
Oleh: Hanimatul Umah
Linimasanews.id—Judi seolah tidak ada habisnya dari waktu ke waktu. Kalau dahulu judi dilakukan secara luar jaringan (offline), kini bisa dilakukan dengan dalam jaringan (daring/online) internet, tanpa jarak tempuh, bisa dari dalam rumah melalui telepon seluler (ponsel). Permainan haram tersebut tidak memiliki daerah batas teritorial, mendunia karena aksesnya sangat mudah.
Baru-baru ini terdapat 12 oknum dari Kemkomdigi (Kementerian Komunikasi dan Digital) menjadi tersangka, 4 lainnya warga sipil terlibat dalam operasi melindungi sejumlah situs judi online (judol). Polda Metro Jaya berhasil melakukan penggeledahan di sebuah Ruko Bekasi yang dijadikan kantor satelit judi online ini. Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi telah menetapkan keseluruhannya kurang lebih 16 tersangka (KompasTV.com, 6-11-2024).
Sungguh miris, judol kian merebak di berbagai lapisan masyarakat, dari rakyat jelata hingga pejabat negara. Pejabat negara yang seharusnya menjadi garda terdepan dan contoh bagi publik, kini terbawa virus penyakit transaksi haram. Begitu pula dari kalangan pelajar dan mahasiswa, dari anak, remaja, hingga dewasa. Tak terkecuali di Bekasi, judi telah meracuni kehidupan masyarakat dan tumbuh subur, dipupuk oleh sistem pendukungnya, yakni kehidupan atas dasar kebebasan individu dan kapitalisme.
Sementara itu, faktor pemicunya beragam, mulai dari masalah kemiskinan, ingin mendapatkan kekayaan dengan cara instan, juga karena harga barang makin melonjak sehingga tidak seimbang antara pendapatan dan kebutuhan hidup, hingga gaya hidup materialistik dan hedonistik.
Kapitalisme Lemah Menangani Judi
Pola pikir sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan) menjadikan pelaku kecanduan judol. Pelaku tak peduli dampak jangka panjang yang menimpa secara psikis yang akhirnya merusak masa depannya. Konsekuensi perbuatannya pun tak diperhitungkan. Tidak sedikit pula yang mengorbankan harta dan keluarganya, bahkan nyawa. Penyakit judi ini telah menjangkiti masyarakat luas.
Pemerintah pun sedang berupaya membasmi perjudian ini, namun belum berhasil secara total. Direktur Reserse Kriminal Umum Wira Satya Triputra menyebut, ada 5000 situs judol, tetapi hanya 4000 situs yang diblokir. Pelaku menyebutkan, yang 1000 situs dibina dan bandar judi diminta membayar/menyetor uang rata-rata Rp8,5 juta per situsnya (Pontianak post.com, 2-11- 2024).
Hal tersebut menjadi bukti bahwa kapitalisme tidak memiliki daya dalam memberantas judi. Padahal, seharusnya negara memiliki kekuasaan penuh untuk membasmi benih-benih perjudian melalui literasi digital secara total kepada masyarakat dan menghentikan akses perjudian ini.
Sayangnya, hal tersebut tidaklah mudah karena pemilik kekuasaan sesungguhnya dalam kapitalisme adalah mafia dalam jaringan internasional dan menguasai dunia judi. Ditambah pula, pemasukan utama negara adalah pajak. Sementara itu, perjudian merupakan salah satu sumber pemasukan pajak. Tak hanya itu, lemahnya negara dalam sanksi pelanggaran turut mempersulit pemberantasan judi ini.
Islam Memberantas Judi
Judi merupakan transaksi (muamalah) yang dilarang oleh Islam. Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkurban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran meminum khamar dan berjudi itu dan menghalangimu dari mengingat AllahAllah. Maka berhentilah kamu dari mengerjakan itu,” (TQS. Al-Maidah: 90-91).
Dalam Islam, ketakwaan individu menjadi tolok ukur perbuatan sehingga sesuai syariat, seperti memperoleh harta harus dengan jalan halal, berhati-hati memandang perkara duniawi, dan memikirkan jangka panjang, yakni akhirat. Selain itu, menjadikan Rasulullah dan para sahabat sebagai teladan sehingga memilih kehidupan yang sederhana dan menanggalkan gaya hidup mewah
Dengan keimanan di seluruh pilar negara, baik individu, masyarakat, dan negara, maka akan terwujud tujuan bersama, memberantas judi. Dalam hal ini, negara sebagai garda terdepan. Negara mesti memberi edukasi literasi digital agar masyarakat tidak terjebak ke dalam permainan judi online
Dalam Islam negara wajib melindungi dan menyejahterakan rakyat, memenuhi kebutuhan dasar. Negara juga mesti membasmi semua bentuk transaksi ribawi yang memberi jalan mulus perjudian, seperti pinjaman online. Semua ini akan terwujud dengan penerapan Islam secara kafah dalam bingkai Khilafah.