
Oleh: Harnita Sari Lubis S.Pd.I.
(Aktivis Muslimah)
Linimasanews.id—Berita tentang pangutipan pajak yang fantastis terus berulang terjadi di Indonesia. Kasus yang terbaru adalah pihak bank yang di perintah oleh kantor pajak membekukan uang Rp670 juta di tabungan Pramono karena Pramono yang berprofesi sebagai pengepul susu di daerah Boyolali menunggak pajak hingga ratusan juta. Permasalahan yang dihadapi Pramono adalah Kantor Pelayanan Pajak KPP Pratama Surakarta memblokir rekening bank miliknya pada 4 Oktober 2024 karena dianggap punya utang sejak tahun 2018 sampai tahun 2024 yang berkisar Rp2 milyar. Namun, menurut Pramono pada tahun 2018 ia sudah menyetor pajak senilai Rp200 juta (KOMPAS.TV, 10/11/2024).
Sementara peternak sapi perah di Boyolali, Jawa Tengah yang berjumlah 1300 orang cemas dengan rencana tutupnya pengepul susu bernama UD Pramono karena dianggap sebagai penolong bagi mereka, karena memberikan harga yang lebih tinggi, yaitu Rp7.600 per liter daripada tempat pengepul lainnya hanya Rp7.000 per liter.
Ratusan peternak sapi perah dan pengepul susu di Kabupaten Boyolali Jawa Tengah ini akhirnya menggelar aksi protes ke pemerintah pada Sabtu (9/11/2024). Peternak sapi membuang ribuan liter susu berton-ton yang ditaksir harganya hingga Rp400 juta. Mereka mendesak pemerintah agar memberikan solusi terhadap permasalahan yang sedang mereka hadapi saat ini.
Sementara di sisi lain, Indonesia mengimpor susu dari Australia sebanyak 38,191 ribu ton (US$ 107 juta) dan Selandia Baru sebanyak 126,84 ribu ton (US$ 385 juta), Amerika 45,181 ribu ton (US$ 129 juta) dan Malaysia sebanyak 14,574 ribu ton (US$ 17 juta). Badan Pusat Statistik (BPS) mengumpulkan data selama Januari-Oktober 2024 volume impor susu naik 7,07% mencapai 257,3 ribu ton dibandingkan periode pada 2023. Sebagian besar impor dalam bentuk susu milk cream dan hanya sedikit susu segar (CNBC Indonesia).
Para oligarki lebih mementingkan para pengusaha luar daripada usaha kecil milik rakyat. Tenaga rakyat diperas habis-habisan dan diambil pajak sebanyak-banyaknya. Sementara susu impor yang berton-ton pajaknya diminimalisasi. Beginilah wajah asli sistem kapitalisme sekuler. Rakyat dianggap sebagai mesin uang bagi pemerintahan dengan mengambil pajak disetiap warganya.
Sistem kapitalisme mewajibkan negaranya membayar berbagai jenis pajak dan memeras tenaga rakyat. Rakyat bekerja dengan susah payah ditambah lagi gaji mereka yang dipotong pajak sehingga membuat hidup semakin sulit.Pemerintah di sistem ini mengharapkan sumber pendapatan dari pajak dan utang negara. Wakil rakyat yang bekerja mewakili rakyat hanya bisa mengecam kebijakan kantor pajak tanpa bisa berbuat apa-apa. Sehingga anggota dewan perwakilan rakyat tidak berfungsi dengan baik karena tidak dapat membela dan menyejahterakan rakyat. Alhasil, kehidupan rakyat semakin sulit dan menderita.
Berbeda dalam negara Islam, sumber penerimaan negara bukanlah pajak melainkan ada 3 sumber utama pendapatan negara yaitu:
Pertama, diambil dari kepemilikan individu seperti zakat, infaq, shadaqah.
Kedua, diambil dari kepemilikan umum seperti pertambangan emas, perak, tembaga, nikel, minyak, gas, batu bara, hutan, dan lain sebagainya.
Ketiga, diambil dari kepemilikan negara seperti ghanimah, fa’i, jizyah, kharaj, khumus, dan lain sebagainya.
Dilihat dari sumber penerimaan yang kedua, yaitu kepemilikan umum, maka kita dapat melihat bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah ruah. Terlebih lagi, dengan dukungan dari SDM yang ada, tentu SDA tersebut dapat diolah lagi dan ditingkatkan nilai tambahnya, maka akan menjadi sumber penerimaan yang sangat besar bagi pemerintah Indonesia. Sehingga Indonesia terbebas dari hutang luar negeri dan terbebas dari pajak yang mencekik rakyat.
Pajak di dalam sistem Islam hanya dipungut ketika rakyat membutuhkan bantuan dari negara dan kas negara dan Baitul mal sedang kosong, maka pajak terpaksa dipungut dan itu pun dipungut dari warga muslim yang kaya harta. Kebutuhan yang dipenuhi dengan memungut pajak adalah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi, akan menyebabkan terjadinya dharar, sedangkan dharar harus dihilangkan.
Rasulullah saw. bersabda, “Tidak boleh ada bahaya (dharar) dan saling membahayakan.” (HR Ibnu Majah dan Ahmad)
Pajak tidak dipungut terus-menerus atau tahunan. Pemungutan pajak akan dihentikan ketika kebutuhan dana sudah tercukupi. Dengan demikian, pemungutan pajak di dalam sistem Islam tidak akan menimbulkan kesengsaraan dan kezaliman. Wallahualam bisawab.