
Oleh: Mutiara Aini
Linimasanews.id—Masalah kesehatan hari ini makin terasa pelik. Betapa tidak, alih-alih mendapat pelayanan terbaik, justru akses dan pelayanan kesehatan makin dipersulit bahkan nyaris tak tak pernah dirasakan oleh rakyat, terutama masyarakat yang hidup di pedesaan atau pedalaman. Ditambah lagi fasilitas dan nakes tidak merata serta berbiaya mahal. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), proporsi penduduk perdesaan yang pernah melakukan self-medication (pengobatan mandiri) cenderung meningkat di tahun 2022, tetapi menurun pada 2023 dengan perbedaan yang tidak terlalu signifikan, yakni sebesar 3,5%. Dalam hal ini, masyarakat desa pun cenderung mengalami kesulitan dalam melakukan rawat inap atau rawat jalan akibat beberapa hambatan, mulai dari minimnya akses jalan, hingga tidak adanya finansial yang memadai (goodstats.id, 16/12/2024).
Ladang Bisnis
Sejatinya jaminan kesehatan adalah hak semua orang yang wajib dipenuhi oleh negara (seluruh rakyat), baik miskin maupun kaya. Akan tetapi, sistem sekuler kapitalisme neoliberal telah menjadikan penguasa bebas berbuat semaunya, termasuk memaksa dan membebani rakyat untuk melakukan perkara yang bukan menjadi kewajibannya. Di samping itu, penerapan sistem sekuler kapitalisme liberal sering kali menimbulkan berbagai kezaliman dan tidak bertindak sebagai pengurus umat. Bahkan dalam sistem ini, negara membangun hubungan dengan rakyatnya ibarat ladang bisnis termasuk soal layanan publik.
Kepemimpinan sekuler menjadikan penguasa abai terhadap perannya sebagai raa’in (pengurus). Keberadaan negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator yang kental dengan kepentingan bisnis belaka. Salah satunya penerapan prinsip asuransi dalam pembiayaan kesehatan masyarakat seperti BPJS yang merupakan konsep dan tidak lahir dari syariat Islam, bahkan bertentangan dengan Islam.
Hal ini jelas merupakan bentuk lepas tanggung jawab negara atas rakyatnya sekaligus memberi ruang besar bagi para pemilik modal yang berbisnis di sektor asuransi kesehatan demi meraup keuntungan sebesar-besarnya. Ditambah lagi bisnis-bisnis sektor kesehatan lain yang semuanya sangat menggiurkan, seperti bisnis farmasi, jasa tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan, alat kesehatan, dan yang lainnya. Maka, tak heran jika kesehatan dalam sistem hari ini bukanlah perkara yang mudah. Karena, tidak semua rakyat bisa mengakses layanan kesehatan terbaik bahkan seluruh fasilitas dan layanannya serba diperhitungkan. Aksesnya pun dibuat berbelit hingga muncul narasi sarkasme, “Orang miskin dilarang sakit!”
Sistem Islam Menjamin Kesehatan Rakyat
Dalam pandangan Islam, kesehatan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap individu yang menjadi kewajiban syar’i bagi negara dalam memenuhinya tanpa memandang apakah mereka miskin atau kaya. Oleh karenanya, negara wajib mengupayakan segenap upaya agar hak rakyat tersebut bisa terpenuhi dengan sebaik-baiknya dan diakses dengan semudah-mudahnya bahkan jika perlu, semua layanan tidak dipungut biaya alias gratis.
Tak hanya itu, Islam memiliki mekanisme dalam menjamin kesehatan dari hulu hingga hilir. Bahkan etika penjagaan kesehatan pun diatur sedemikian rupa sebagai bagian dari hukum syarak, mulai yang menyangkut individu, masyarakat, hingga negara. Bahkan negara memperhatikan dan melindungi masyarakat dari aspek yang bersifat pencegahan, penyembuhan, dan pemulihan hingga peningkatan kesehatan.
Selain itu, sistem kesehatan dalam Islam disokong oleh sistem ekonomi dan keuangan (APBN) yang sangat kuat. Begitu juga sumber pemasukan negara diperoleh dari kepemilikan umum, seperti dari hasil pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang jumlahnya melimpah dan sumber-sumber lainnya yang akan membantu menutupi kebutuhan modal dan pemberian layanan terbaik bagi seluruh rakyatnya, seperti obat-obatan, alat kesehatan, pemasokan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, hingga penelitian dan pengembangan sistem kesehatan. Selain itu, sistem Islam akan menutup celah penyimpangan dalam pelayanan kesehatan, seperti kasus-kasus malpraktik dan bisnis-bisnis kesehatan yang biayanya sering kali di luar nalar.
Dalam Islam, kesehatan dan keamanan disejajarkan dengan pangan. Maka statusnya sama, yakni sebagai kebutuhan mendasar yang wajib dipenuhi oleh negara. Oleh karenanya, negara tidak boleh memanfaatkan kesehatan sebagai jasa atau dagangan karena merupakan kebutuhan pokok bagi publik. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.,
“Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.” (HR Bukhari)
Demikianlah jaminan kesehatan bagi dalam sistem Islam yakni khalifah yang berperan sebagai raa’in yang menjamin terpenuhinya layanan kesehatan hingga ke pelosok dengan fasilitas yang memadai, berkualitas, dan gratis. Kehadirannya menjadi sebuah kebutuhan dan kewajiban yang harus segera ditunaikan.