
Oleh: Tita Rahayu Sulaeman
Linimasanews.id—Rumah sakit telah diserang dan para pekerja kesehatan telah ditahan. Tempat penampungan telah kosong dan dibakar. Seorang pejabat senior urusan bantuan kemanusiaan PBB, Joyce Myusa memperingatkan kondisi Gaza Utara yang kian memprihatinkan dan berisiko sekarat akibat serangan Israel yang bertubi-tubi selama berminggu-minggu. Dikutip dari Republika (27/10/2024), hampir 43.000 orang telah tewas sejak pecah perang 7 Oktober 2023. Sebagian besar korban itu adalah perempuan dan anak-anak.
Beragam resolusi yang dihasilkan PBB ternyata tidak mampu menghentikan serangan Israel terhadap Palestina. Resolusi yang dihasilkan Dewan Keamanan PBB tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Hanya memiliki kekuatan moral dan politik.
Resolusi yang dikeluarkan PBB merupakan kehendak masyarakat Internasional. Sementara, Amerika sendiri sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB selalu menggunakan hak veto terus-menerus (hukumonline.com 4/11/2024). Alhasil, kebijakan PBB dalam menyelesaikan penjajahan Israel atas Palestina tidak efektif.
Kondisi memprihatinkan juga dialami oleh etnis muslim Rohingya yang telah menjadi korban pembantaian di tanah kelahirannya, Myanmar. Agar bisa mempertahankan hidup, etnis muslim Rohingya banyak yang berlayar melarikan diri ke negara-negara terdekat.
Sebanyak 146 pengungsi Rohingya terdampar di Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Kamis (24/10/2024). Setelah berlayar 17 hari dari pengungsian di Bangladesh, mereka tiba di Deli Serdang. Meski kedatangan mereka ditolak masyarakat setempat, mereka berharap mendapatkan perlindungan (kompas 24/10/2024).
Hampir serupa dengan Palestina, nasib etnis Muslim Rohingya juga tak kunjung menemukan solusi. Tak ada yang mampu menghentikan pembantaian oleh rezim Myanmar terhadap muslim Rohingya. Dikutip dari DetikNews (26/10/2024), serangan terakhir terjadi pada 5 Agustus 2024. Menurut penyintas yang berhasil melarikan diri ke Bangladesh, puluhan mayat tergeletak di tepi sungai. Namun, tentara Arakan (Arakan Army) mengatakan insiden tersebut tidak terjadi di wilayahnya.
Nasionalisme Membelenggu Umat Islam di Dunia
Genosida yang menimpa Palestina sungguh menyakitkan bagi siapa pun yang menyaksikannya. Protes demi protes dilayangkan masyarakat dari berbagai belahan dunia. Resolusi demi resolusi telah dihasilkan. Namun, tak jua mampu menghentikan serangan Israel yang makin brutal.
Pemimpin dari berbagai negara seolah buta dan tuli atas semua yang terjadi. Mereka tersandera berbagai kepentingan dengan pihak-pihak yang mendukung genosida. Keamanan negeri masing-masing menjadi dalih untuk tidak turun tangan memberikan pertolongan bagi Palestina. Pengerahan pasukan oleh negeri-negeri muslim dalam rangka pembelaan terhadap Palestina semestinya bukanlah menjadi hal yang mustahil.
Namun karena belenggu nasionalisme, hal ini menjadi mustahil. Para penguasa hanya sibuk beretorika tanpa melakukan aksi nyata. Bantuan kemanusiaan dikirimkan seolah menjadi penggugur kewajiban terhadap saudaranya. Akibat nasionalisme, penguasa tidak punya keberanian di hadapan negara Barat. Mereka justru menjadi pelayan kepentingan Barat.
Kemerosotan berpikir umat Islam telah menempatkan ikatan akidah jauh di bawah ikatan nasionalisme. Akibat nasionalisme, saudara seiman menjadi orang asing. Akibat nasionalisme, genosida di Palestina dipandang tidak lebih penting dari masalah-masalah internal yang dialami negeri masing-masing. Barat rupanya telah berhasil memecah umat Islam dalam sekat-sekat nasionalisme. Umat Islam tidak punya kekuatan karena tidak bersatu.
Akibat nasionalisme ini pula, etnis Muslim Rohingnya ditolak kedatangannya. Kedatangan mereka dianggap membawa masalah di tengah berbagai masalah pelik yang dihadapi negeri ini. Bak buah simalakama. Jika pun para pengungsi ini diterima, mereka butuh untuk diurus, dengan pemenuhan hak-haknya sebagai manusia. Hanya saja, dalam sistem pemerintahan yang berlaku saat ini, negara tidak memiliki kewajiban untuk itu.
Harapan Hanya Ada Khilafah
Sejak keruntuhan Khilafah pada tahun 1924, daulah (negara) Islam telah terpecah menjadi beberapa wilayah. Rasa nasionalisme ditanamkan pada umat. Sistem pemerintahan digantikan dengan demokrasi. Alhasil, negeri-negeri muslim kini berhasil jatuh dalam cengkeraman dunia Barat. Bungkamnya para pemimpin negeri-negeri muslim atas Palestina dan kesetiaan mereka melanggengkan demokrasi adalah bukti betapa umat Islam saat ini tak berdaya dalam cengkeraman dunia Barat.
Sistem demokrasi tidak mampu mengakomodir kehendak umat dan syariat Islam untuk adanya aksi nyata dalam membela Palestina maupun etnis muslim Rohingya di Myanmar. Hal ini berbeda dengan sistem pemerintahan Khilafah yang menjadikan Al-Qur’an dan sunnah sebagai landasan.
Ketika Rasulullah saw. mengajarkan bahwa setiap umat muslim bersaudara bagaikan satu tubuh, hal ini mesti diwujudkan oleh setiap individu, masyarakat, dan negara. Ikatan akidah berada di atas ikatan kekeluargaan, kesukuan, bahkan kebangsaan. Terhadap muslim mana pun yang terzalimi, negara Islam (Khilafah) akan menunjukan sikap yang tegas untuk melakukan pembelaan terhadap umat Islam. Karena itu, mengerahkan pasukan militer adalah kewajiban ketika negeri muslim diserang oleh kaum kafir.
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” (QS. al-Hajj: 39)
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. al-Baqarah: 190)
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Syariat ini tidak akan mungkin diterapkan dalam sistem pemerintahan demokrasi yang asasnya adalah sekularisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Oleh karena itu, tidak ada harapan tercipta keadilan bagi umat Islam yang tertindas dalam kehidupan dengan tatanan demokrasi.
Demikianlah, demokrasi yang ditanamkan Barat telah menjadi alat penjajahan di negeri-negeri muslim. Dampaknya, umat Islam tidak mampu menjalankan syariatnya. Umat Islam semestinya menyadari hal ini. Tidak sepantasnya umat Islam meletakan harapan sedikit pun pada demokrasi untuk pembebasan Palestina maupun umat Islam lainnya dari kezaliman.
Islam adalah agama yang sempurna mengatur kehidupan manusia. Ketika Allah Swt. sebagai Al-Khalik telah menetapkan hukum-hukum-Nya yang sempurna, mengapa manusia sebagai makhluk menciptakan hukum-hukumnya sendiri yang penuh dengan kecacatan? Hanya dengan menerapkan syariat jihad dan adanya institusi Khilafah, penjajahan atas Palestina dan umat Islam di negeri mana pun bisa diakhiri.