
Oleh: Siti Zulaikha, S.Pd. (Aktivis Muslimah dan Pegiat Literasi)
Linimasanews.id—Akhir-akhir ini, media sosial dipenuhi dengan pemberitaan tentang kerusakan jalan. Sebagaimana yang menimpa Warga Kampung Bergang, Kecamatan Ketol, Aceh Tengah. Warga menghadapi kesulitan besar akibat kondisi jalan yang berlumpur dan licin saat hujan. Jalan tanah yang menjadi akses utama menuju desa ini berubah menjadi berlumpur setiap kali diguyur hujan, sehingga sulit dilalui oleh kendaraan maupun pejalan kaki (tribunnews.com, 18/11/2024).
Sementara di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, Jalan Raya Ponorogo-Pacitan di kilometer 233, tepatnya di Desa Ploso, Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, amblas sepanjang 50 meter akibat tergerus arus air Sungai Grindulu. Kerusakan ini terjadi pada Sabtu (7/12) dan menyebabkan hampir separuh badan jalan hilang, sehingga mengganggu lalu lintas kendaraan yang melintas di jalur tersebut (antaranews.com, 8/12/2024).
Selain itu, viral di media sosial dua bidan Puskesmas di Kampar, Riau yang naik alat berat Vibro Roller. Keduanya hendak memeriksa ibu hamil di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Desa Bukit Melintang Kecamatan Kuok. Namun di tengah perjalanannya, mereka terhenti karena jalanan berlumpur setelah diguyur hujan tidak bisa ditempuh dengan menggunakan sepeda motor. Untungnya ada seorang operator Vibro Roller yang sedang melakukan pekerjaan penimbunan jalan bersedia memberi tumpangan untuk dapat melewati jalan berlumpur tersebut (Tribunnews.com, 22/11/2024).
Ada juga video viral yang menunjukkan seorang pemuda di Dusun Kejuron Timur, Desa Tempuran, Kecamatan Pasrepan Kabupaten Pasuruan yang mengkritisi kondisi jalan rusak di desanya. Ia menyampaikan keluhannya terkait kondisi jalan di desanya yang rusak parah dan tidak pernah diperbaiki sejak tahun 2008 (Wartabromo.com, 9/12/2024).
Sungguh miris, pembangunan infrastruktur transportasi yang sangat dibutuhkan masyarakat saat ini belum juga merata di berbagai pelosok daerah. Sebagaimana kita saksikan, di mana ketimpangan pembangunan transportasi antara perkotaan dan pedesaan, hanya terfokus pada daerah perkotaan saja. Padahal, transportasi merupakan elemen penting penghubung antar wilayah yang mendukung pengembangan ekonomi dan pembangunan, bahkan transportasi merupakan urat nadi ekonomi rakyat. Karena kerusakan jalan tidak hanya berpotensi terjadi kecelakaan, namun juga berdampak besar pada aktivitas ekonomi masyarakat, seperti pengiriman barang.
Karakteristik geografis dan topografi Indonesia yang beragam dan keterbatasan anggaran pembiayaan sering disebut-sebut sebagai kendala utama. Padahal problem sebenarnya adalah gagalnya negara atau kepemimpinan sekuler dalam mengurus dan menjaga rakyat. Selama ini, penguasa menempatkan diri sebagai regulator dan fasilitator kepentingan pemodal sekaligus sebagai pebisnis yang menghitung pemenuhan hak rakyat dengan hitungan untuk rugi. Infrastruktur transportasi hanya akan dibangun negara, Jika ada keuntungan ekonomi dengan skema investasi yang diperoleh negara.
Tidak ditanggapinya usulan oleh rakyat yang berulang, bahkan yang diajukan setiap tahunnya cukup menjadi bukti abainya penguasa atas kebutuhan rakyat. Inilah gambaran kepemimpinan komunis otoritarian yang seolah mendukung kepentingan rakyat, padahal kebijakannya hanya menguntungkan para oligarki.
Berbeda dengan pembangunan infrastruktur transportasi dalam negara yang menerapkan Islam secara kaffah, Khilafah Islamiyah. Infrastruktur transportasi termasuk dalam adalah salah satu jenis infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh rakyat dan menunda pembangunannya akan menimbulkan bahaya (dharar) bagi umat. Oleh karena itu, dalam Islam, infrastruktur jalan adalah hak rakyat yang wajib dipenuhi negara dengan kualitas dan kuantitas yang memadai untuk mempermudah kehidupan mereka.
Penerapan syariat Islam secara kaffah di semua aspek akan memungkinkan negara memenuhi hak tersebut tanpa memperhitungkan keuntungan dan tanpa bergantung pada swasta. Dalam sistem ekonomi Islam, infrastruktur masuk kategori umum yang harus dikelola oleh negara. Negara dalam Islam memiliki banyak sumber pemasukan anggaran yang memungkinkan negara membangun sarana transportasi secara mandiri, salah satunya adalah dari pos kepemilikan umum baitul mal.
Kepemilikan umum seperti tambang, minyak, batubara dan kekayaan alam lainnya dikelola oleh negara. Negara tidak boleh mengambil keuntungan dari pengelolaannya, hasilnya harus dikembalikan lagi kepada rakyat dalam bentuk yang lain. Termasuk pembangun infrastruktur atau sarana lainnya, seperti sekolah-sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, jalan-jalan umum dan sarana lain menjadi kewajiban negara.
Dalam hal ini, negara tidak mendapat pendapatan sedikit pun, yang ada negara memberikan subsidi secara terus menerus, jadi sama sekali tidak ada pos pendapatan dari sarana-sarana ini. Pembangunan infrastruktur jalan harus terus dilakukan negara tanpa memperhatikan ada atau tidak adanya dana. Jika dana di baitul mal sedang mengalami kekosongan maka negara wajib membiayai dengan memungut pajak (dharibah) dari rakyat.
Jika waktu pemungutan dharibah memerlukan waktu yang lama, sementara infrastruktur harus segera dibangun, maka boleh bagi negara meminjam kepada pihak lain. Di mana pinjaman tersebut akan dibayar dari dana dharibah yang dikumpulkan dari masyarakat. Pinjaman yang diperoleh pun tidak boleh ada bunga atau menyebabkan negara bergantung kepada pemberi pinjaman.
Sedangkan dharibah hanya boleh dipungut dari warga muslim yang kaya (aghniya) pada jangka waktu yang ditetapkan negara atau tidak dilakukan secara terus-menerus. Hal ini didukung oleh pemimpin dalam Islam yang memiliki kepribadian Islam dan memahami bahwa tanggung jawab pengurus urusan rakyat akan dimintai pertanggungjawaban hingga ke akhirat. Sungguh pembangunan infrastruktur jalan terbaik dan merata hanya akan terwujud dalam kepemimpinan Islam. Wallahualam bissawab.