
Oleh: Novia Darwati, S.Pd. (Aktivis Dakwah Muslimah)
Linimasanews.id—Baru-baru ini, Pasuruan, Jawa Timur kembali diriuhkan dengan berita pembegalan motor. Dalam kurun waktu kurang dari 24 jam, kasus pembegalan terjadi di satu titik yang sama, yakni di flyover Tol Paspro, Dusun Adirogo, Desa Kedawung Kulon, Kecamatan Grati, Kabupaten Pasuruan. Kasus pertama terjadi pada hari Kamis, 2 Januari 2025 sekitar pukul 18.00, dan kasus kedua hari Jumat, 3 Januari 2025 sekitar pukul 11.00. Beruntung kedua pelaku telah berhasil ditangkap oleh Tim Gabungan Buser Polda Jawa Timur bersama Timsus Sat Reskrim Polres Pasuruan Kota (Sindikat Post, 9 Januari 2025).
Sejatinya pembegalan bukanlah kasus baru di Pasuruan. Bahkan bisa dibilang tindak kriminal satu ini termasuk sering terjadi di kota santri tersebut. Telah banyak kasus pembegalan yang terjadi, namun seolah tak bisa berhenti, kasus serupa terus-menerus terulang. Pertanyaannya, mengapa tindak kriminal ini seolah tidak bisa dihentikan? Faktor apa saja yang mendorong para pelaku untuk melakukan aksinya?
Yang pertama, kebanyakan orang berani melakukan tindak kejahatan berbasis harta, yakni mengambil paksa harta milik orang lain baik berupa kendaraan, uang, barang berharga, dll, tentu saja karena dia butuh uang. Terkadang uang yang didapat untuk berfoya-foya, tetapi tak menutup mata bahwa banyak yang melakukannya karena untuk kebutuhan sehari-hari.
Memang hidup di zaman kapitalisme dimana harta begitu dijunjung tinggi menjadikan banyak orang miskin semakin miskin, dan kaya semakin kaya. Tak ayal, langkah-langkah haram pun berani dilakukan demi menyambung hidup.
Di sisi lain, kapitalisme dengan gaya hidup bebasnya juga membuat banyak orang terjebak dalam gaya hidup penuh maksiat, foya-foya, dan semisalnya. Negara tidak memberikan dorongan yang cukup kepada rakyatnya agar hidup sejalan dengan ajaran agama, menjauhi yang dilarang dan melakukan yang di perintahkan Sang Maha Kuasa.
Negara dengan basis hukum kapitalisme seperti Indonesia ini juga memiliki hukum yang kurang menjerakan. Imbas dari hal ini adalah meski telah ada sekian banyak orang yang ditangkap karena melakukan kejahatan termasuk pembegalan, tapi tetap saja orang lain tidak ada rasa jera untuk melakukan hal yang sama.
Gaya sistem sanksi versi kapitalisme yang sedang diadopsi oleh Indonesia ini berbeda jauh dengan sistem sanksi Islam. Dalam Islam, sistem sanksi yang diterapkan memiliki dua sifat mendasar yakni zawajir (efek jera/pencegahan) dan jawabir (penebus dosa).
Sanksi-sanksi di dalam Islam sangat berat, dan terdapat beberapa sanksi yang harus dilakukan di depan umum. Hal ini dilakukan demi memunculkan rasa jera bagi si pelaku dan efek pencegahan pada masyarakat yang melihatnya. Di sisi lain, sanksi islam juga sebagai jawabir (penebus dosa), sehingga ketika di dunia sudah di sanksi, maka di akhirat sudah tidak di sanksi lagi.
Untuk kasus pembegalan, hukum sanksi di dalam Islam meliputi yang pertama, jika mereka hanya merampas harta benda, akan dikenai hukuman potong tangan kanan dan kaki kirinya secara bersilangan. Tangan dipotong di pergelangan tangannya seperti pemotongan pada kasus pencurian, dan kaki dipotong pada persendian mata kakinya.
Yang kedua, jika mereka hanya melakukan teror di jalan, mereka dikenai sanksi pengusiran. Diusir dari negerinya ke negeri yang jauh. Yang ketiga, jika mereka hanya membunuh, mereka dikenai hukum bunuh saja. Dan yang keempat, jika mereka membunuh disertai merampas harta benda, maka mereka akan dibunuh dan disalib. Penyaliban pada pelaku bukan dilakukan sebelum dibunuh, tapi setelahnya. Hal ini dikarenakan ayat yang menjadi dalil atas hukuman tersebut, yakni Quran Surah Al-Maidah ayat 33 mengatakan salib setelah menyebut pembunuhan, sebab salib sebelum pembunuhan adalah penyiksaan. Dan penyiksaan bukanlah tujuan dari sistem sanksi Islam (muslimahnews.net, 21/4/2022).
Allah berfirman, “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya).” (QS Al-Maidah: 33)
Selain dari Al Quran, juga terdapat hadist yang diriwayatkan Ibnu Abbas ra. berbunyi, “Rasulullah saw. berpisah dengan Abu Barzah al-Aslamiy, kemudian datanglah sekelompok orang ingin masuk Islam. Akan tetapi, mereka membunuh sahabat beliau saw., lalu Jibril turun untuk menjelaskan hukuman (had) bagi mereka. Sesungguhnya barang siapa yang membunuh dan merampas harta benda, ia akan dibunuh dan disalib; barang siapa membunuh, tetapi tidak merampas harta benda, maka ia dibunuh; dan barang siapa merampas harta benda, tetapi tidak membunuh, ia dipotong tangan dan kakinya secara bersilangan.’”
Bisa dibayangkan, jika masyarakat melihat hukum sanksi seperti itu, mereka akan merasa takut untuk melakukan kejahatan yang sama. Namun, Islam tak mencukupkan diri sekedar dengan sanksi yang tegas dan menjerakan. Islam dengan sistem ekonomi, politik dalam-luar negeri dan sistem keuangannya yang luar biasa, membuatnya mampu memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya sehingga tak nampak rakyat yang kelaparan, susah memenuhi kebutuhan dasar sebagaimana era sekarang.
Tentu saja sudah ada bukti riil tentang fakta bagaimana luar biasanya Islam dalam mengurusi rakyatnya. Bukti tersebut ada dalam sejarah peradaban Islam mulai zaman Rasulullah Saw, lalu dilanjut dengan para khalifah setelahnya dalam bentuk sistem pemerintahan Islam yang disebut khilafah hingga tahun 1924.
Dengan semua fakta yang ada, tidakkah kita tertarik untuk mencoba mengadopsi sistem Islam sebagai sistem pemerintahan/undang-undang di Indonesia tercinta ini? Wallahualam.