
Oleh. Eni Yulika, S.Pd.
Linimasanews.id—Kemiskinan yang kian meningkat terjadi di negeri ini. Setiap tahun, pemerintah melakukan berbagai upaya tetapi tidak membuahkan hasil. Malah makin menjadi. Banyak kasus kriminalitas, kasus perdagangan orang, kasus bullying, dan masih banyak lagi. Salah satunya yang terjadi kali ini adalah hukuman yang diberikan sekolah akibat tunggakan uang sekolah kepada siswanya. Seperti dikutip dari laman detikSumut (10/01/25), sebuah video menampilkan seseorang siswa sekolah dasar (SD) swasta di Jalan STM, Kota Medan, disuruh belajar di lantai oleh wali kelas. Siswa kelas 4 SD itu disuruh belajar di lantai hanya karena menunggak uang sekolah selama 3 bulan.
Dalam video terlihat siswa SD duduk di lantai dalam ruangan kelas. Kemudian perekam video yang ternyata orang tua siswa itu mempertanyakan perihal tersebut kepada wali kelas yang saat itu sedang berada di ruangan belajar. Orang tua siswa, Kamelia (38), mengatakan jika peristiwa dalam video terjadi pada Rabu (8/1). Anaknya sendiri ternyata telah duduk selama 3 hari di lantai. Dikabarkan uang sekolah anaknya di SD itu sebesar Rp60 ribu per bulan. Kedua anaknya yang sekolah di SD itu sama-sama menunggak uang sekolah selama 3 bulan.
Beginilah secuil peristiwa yang terjadi di kota Medan. Kemungkinan di wilayah lain pun terjadi hal yang sama. Bisa dengan sanksi yang berbeda yang diberikan kepada anak atau kedua orang tuanya. Di antaranya sanksi yang diberikan sekolah adalah buku rapor atau yang ditahan pihak sekolah, dijemur di lapangan, dan tidak bisa mengikuti di les pertamanya pelajaran, dimarahi guru, di-bully teman-teman. Ini semua akibat dari kemiskinan. Wajar bila ada ungkapan “kemiskinan berbuah petaka.”
Pendidikan yang berkualitas tidak bisa didapatkan dengan cara instan, tetapi harus ada kerja sama antara pihak sekolah, guru, masyarakat dan negara. Sebaik apa pun sekolah, tetapi jika orang tua lalai, masyarakat rusak, negara abai, bisa mengakibatkan rusaknya generasi. Padahal sebuah generasi yang hebat sangat dibutuhkan oleh negara yang sedang berkembang.
Berbicara generasi, tidak bisa dilepaskan dari perannya sebagai agent of change (agen perubahan) dan agent of social control (agen pengawas sosial). Sebagai agen perubahan, generasi muda berperan di setiap masa. Baik perannya dalam merebut kemerdekaan Indonesia, masa Reformasi dan diharapkan mampu menjadi corong perubahan masyarakat yang mengalami penindasan ketidakadilan dan kezaliman penguasa hari ini. Sebagai agen pengawas sosial, diharapkan generasi muda yang bisa memiliki moral yang baik sehingga bisa memberikan citra baik bagi masyarakat, turut serta menjaga ketertiban di masyarakat, berperan aktif dalam peningkatan keilmuan di masyarakat.
Kerusakan generasi yang diakibatkan kemiskinan membuat generasi hari ini kehilangan idealismenya. Di mana sekolah tempat menimba ilmu, kini sulit didapatkan karena sulitnya ekonomi. Orang tua berharap bisa memberikan pendidikan yang terbaik dengan memilih sekolah yang terbaik. Tetapi, terhalang finansial yang tinggi. Sekolah negeri yang disiapkan pemerintah yang katanya memberikan biaya gratis, tetapi banyak kekurangan seperti fasilitas kurang merata di beberapa sekolah, padatnya siswa yang masuk sehingga tidak semua tertampung di negeri, minimnya pelayanan di sekolah negeri karena kekurangan dana, dll. Belum lagi masalah anak berkebutuhan khusus, kalaupun ada pihak swasta yang menerima, harus merogoh kocek yang lebih dalam.
Semua ini bisa teratasi dengan penerapan Islam secara kaffah di dunia pendidikan. Islam telah menjadikan ilmu sebagai kewajiban negara untuk mengadakannya. Karena islam menyadari masa depan suatu bangsa terletak di tangan pemuda. Islam memiliki aturan yang jelas dan tegas dalam mengatur kepemilikan. Sehingga dengan sumber daya alam yang besar, akan mampu membiayai kebutuhan sekolah para siswa. Bukan fasilitas yang ala kadarnya, tetapi fasilitas yang terbaik.
Selain itu, Islam juga mengatur pembentukan dan penguatan individu yang berkualitas dan berakhlak mulia. Di mana kurikulum yang diterapkan adalah kurikulum berbasis akidah Islam di setiap jenjang pendidikan. Baik muslim dan nonmuslim bisa bersekolah di tempat yang sama. Sistem pendidikan Islam tidak menolak pemeluk agama lain. Kurikulum pendidikan Islam akan memastikan semua siswa mendapatkan hak yang sama untuk belajar. Islam bukan sekadar agama ritual, tetapi sebuah aturan hidup atau ideologi yang harus dipelajari karena mempelajari bagaimana aturan dalam kehidupan sehari-hari.
Sistem pendidikan Islam mendukung keilmuan dari para siswanya sehingga mampu menjadi sekelas pakar atau ahli di bidang yang digelutinya sehingga bisa menciptakan kehidupan yang berkualitas. Sejarah membuktikan bagaimana pelayanan pendidikan dalam peradaban islam yang pernah berjaya. Pada masa bani Abbasiyah (750-1258 M/ 132-656 H), disediakan pelayanan pendidikan gratis yang bisa dirasakan oleh muslim dan non Muslim. Di antaranya di wilayah kekuasaan pemerintahan Nizam al Mulk, perdana menteri Saljuk (1065-1067 M) mendirikan Madrasah Nizamiyah yang gratis bagi setiap orang dan merupakan rintisan lembaga pendidikan formal pertama yang menggunakan sistem manajemen sekolah dan menjadi cikal bakal model pendidikan modern di Barat. Masih banyak lagi madrasah di era Islam.
Tinta emas mencatat bahwa di masa peradaban Islam juga banyak sarana pendidikan disediakan. Berbagai fasilitas lengkap yang menunjang siswa dalam menuntut ilmu, baik asrama, tempat makan, taman yang besar, kamar mandi, laboratorium, dsb. bisa dinikmati gratis, tanpa perlu mengeluarkan uang. Gaji guru dalam pendidikan Islam juga sangat layak. Walhasil, siswa dan pemuda yang belajar tidak akan malu jika tidak memiliki uang. Mereka bisa fokus untuk belajar. Kondisi itu akan terwujud kembali ketika kaum muslim mau menerapkan Islam dalam naungan Khilafah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya.