
Oleh: Ummu Arslan
Linimasanews.id—Delapan Sungai Citalugtug di Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung telah merendam tiga desa, yaitu Tanjungsari, Banjaran, dan Banjaran Wetan. Sekitar 1.900 warga terdampak. Jumlah tersebut masih dapat bertambah. Puluhan rumah mengalami kerusakan ringan hingga berat. Warga dibantu TNI, Polri, relawan, dan pemerintah masih membersihkan lumpur pasca banjir. Bantuan berupa sandang, pangan, serta sarana tidur dan masak sangat dibutuhkan. Camat Banjaran berencana mengajukan pembuatan tanggul untuk mencegah banjir di masa depan (detik.com, 08/11/2024).
Banjir tersebut karena adanya pertemuan arus Sungai Citalugtug dan anak Sungai Banjaran. Masyarakat Jawa Barat, khususnya warga Kabupaten Bandung dan sekitarnya menantikan upaya penanganan banjir. Sebab, bencana banjir ini bukan masalah baru. Nyaris setiap masuk musim hujan, bencana banjir pasti jadi langganan.
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya banjir,di antaranya: Pertama, hutan yang makin gundul. Lahan yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan ,berubah menjadi objek wisata. Realitas yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa tata kelola alam di Jawa Barat khususnya Bandung sangat rusak.
Kedua, intensitas curah hujan yang terus-menerus. Kondisi alam, saluran air, dan kerusakan lahan dapat berpengaruh secara signifikan terhadap banjir.
Sayangnya, sistem yang diterapkan saat ini hanya mengutamakan keuntungan, sehingga pembangunan yang dilakukan bersifat eksploitatif dan destruktif. Oleh karena itu, rakyat membutuhkan kepemimpinan yang mau mengurus kebutuhan rakyat secara penuh dan ikhlas atas dasar ketaatan dan ketakwaan.
Pemimpin seperti ini akan hadir dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah Islamiyyah). Pola pikir pemimpin dalam Khilafah adalah pengurus atau periayah. Sistem Khilafah Islamiyyah ini akan bersungguh-sungguh mengurus rakyatnya karena pertanggungjawaban mereka bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat.
Salah satu bentuk tanggung jawab tersebut adalah Khilafah akan optimal mencegah penyebab banjir, sehingga masyarakat akan terjaga dan terhindar dari banjir. Upaya khilafah dalam menangani banjir dapat dilihat dari beberapa aspek. Apabila banjir disebabkan oleh faktor alam, seperti pengaruh musim dan curah hujan, maka Khilafah akan memaksimalkan peran lembaga yang memetakan wilayah-wilayah potensial bencana. Kemudian, di wilayah itu akan dipersiapkan sebagai wilayah siaga bencana. Tindakan ini untuk meminimalisasi korban jiwa dan kerugian harta benda.
Namun, jika banjir disebabkan oleh faktor yang bisa dilakukan upaya pencegahan, seperti keterbatasan daya tampung tanah terhadap curah air hujan, maka khilafah akan membangun bendungan. Khilafah akan menyediakan tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak agar korban bencana alam tidak menderita kesakitan akibat penyakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai.
Selain itu, khilafah juga akan mengarahkan para alim ulama untuk menguatkan keimanan mereka agar mereka tetap tabah, sabar dan tawakal sepenuhnya kepada Allah Swt., dan mengambil pelajaran dari musibah yang menimpa. Dalil yang menjelaskan tentang musibah banjir ini terdapat pada Q.S Al-A’raf ayat 56. “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.”
Demikian upaya khilafah dalam mengatasi banjir. Kebijakan yang diambil khilafah tidak hanya diambil dari pertimbangan rasional, tetapi juga didasari oleh nash syariat.