
Oleh: Raihun Anhar, S.Pd.
(Mahasiswi Pascasarjana UIKA, Bogor)
Linimasanews.id—Selain Ramadhan, terdapat empat bulan haram (mulia) lain yakni Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Rajab sering disebut bulan menanam, dimana membiasakan diri untuk melakukan amal-amal sholih hingga menjadi terbiasa. Sya’ban adalah bulan menyiram, yang bisa diartikan sebagai lanjutan untuk terus beramal sholih hingga Ramadhan (bulan memanen hasil dari amal sholih).
Namun, tahukah kamu apa saja peristiwa penting dibulan Rajab? Peristiwa yang sudah familiar adalah Isra Mi’raj yang selalu diperingati setiap 27 Rajab. Peristiwa lain adalah kemenangan dalam Perang Tabuk yang dipimpin oleh Rasulullah saw. melawan Romawi, 27 Rajab 583 Salahuddin Al-Ayyubi, menang dalam perang Hattin dan membebaskan Al Quds, Palestina. Ada juga peristiwa besar di tanggal 27 Rajab 1342, yaitu runtuhnya Daulah Islam. Apa itu Daulah Islam? Daulah Islam adalah Negara yang menerapkan aturan yang berdasarkan Alquran dan Sunnah dan mengikuti metode kenabian.
Kaum muslim sejak Rasulullah saw. hijrah ke Madinah, mereka hidup dengan aturan Islam hingga 27 Rajab 1342 atau 3 Maret 1924. Berada di bawah satu kepemimpinan Islam. Setelah 1924, kaum muslim terpecah belah oleh nasionalisme sehingga muncul banyak negara muslim yang sekuler. Perpecahan kaum muslim menjadi petaka untuk umat.
Gaza sebagai bukti ketiadaan kepemimpinan Islam, tak ada yang membebaskan mereka sebagaimana Khalifah Umar bin Khattab dan Salahuddin Al-Ayyubi. Berulang kali mereka minta tolong “where are they (muslim countries)?” Namun, tak ada langkah nyata penguasa-penguasa muslim untuk membebaskannya. Padahal mereka banyak, tetapi karena paham sekular yang dianut, hadis Nabi saw. tidak diindahkan. “Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya.” (HR. Muslim, no. 49). Mereka justru lebih takut dengan dengan penjajah.
Konflik Berkepanjangan Gaza, Akibat Terpecah Belahnya Kaum Muslim
Sejak Baitul Maqdis/Palestina diberikan kepada Khalifah Umar bin Khattab oleh Pendeta Sophronius, negeri tersebut tetap hidup damai di bawah komando Islam. Negeri ini pernah dikuasai bagi umat Nasrani dan Yahudi, tetapi hanya Islam yang bisa menjaganya dengan baik, tidak pernah terjadi pertumpahan darah umat manusia yang tidak bersalah.
Pertumpahan darah terjadi ketika muncul benih perpecahan di tengah kaum muslim, seperti yang terjadi pada 1092 M, para Sultan saling berebut kekuasaan, seperti Tutus dan anak-anak Sultan Malikshah, setelah wafatnya Sultan Malikshah di tahun tersebut.
Melihat perpecahan ini, Raja Byzantium, Alexius I meminta bantuan Paus di Eropa untuk menyerukan Perang Salib pada tahun 1095 M. Sebelumnya Byzantium telah kalah melawan Islam di bawah pimpinan Sultan Aip Arselan pada 1071 M. Sehingga Raja Alexius ingin balas dendam. Awalnya pasukan salib pertama (Rom People Crusade) mampu dikalahkan oleh Sultan Kilij Arselan. Tetapi perang salib kedua, Kilij sibuk berperang dengan Kesultanan Danismen, akhirnya pasukan salib berhasil merebut kota Nicaea, Edesa, dan Anboch.
Tentara Salib juga berhasil menguasai Baitul Maqdis dengan membantai tujuh puluh ribu nyawa selama bulan Rajab hingga Sya’ban (7 hari sebelum Ramadhan) pada 1099 M. Mereka mendirikan Kingdom of Yerusalem, kemudian berusaha merebut Damaskus yang dipimpin oleh Nuruddin Zanki, tetapi gagal. Saat Nuruddin wafat, mereka berusaha lagi, tetapi kalah dengan Salahuddin al Ayyubi dalam perang Hattin pada 27 Rajab 583. Perang Salib kembali digaungkan lagi, tetap mereka tetap menelan kekalahan dan berakhir pada 1192 M.
Kekalahan tentara Salib dalam medan perang karena kaum muslim kembali bersatu di bawah komando Islam. Dari kekalahan inilah, kafir Eropa vakum berperang. Mereka menyadari bahwa umat Islam tidak bisa dikalahkan dengan peperangan fisik. Akhirnya mereka menggantinya dengan cara penjajahan baru, yakni dengan perang pemikiran melalui misionaris dan nasionalisme.
Perang pemikiran ini dilakukan lewat pendidikan selama (1600-1924 M). Melalui strategi ini, akhirnya mereka berhasil memecah belah kesatuan umat Islam dengan memisahkan Arab dari Daulah Utsmani, yang akhirnya kita kenal dengan Arab Saudi. Turki juga akhirnya mendeklarasikan diri sebagai Negara sekular dan menghapuskan kekhilafahan oleh Mustafa Kemal pada 27 Rajab 1342 H.
Selanjutnya, Negeri Syam dibagi menjadi tiga negara, yakni Palestina, Suriyah, dan Libanon. Baghdad ibukota Daulah Abbasiyah berubah menjadi Irak. Termasuk Indonesia dan beberapa wilayah di Asia yang juga ikut mendeklarasinya dirinya menjadi sebuah negara setelah runtuhnya Daulah Islam. Inilah puncak perpecahan kaum muslimin melalui ide nasionalisme.
Kemudian, Zionis sejak 1948 mendirikan Israel di atas wilayah Palestina melalui bantuan Eropa melalui perjanjian Sykes-Picot dan perjanjian Balfour kemudian dibantu oleh PBB. Mereka datang ke Palestina, kemudian mengusir penduduk asli dan membangun pemukiman ilegal. Sejak itu, mereka terus melakukan genosida kepada penduduk Gaza hingga kini.
Urgensi Persatuan Umat dalam Kepemimpinan Islam
Perpecahan telah membawa petaka bagi umat Islam. Baitul Maqdis sebagai kiblat pertama kaum muslim, namun untuk sholat di sana harus meminta izin pada Zionis sebagai penguasa di sana. Tentu kondisi ini memilukan. Oleh karena itu, Baitul Maqdis harus dibebaskan, dikembalikan ke pangkuan kepemimpinan Islam. Dengan demikian, tercipta perdamaian dan umat Islam dapat sholat di dalam Baitul Maqdis tanpa harus meminta izin.
Maka dati itu, bulan Rajab seharusnya menjadi momentum persatuan hakiki umat Islam. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Baginda Nabi Saw dan diikuti oleh para khalifah. Setelah Perang Tabuk dan wafatnya Nabi saw, para sahabat dan tabiin, tabiut tabiin tetap lanjutkan perjalanan menuju Syam dan terjadi beberapa pertempuran di bawah komando Usamah bin Zaid, Khalid bin Walid, Amru bin Ash, dan Nuruddin Zanki, dan Sahaddin Al Ayyubi. Hal itu dilakukan untuk membebaskan kiblat pertama kaum muslim.
Oleh karena itu, di bulan Rajab, dengan semangat perang Tabuk dan Hattin, kita harus mengembalikan Baitul Mawdis ke pangkuan Islam. Rasulullah saw. telah berjuang membebaskan Syam melalui Perang Tabuk melawan Romawi (penguasa Syam waktu itu). Para sahabat melanjutkan hingga akhirnya Syam diberikan dengan sukarela. Begitu pula dengan Sultan Nutuddin Zanki dan Salahuddin yang telah membebaskannya kembali setelah Syam direbut oleh tentara salib dari pangkuan umat Islam. Sekarang saatnya kita yang membebaskan Syam dari Zionis. Kalau bukan kita siapa lagi? Kalau bukan sekarang kapan lagi?