
Oleh: Saniati
Linimasanews.id—Dikutip dari detiksumut (09/01/2025), seorang anak berusia 13 tahun asal Aceh Besar, Aceh, dilaporkan hilang usai pulang sekolah. Dia lalu ditemukan oleh pihak kepolisian di Digital Airport Hotel Soekarno Hatta, Jakarta. Anak tersebut diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Dia diduga bakal dijual ke Balikpapan.
Kasus perdagangan anak masih saja kerap terjadi, yang seharusnya seorang anak mendapatkan hak- haknya seperti kasih sayang dari pihak keluarga, pendidikan, kenyamanan, keamanan dan sebagainya, namun semua itu pupus dikarenakan kemiskinan sistematis yang menjadi problem dunia. Kemiskinan akibat sulitnya lapangan pekerjaan dan tidak ada jaminan negara atas kesejahteraan rakyatnya, hingga mendorong masyarakat melakukan tindakan kriminal untuk mendapatkan uang demi untuk bertahan hidup termasuk pelaku perdagangan anak.
Rakyat harus memiliki pendapatan besar untuk bisa hidup layak. Sementara saat ini, lapangan pekerjaan tidak terbuka lebar. Walaupun ada, hanya sebagian buruh dengan gaji pas-pasan atau bahkan sangat minim.
Akibat kondisi ini, banyak orang tua tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok anak-anaknya dan tidak mampu menyekolahkan mereka ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Berbagai kondisi ini tidak jarang mendorong pelaku melakukan tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama. Kemiskinan sistematis juga bisa menjadi pintu kemaksiatan hingga hilangnya naluri seseorang. Kemiskinan juga bisa dimanfaatkan sebagian orang untuk meraih keuntungan.
Jauhnya masyarakat dari pemahaman Islam menjadikan aktivitas mereka tidak dilandasi oleh aturan Allah Swt. Halal dan haram tidak lagi menjadikan standar perbuatan. Sebaliknya, manfaat dan nilai-nilai materi yang menjadi standarnya.
Sejatinya, semua ini diakibatkan penerapan sistem ekonomi kapitalis, sistem ini telah melegalkan ekonomi liberal yang menjadikan hajat hidup rakyat dikuasai oleh korporat. Hingga rakyat sulit mengakses kebutuhan asasinya. Permintaan dan penawaran pada hal yang haram pun tidak sedikit ditemukan di negri ini. Sehingga negara dalam sistem kapitalis lepas tanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya dan menjamin perlindungan mereka. Negara saat ini hanya merespon dengan langkah kuratif yakni dengan membuat UU Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang saat ini belum menyentuh akar masalah.
Kasus ini juga akibat tumpulnya hukum yang ditetapkan di negeri ini. Hukum pidana perdagangan orang dan sanksi yang diberikan tidak menjerakan pelaku, sehingga kasus serupa masih terus terjadi. Perdagangan anak hanya akan tuntas di bawah negara yang menerapkan penerapan Islam secara kaffah tanpa terkecuali.
Di dalam Islam, menjual manusia hukumnya haram. Rasulullah saw. bersabda, “Akan ada tiga golongan yang aku akan menjadi musuh mereka kelak pada hari kiamat. Yang pertama yaitu seorang yang bersumpah dengan menyebut namaku lalu berkhianat, yang kedua seorang yang menjual orang yang merdeka lalu makan hasilnya dan yang ketiga orang yang mempekerjakan seorang pekerja, kemudian pekerja itu telah menyelesaikan pekerjaannya namun tidak memberikan upah.” (HR.Bukhari)
Islam menjadikan seorang pemimpin bertanggung jawab penuh atas rakyatnya, baik dalam hal melindungi dari segala bahaya dan menjamin terwujudnya kesejahteraan rakyat seperti jaminan kebutuhan pokok dengan menuntaskan kemiskinan dan kelaparan. Selain itu, Islam juga menerapkan peran keluarga terutama ayah sebagai tanggung jawab nafkah sekaligus menjamin keamanan mereka dari berbagai gangguan dan membangun manusia menjadi hamba yang beriman dan bertaqwa. Di level masyarakat, akan ada kewajiban saling amar makruf nahi munkar dan tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Islam juga memberikan sanksi keras kepada sindikat atau yang terlibat dalam jaringan perdagangan manusia, termasuk anak-anak. Inilah keunggulan bila Islam yang diterapkan, segala bentuk kejahatan akan dijauhkan dari kehidupan masyarakat.