
Oleh: Diny Nahrudiani, S.K.M., M.K M.
Linimasanews.id—Penutupan ratusan gerai Alfamart di beberapa wilayah menyorot fenomena yang lebih besar dalam sistem ekonomi kapitalis. Alfamart sebagai salah satu jaringan ritel terbesar di Indonesia, dikenal memiliki ribuan gerai yang tersebar dari pusat kota hingga ke pelosok daerah. Wajar, ketika ratusan toko terpaksa tutup, muncul pertanyaan, “Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini cerminan dari dinamika ekonomi kapitalis itu sendiri?”
Buah Ekonomi Kapitalis
Dalam ekonomi kapitalis, perusahaan dituntut untuk selalu tumbuh dan berkembang. Hal ini tercermin dari ekspansi agresif Alfamart yang membuka banyak gerai dalam waktu singkat. Namun, strategi ini sering kali menimbulkan persaingan ketat, baik dengan sesama ritel modern maupun warung tradisional.
Sistem kapitalisme mendorong kompetisi bebas yang pada akhirnya memicu seleksi pasar. Meski Alfamart memiliki modal kuat, tidak kebal terhadap perubahan pola konsumsi, pergeseran ekonomi, dan daya beli masyarakat. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya ritel lain, seperti Indomaret yang secara agresif bersaing di lokasi-lokasi serupa.
Ratusan gerai Alfamart yang tutup bisa jadi merupakan buah dari kombinasi faktor ekonomi global dan lokal. Inflasi, penurunan daya beli, serta dampak pandemi COVID-19 yang belum sepenuhnya pulih mempengaruhi kebiasaan belanja masyarakat. Sebagai contoh, konsumen cenderung lebih selektif dalam berbelanja kebutuhan harian dan mencari harga yang lebih terjangkau.
Di sisi lain, pemusatan ekonomi pada kelompok-kelompok bisnis raksasa, yang menjadi ciri kapitalisme, bisa memunculkan dampak negatif. Ketika perusahaan besar seperti Alfamart menutup gerai, banyak karyawan yang terdampak, termasuk pemilik toko waralaba yang rugi besar. Kapitalisme tidak memberikan jaminan perlindungan yang cukup terhadap pihak-pihak yang “kalah” dalam kompetisi.
Era digital turut menjadi tantangan bagi bisnis ritel fisik. Masyarakat kini lebih banyak beralih ke platform e-commerce yang menawarkan kemudahan dan harga yang bersaing. Fenomena ini mempercepat penutupan toko-toko fisik, termasuk Alfamart. Dalam kapitalisme, bisnis yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan teknologi akan tertinggal.
Pelajaran yang diambil dari penutupan ratusan gerai Alfamart adalah realitas cerminan dari ekonomi kapitalis yang dinamis tetapi penuh risiko. Beberapa poin penting yang dapat kita pelajari antara lain: ketimpangan ekonomi. Kapitalisme mendorong monopoli pasar oleh perusahaan besar. Ini sering kali menyisihkan usaha kecil dan tradisional.
Selain itu, tidak ada jaminan keberlanjutan. Meskipun memiliki skala besar, perusahaan tetap rentan terhadap gejolak ekonomi. Poin berikutnya, yaitu adaptasi teknologi adalah kunci. Bisnis modern harus berinovasi untuk bertahan menghadapi persaingan dan perubahan pola konsumsi.
Sistem Ekonomi Islam
Sistem ekonomi Islam menjaga kestabilan pasar dengan prinsip keadilan, transparansi, dan keseimbangan, yang dirancang untuk mencegah monopoli, eksploitasi, dan ketimpangan ekonomi. Salah satunya, dengan pengawasan pasar.
Dalam ekonomi Islam, pemerintah atau otoritas berperan sebagai pengawas pasar untuk mencegah penimbunan (ihtikar), monopoli, dan manipulasi harga. Hal ini memastikan kompetisi sehat dan stabilitas harga. Etika bisnis dalam ekonomi Islam juga sangat ditekankan untuk keadilan dalam transaksi, melarang praktik curang, serta menciptakan keseimbangan permintaan dan penawaran agar mekanisme pasar tetap alami, namun tetap mengutamakan intervensi ketika terjadi ketimpangan untuk menjaga keadilan dan keberlanjutan ekonomi.
Pada akhirnya, penutupan gerai Alfamart menjadi pengingat bahwa sistem kapitalisme bukanlah jaminan stabilitas ekonomi. Sebab, sebagian pihak meraup keuntungan besar, sementara pihak lain justru menjadi korban dari sistem ini. Keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan sosial harusnya menjadi perhatian pemangku kebijakan agar fenomena serupa tidak makin meluas di masa depan.