
Oleh: Aura Banin Budiman
Linimasanews.id—Di penghujung tahun ini, masyarakat masih dilanda berbagai permasalahan, salah satunya dalam sektor kesehatan. Dilansir dari Bisnis.com (06/12/24) program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menghadapi resiko beban jaminan kesehatan lebih tinggi dari penerimaannya.
Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menjabarkan bahwa rasio beban jaminan kesehatan terhadap penerimaan Iuran JKN sampai Oktober 2024 telah mencapai 109,62% itu artinya beban yang dikeluarkan lebih tinggi dibanding dengan pendapatannya. Oleh karena itu, muncul saran untuk menaikkan jumlah iuran tiap bulannya, namun menurut Rizzky kenaikan iuran sebesar 10% pun masih belum mencukupi untuk menutup kebutuhan biaya layanan kesehatan.
Kenaikan iuran ini masih dalam tahap diskusi dan akan ditetapkan maksimal per Juli 2025. Tak hanya keterbatasan anggaran, kurangnya tenaga medis khususnya dokter juga tengah menjadi permasalahan pada sistem kesehatan di Indonesia saat ini. Jumlah tenaga medis belum ideal dimana seharusnya menurut standar WHO 1/1000 penduduk sedangkan di indonesia hanya 0,47/1000 penduduk, itu artinya Indonesia masih kekurangan 124 ribu Dokter Umum dan 29 ribu Dokter Spesialis. Seperti halnya yang terjadi di Kalimantan Tengah tenaga medis hanya berjumlah 800 orang untuk menangani 2,7 juta penduduk itu artinya di Kalteng sendiri masih membutuhkan 1.900 tenaga medis lagi untuk mencapai standar ideal (rri.co.id, 01/10/24).
Dengan banyaknya kendala kesehatan yang ada, mengakibatkan 80% Warga Desa melakukan pengobatan sendiri (goodstats.id, 06/06/24). Hal ini seharusnya menjadi cerminan bagi pemerintah, sudahkah jaminan kesehatan yang layak merata bagi seluruh rakyat Indonesia? Padahal dalam sesi diskusi pada GAVI Board Meeting di Hotel Hilton, Nusa Dua, Bali, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa sektor kesehatan memiliki peran penting dalam upaya meningkatkan kualitas SDM di Indonesia (Selasa, 3/12).
Dalam sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini, kesehatan merupakan komoditas bisnis bagi para kapitalisme, di mana para pemilik modal akan berlomba-lomba menyediakannya dengan harga fantastis demi meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Maka lahirlah statement, “Orang Miskin dilarang Sakit” karena pada realitanya untuk mendapatkan layanan kesehatan yang layak kita harus merogoh kocek yang dalam.
Di sisi lain, negara saat ini hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator terhadap urusan kesehatan. Negara tidak menjamin layanan kesehatan dapat diakses secara merata untuk seluruh rakyatnya. Negara sudah merasa cukup dengan membentuk BPJS dan membiarkan rakyatnya membayar iuran tiap bulan, bahkan negara justru membuka pintu selebar lebarnya bagi para kapitalis untuk menguasai sektor kesehatan dari mulai penjualan obat-obatan, alat kesehatan hingga apotek dan rumah sakit.
Hal ini sangat bertentangan dengan janji pemerintah yang akan menjadikan kesehatan mendapat prioritas anggaran. Pemerintah juga menjamin dengan menargetkan standar internasional untuk pendidikan, profesi serta ketenagakerjaan di sektor kesehatan. Faktanya justru menjadi lahan bisnis yang membebani para tenaga kesehatan dimulai dari mahalnya biaya pendidikan hingga beban membayar akreditasi setelah lulus nanti. Wajar jika jumlah tenaga kesehatan di Indonesia tak kunjung sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh WHO.
Berbeda dengan sistem Islam, Islam memosisikan kesehatan sebagai kebutuhan pokok bagi seluruh jiwa. Pemimpin di dalam Islam wajib menjadi raa’in (pengurus) untuk setiap urusan umat. Negara wajib memastikan bahwa setiap rakyat mendapatkan fasilitas kesehatan yang layak dan merata. Tidak boleh ada satupun yang terabaikan. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin (raa’in) dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR Bukhari)
Di antara tugas mengatur urusan umat yang dibebankan kepada khalifah salah satunya yakni memberikan pelayan kesehatan secara gratis untuk seluruh rakyat. Rasulullah saw. mencontohkan hal tersebut selama beliau menjadi pemimpin sebagaimana dikatakan oleh Jabir ra, “Rasulullah saw. pernah mengirim seorang dokter untuk Ubay bin Kaab.” (HR. Muslim)
Selain Rasulullah saw., pada masa kekhalifahan Umar bin Khathab sebagaimana dituturkan oleh Zaid bin Aslam dari bapaknya ia berkata, “Saya pernah sakit keras pada masa Khalifah Umar bin Khathab. Khalifah Umar memanggil dokter untukku.” (HR Al-Hakim)
Oleh karena itu, hanya Islam solusi satu satunya bagi permasalahan yang kita hadapi saat ini. Hanya dengan Islam masalah khususnya di sektor kesehatan ini bisa terurai secara sempurna. Karena hanya Islam yang menganggap setiap jiwa bahkan hewan sekalipun itu penting. Oleh karena itu, mari sama sama kita wujudkan kembali kehidupan Islam dengan menerapkan Islam secara Kaffah. Wallahualam bissawab.