
Oleh: Widya Aliffianisha Latif
Linimasanews.id—Masyarakat Bandung, khususnya Kabupaten Bandung dan sekitarnya selalu menantikan upaya penanganan banjir yang hampir selalu terjadi di musim penghujan. Seperti yang terjadi baru-baru ini, banjir bandang akibat luapan Sungai Citalugtug yang menerjang kawasan Banjaran Wetan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada hari Selasa (5/11/2024). Banjir tersebut melanda 3 desa, yaitu Tanjungsari, Banjaran, dan Banjaran Wetan. Ketiga desa tersebut yang terdampak sangat besar.
Warga melakukan pembersihan puing-puing dan lumpur sisa banjir dibantu oleh dinas terkait, TNI, Polri, pemerintah, dan relawan. Selama 2 hari terjadi banjir, terdapat ribuan jiwa yang terdampak banjir. Akibat dari banjir yang terjadi, puluhan rumah mengalami kerusakan, mulai dari kerusakan ringan, sedang, sampai yang berat. Warga yang terdampak juga membutuhkan bantuan sandang dan pangan. Sudah barang tentu penanganan masalah banjir memerlukan perhatian dari semua pihak.
Masalah banjir ini bukan perkara baru, nyaris setiap musim penghujan, bencana banjir pasti jadi langganan. Risiko ekonomi dan sosial yang ditimbulkan sudah tidak terhitung lagi. Sementara masyarakat dipaksa menerima keadaan, dengan dalih semua ini terjadi karena faktor alam. Ada banyak hal yang harus dievaluasi, terutama dari perilaku manusia terkait budaya kebijakan struktural dalam pembangunan.
Prediksi Badan Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jawa Barat memperkirakan puncak hujan terjadi pada November dan Desember dengan jumlah curah hujan 300-400 mm/bulannya. Hal ini selaras dengan sintesis yang dilakukan editorial PR (23 Nov 2017) bahwa untuk wilayah Bandung sendiri, banjir sering terjadi di wilayah Bandung Selatan yang secara topografi berupa dataran rendah. Analisis yang mengemukakan pembangunan fisik di kawasan Bandung Utara (KBU) yang notabene adalah dataran tinggi menyebabkan limpasan air dari dataran tinggi mengalir deras dan tak dapat ditampung di dataran rendah.
Hal ini dikarenakan konsistensi dan penegakan hukum yang lemah oleh pemerintah. Belum lagi pelaksanaan pembangunan di kawasan budidaya dan kawasan pengelolaan konservasi untuk tujuan komersial. Oleh karena itu, banyak dampak negatif yang ditimbulkan, salah satunya bencana banjir yang sering terjadi di Bandung.
Seringkali negara gagal melakukan mitigasi bencana sehingga berbagai dampak yang terjadi tidak dapat terantisipasi dengan sebaik-baiknya. Para penguasa malah sibuk berpolemik saat bencana sudah terjadi. Alih-alih mencari solusi, pemerintah malah sibuk mencari kambing hitam bahkan menjadikannya bahan untuk saling serang. Maka tidak heran solusi banjir tidak pernah terselesaikan dengan tuntas malah makin membesar dan sulit untuk diselesaikan.
Solusi masalah banjir ini sebetulnya mudah bila kita memahami bahwa bencana banjir atau bencana lainnya bersifat sistemik, misalnya karena faktor cuaca ekstrem, ternyata akibat isu perubahan iklim yang dipicu oleh perilaku manusia yang tidak beradab terhadap alam, termasuk akibat karena adanya kebijakan pembangunan kapitalistik yang mengeksploitatif, dan tidak memperhatikan aspek daya dukung lingkungan. Curah hujan yang tinggi tidak akan menjadi masalah jika hutan-hutan tidak ditebangi, tanah resapan tidak dibeton, daerah aliran sungai tidak mengalami abrasi dan sistem drainase dibuat terintegrasi.
Bukankah Allah SWT telah menciptakan sistem hidup dengan seimbang dan harmoni? Kehadiran hujan pun sejatinya adalah mendatangkan rahmat, bukan menjadi laknat. Banjir butuh solusi sistematis, bukan pragmatis, yakni solusi tuntas dengan kembali kepada sistem yang datang dari Sang Khalik dengan penerapan Islam kaffah.
Pada pemerintahan negara Islam atau khilafah, dalam upaya mengatasi banjir adalah dengan membangun bendungan-bendungan, memetakan daerah rawan banjir, dan melarang penduduk membangun pemukiman di daerah tersebut. Pembangunan sungai buatan, kanal, saluran drainase, dan membangun sumur-sumur resapan di daersh tertentu. Tentunya pemerintah akan mengontrol kebijakan atau persyaratan tentang izin pembangunan bangunan. Ditambah lagi dengan tiap individu rakyatnya yang paham akan pentingnya kebersihan diri dan lingkungan. Mereka akan berusaha menjaga kebersihan lingkungan. Sehingga permasalahan banjir yang berlarut-larut tidak akan terulang lagi. Wallahu a’lam bish shawwab.