
Oleh: Rosita Sembiring
Linimasanews.id—Jajanan La Tiao asal Cina ditarik dari pasaran oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Penarikan itu bermula dari kejadian luar biasa keracunan pangan (KLBKP) di sejumlah wilayah. Antara lain Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Pamekasan, hingga Riau. Adapun korban keracunan mayoritas anak-anak yang duduk di bangku sekolah dasar (SD). Biasanya, jajanan ini didapat dari oleh-oleh atau bawaan langsung dari Cina.
Setelah dilakukan uji laboratorium, ada empat jenis jajanan La Tiao yang terdeteksi mengandung bakteri Bacillus cereus. Bakteri itu dapat memicu sejumlah keluhan akibat cemaran, yakni mual, diare, muntah, hingga sesak napas (CNBCIndonesia, 02/11/2024).
Mengonsumsi makanan ringan atau jajanan terkadang memang menyenangkan karena rasanya cenderung lezat, apalagi jajan sembarangan. Jajan sembarangan tidak hanya perlu diwaspadai pada anak-anak, tapi juga orang dewasa. Pasalnya, ada sejumlah risiko masalah kesehatan yang bisa dialami jika tidak cermat memilih jajanan yang dikonsumsi.
Meskipun sudah sering dinasehati agar tidak jajan sembarangan, tetapi tetap saja hal itu dilakukan. Ulah para pedagang “nakal” yang hanya mementingkan keuntungan tanpa memikirkan risiko bagi pembeli membuat kita harus selalu waspada dalam membeli jajanan kaki lima, meskipun tidak semua pedagang kaki lima melakukan kecurangan tersebut.
Hal ini berkaitan dengan keamanan dan kebersihan makanan, mulai dari pemilihan bahan pengelolaan hingga pengemasan. Oleh sebab itu, jajanan yang tidak bersih dan tidak aman akan berisiko menimbulkan sejumlah masalah kesehatan, seperti gejala keracunan.
Hanya saja, jika pengawasan lebih ketat dilakukan oleh negara maka sudah tentu hal tersebut di atas tidak akan terjadi. Lemahnya peran negara dalam memberi jaminan keamanan untuk makanan halal dan yang baik untuk dikonsumsi masyarakat merupakan faktor pemicu keracunan makanan kerap terjadi.
Sebagaimana kasus di atas, wajar publik mempertanyakan, mengapa makanan impor dari luar tersebut bisa lolos uji kelayakan? Bukankah harusnya setiap barang yang diimpor harus melalui uji terlebih dahulu? Di situlah peran negara, harusnya menjamin agar tidak terjadi peristiwa keracunan makanan seperti kasus tersebut di atas.
Kasus keracunan makanan akibat produk La Tiao yang memicu kejadian luar biasa ini mengingatkan kita kembali pada kasus serupa pada 2022 lalu, gagal ginjal akut yang diduga kuat terjadi akibat obat sirop yang mengandung cemaran zat kimia di luar ambang batas aman, yakni etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
Hal ini menunjukkan lemahnya jaminan keamanan pangan dan obat bagi rakyat di negara ini. Seharusnya, keamanan pangan dan obat adalah masalah serius yang tidak bisa dianggap sepele karena menyangkut nyawa manusia. Namun, karena menganut sistem kapitalis yang lebih mengutamakan keuntungan dan manfaat, akhirnya negara abai dan lalai dalam mengurus rakyat. Lalu, setelah kejadian yang merugikan rakyat terjadi, para pejabat berwenang justru seolah saling melempar tanggung jawab dan cuci tangan.
Hal ini berbeda dengan sistim Islam. Dalam Islam, negara memiliki mafhum ra’awiyah (pemahaman pelayanan) dalam semua urusan, termasuk dalam obat dan pangan, baik dalam produksi maupun peredarannya. Selain itu, prinsip halal dan thoyyib akan menjadi panduan negara dalam memastikan keamanan pangan dan obat. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt., “Allah SWT memerintahkan manusia untuk memakan makanan yang halal dan baik,serta tidak mengikuti langkah – langkah setan.” (QS. Al Baqarah: 168)
Dalam Islam, setiap pemimpin adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas apa yang diurusnya. Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah saw. bersabda, “Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Istri adalah pemimpin terhadap rumah suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya, ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari No. 6605)
Islam juga memiliki berbagai mekanisme dalam memastikan keamanan pangan dan obat, di antaranya dengan adanya kadi hisbah. Oleh karena itu, marilah kita berjuang menegakkan syariah Islam secara kafah dalam naungan khilafah. Hal ini harus dapat dipahami sebagai perjuangan mewujudkan perubahan demi mencapai kesejahteraan hakiki bagi masyarakat, sekaligus mengakhiri berbagai kesengsaraan dan kerusakan, termasuk dalam bidang pangan dan obat yang diakibatkan oleh tatanan kapitalis global.