
Oleh: Diana Nofalia, S.P. (Aktivis Muslimah)
Linimasanews.id—Pendidikan pada dasarnya adalah sebuah kebutuhan. Kemajuan masa depan suatu negara juga sangat bergantung dari pendidikan para generasi mudanya. Bagaimana mungkin suatu negara akan maju jika pendidikan generasinya rendah bahkan terbelakang. Hanya saja, untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas dalam sistem kapitalisme saat ini tidaklah murah. Kualitas biasanya berbanding lurus dengan biaya yang harus dikeluarkan.
Tidak semua penduduk negeri ini mampu untuk itu ditengah-tengah kondisi ekonomi masyarakat yang makin hari makin sulit. Alhasil, orang-orang kaya sajalah yang mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Terus kalangan bawah bagaimana?
Viralnya video seorang siswa dihukum duduk di lantai karena menunggak pembayaran SPP di ruang kepala sekolah SD Swasta Abdi Sukma, yang berlokasi di Jalan STM, Kelurahan Suka Maju, Kecamatan Medan Johor, Sabtu, 11 Januari 2025 menimbulkan reaksi dan berbagai komentar berbagai kalangan. Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian menilai tindakan guru sekolah dasar (SD) yang meminta siswanya duduk di lantai karena menunggak biaya sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) tidak etis dan melanggar prinsip-prinsip pendidikan.
Meski sekolah swasta memiliki kebijakan mandiri dalam pengelolaan keuangannya, menurutnya tetap ada batasan yang harus dijaga agar tindakan mereka tidak mencederai hak-hak siswa (kompas.com, 12/1/2025).
Pendidikan seharusnya menjadi hak setiap rakyat. Namun, dalam sistem kapitalisme, negara tidak hadir secara nyata dalam mengurusnya, di antaranya nampak dari kurangnya sarana dan prasarana pendidikan. Negara juga menyerahkan pada swasta yang berorientasi mencari keuntungan. Ini adalah tanda kapitalisasi pendidikan karena pendidikan menjadi ladang bisnis.
Kasus dihukumnya siswa tidak akan terjadi ketika pendidikan bisa diakses secara gratis oleh semua siswa. Diskriminasi dengan alasan menunggaknya biaya SPP bukanlah hal aneh jika sistem pendidikan yang diterapkan adalah sistem kapitalisme.
Islam menetapkan bahwa pendidikan adalah kewajiban negara, yang termasuk dalam layanan publik yang ditanggung langsung oleh negara. Negara menyediakan layanan gratis untuk semua warga negara, baik untuk siswa kaya maupun miskin, baik cerdas atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada pengecualian.
Islam mampu mewujudkannya karena memiliki sumber dana yang banyak. Dana untuk pendidikan diambilkan dari pos kepemilikan umum. Dana yang ada digunakan untuk membiayai semua sarana dan prasarana pendidikan juga guru yang berkualitas. Pentingnya pendidikan kepada rakyat juga ditunjukkan oleh Nabi saw. yang memberikan syarat tebusan kepada tawanan Perang Badar untuk mengajar anak-anak penduduk Madinah. Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. yang berkata, “Ada beberapa tawanan pada hari Perang Badar yang tidak memiliki tebusan. Rasulullah saw. menjadikan tebusan mereka adalah dengan mengajarkan anak-anak kaum Anshar.”
Pada masa Khulafaur Rasyidin, perhatian negara terhadap pendidikan makin besar sejalan dengan makin luasnya wilayah Negara Islam. Khalifah Umar bin Khathab ra. telah memerintahkan untuk memberikan tunjangan bagi para guru. Seperti yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Al-Wadhin bin ‘Atha’ yang berkata, “Ada tiga orang guru di Madinah yang mengajar anak-anak, dan Khalifah Umar bin Khathab ra. memberikan nafkah kepada masing-masing dari mereka 15 dirham setiap bulan.”
Gambaran pentingnya pendidikan dan adanya perhatian khusus negara terhadap biaya pendidikan dalam sistem Islam sudah sangat jelas. Dengan demikian jika layanan pendidikan sesuai dengan sistem Islam, tidak akan ada kasus siswa dihukum karena keterlambatan soal biaya. Alhasil, tidak akan ada diskriminasi dalam dunia pendidikan. Wallahu a’lam.