
Oleh: Novitasari (Muslimah Brebes)
Linimasanews.id—Peristiwa keracunan makanan luar biasa (KLB KP) terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Di antaranya, Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangsel, Bandung Barat, Pamekasan, dan Riau. Penyebabnya, makanan makanan impor dari Cina.
Direktur Jenderal Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikral mengatakan, pihaknya segera bekerja sama dengan pejabat setempat untuk melakukan uji sampel makanan di laboratorium. Hasilnya, ditemukan bukti adanya kontaminasi bakteri Bacillus cereus pada makanan Latiao tersebut. Demi melindungi kesehatan masyarakat, BPOM untuk sementara waktu melarang peredaran seluruh produk Latio dan akan menarik sementara 73 produk terdaftar hingga dipastikan aman untuk diedarkan (CNNIndonesia.com, 4/11/2024).
Insiden ini mengingatkan kita pada kejadian serupa pada 2022 tentang dugaan kuat terjadinya gagal ginjal akut diakibatkan sirup yang mengandung bahan kimia etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi batas aman. Meski kejadian tersebut berakhir dengan diumumkannya empat perusahaan farmasi sebagai tersangka, namun kejadian ini kemungkinan besar akan menjadi pukulan telak bagi lembaga nasional terkait, seperti BPOM, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian.
Dengan adanya kejadian luar biasa ini, lembaga-lembaga terkait perlu melakukan penilaian dan investigasi menyeluruh. Sebab, mereka bertanggung jawab memastikan keamanan obat-obatan dan makanan bagi masyarakat. Bukan saling menyalahkan.
Kejadian luar biasa pada produk makanan Latiao ini bukan lagi disebut kecolongan, tetapi kelalaian negara dalam memastikan produk obat dan pangan yang beredar di masyarakat aman dan tidak membahayakan. Terlebih, yang menjadi korban adalah generasi penerus negeri ini, anak-anak kita. Negara juga harus bertanggung jawab atas pendistribusian makanan dan obat. Sebab, negara bertugas sebagai pemelihara rakyat, wajib menjamin keamanan obat-obatan dan pangan.
Namun, dalam sistem kapitalis sekuler, tanggung jawab ini makin diremehkan. Peran negara saat ini hanya sebagai regulator, bukan sebagai pelayan rakyat. Dalam kasus keracunan latiao ini atau gagal ginjal akut beberapa waktu lalu, misalnya, publik menilai negara pejabat cenderung “cuci tangan”.
Dalam kasus Latio, negara mempunyai kewenangan untuk memantau dan mengendalikan bahan baku impor, produksi, formulasi, dan uji tuntas distribusinya. Sekalipun produsennya adalah perusahaan swasta atau perorangan, pengawasan pemerintah tetap diperlukan untuk memastikan keselamatan kesehatan masyarakat. Bila hal ini tidak terjadi maka disebut kelalaian dan lepas tangan dari tanggung jawab.
Seorang penguasa adalah seorang pemimpin. Ia bertanggung jawab terhadap seluruh rakyat yang dipimpinnya. Sekalipun penguasa mendapati pejabat bawahannya tidak melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, mereka wajib bertindak tegas dan menjatuhkan sanksi.
Seyogianya negara menetapkan pedoman keamanan pangan dengan menggunakan mekanisme berikut: Pertama, membuat aturan industri makanan dan minuman untuk menjamin pangan yang halal, bermutu dan aman, tidak mengandung bahan berbahaya dan tidak menimbulkan berkembangnya penyakit degeneratif, seperti gagal ginjal, kanker dan sebagainya.
Kedua, meningkatkan peran al-Hisbah, lembaga negara yang memantau dan mengendalikan produk pangan, melakukan pengawasan, mencegah penipuan dan pengurangan pengukuran dan standar oleh pelaku industri, serta menjamin mutu obat dan produk pangan agar tetap layak untuk dikonsumsi.
Ketiga, memberikan edukasi komprehensif melalui institusi kesehatan, media massa, dan berbagai siaran edukasi menarik untuk membantu masyarakat memahami standar konsumsi pangan halal, thayib, dan aman.
Keempat, menindak tegas para pelaku industri dan pihak-pihak yang melanggar peraturan mengenai peredaran obat-obatan dan produk pangan yang tidak memenuhi standar pangan Islam, yaitu halal, thayib dan aman.
Kebijakan yang terpadu dan sistematis akan memungkinkan negara melaksanakan pencegahan dan pengobatan serta menjamin pasokan obat-obatan dan makanan yang halal, thayib, dan aman.
Semua itu dapat terwujud jika kita kembali pada aturan dan sistem yang paripurna. Yaitu kembali pada aturan Islam. Karena, hanya dengan menerapkan aturan Islam secara kafah segala persoalan dapat menemukan solusi terbaiknya. Tanpa aturan Islam, maka kejadian-kejadian seperti ini akan terus berulang silih berganti.