pun Islam sangat menjaga. Islam melarang untuk tidur di ranjang/kasur yang sama, mengenakan selimut yang sama, hingga mengatur batasan aurat antara sesama jenis.
Di sisi lain, negara berkewajiban melindungi rakyat dari berbagai informasi maupun konten yang menstimulasi syahwat di tengah masyarakat. Negara wajib mengontrol sirkulasi informasi di media dan membersihkannya dari informasi sampah yang menyesatkan pikiran dan perasaan masyarakat.
Di samping aktivitas preventif ini, negara akan menerapkan sejumlah hukum yang mengatur sanksi yang diberikan negara atas pelaku zina atas dasar suka sama suka atau pemerkosaan. Bagi pelaku muhsan (sudah pernah menikah) hukumannya adalah rajam (badan dikubur setengah badan, kemudian dilempar batu hingga meninggal). Bagi pelaku ghairu muhshan adalah hukuman cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun. Hal ini pun berlaku bagi pelaku pemerkosaan.
Sanksi tegas ini akan menimbulkan efek jera bagi pelaku, sekaligus merupakan upaya negara untuk menutup celah munculnya kasus serupa. Berulangnya kasus kejahatan seksual selama ini sesungguhnya disebabkan karena sanksi yang tidak menimbulkan efek jera, baik bagi pelaku maupun masyarakat secara luas. Walhasil, aturan Islam inilah yang akan mampu menuntaskan segala bentuk kejahatan seksual yang terjadi secara global hari ini. Aturan Islam ini akan mudah diterapkan jika suatu negara menerapkan sistem Islam dalam segala aspek kehidupan.