
Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I.
(Pemerhati Sosial dan Media)
“Bencana erosi selalu datang menghantui,
Tanah kering-kerontang banjir datang itu pasti
Isi rimba tak ada tempat berpijak lagi
Punah dengan sendirinya akibat rakus manusia.” Iwan Fals (Musisi)
Linimasanews.id—Penggalan lagu Iwan Fals di atas menjadi sebuah satire yang ditujukan sebagai bentuk kritik terhadap para penguasa yang dianggap gagal mengelola kekayaan negeri ini. Kegagalan negara semakin tampak jelas dengan adanya bencana alam sistemik akibat eksploitasi alam secara berlebih. Salah satunya bencana banjir yang terus datang setiap tahunnya.
Dilansir oleh cnnindonesia.com (04/01/25), bencana banjir bandang terjadi di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, dilaporkan satu orang meninggal dunia dan tiga warga mengalami luka-luka. Terkini, sebagaimana dilansir oleh
cnnindonesia.com (11/01/25), Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan bencana hidrometeorologi terjadi di sejumlah wilayah Indonesia, mulai dari Sumatera hingga Nusa Tenggara Barat (NTB).
Selain itu di Pulau Sumatra, hujan deras mengakibatkan banjir yang meluas ke berbagai wilayah. Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan, menjadi salah satu daerah yang terdampak cukup parah. Sementara itu, di Provinsi Riau tepatnya Kecamatan Tenayan Raya, Kota Pekanbaru, banjir terjadi akibat pasang surut air laut yang menyebabkan Sungai Siak meluap.
Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, curah hujan tinggi menyebabkan Sungai Way Laay meluap dan menggenangi 50 rumah warga pada Jumat (10/1). Meski banjir di wilayah ini telah surut, aliran listrik masih terganggu, dan BPBD setempat terus berkoordinasi untuk memperbaiki kondisi di lapangan.
Di Pulau Jawa sendiri, beberapa daerah mengalami bencana banjir, longsor, dan angin kencang. Di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, banjir bandang melanda Kecamatan Cipari dengan ketinggian air mencapai 50 sentimeter pada Jumat (10/1). Air yang meluap dari Sungai Cipaingan merendam 12 rumah dan satu ruas jalan provinsi. Sehingga sebagian warga terpaksa mengungsi ke Masjid Asakhanah.
Hujan yang seharusnya bisa membawa berkah bagi manusia kini nyatanya menjadi salah satu yang mesti diwaspadai karena tak jarang justru bisa membawa musibah. Terlebih saat ini Indonesia tengah berada pada musim penghujan, di mana curah hujan menjadi relatif lebih banyak, akibatnya hujan bisa berubah menjadi malapetaka yang siap mengancam manusia. Kita tahu bahwa Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki dua musim yaitu musin kemarau dan hujan.
Dengan begitu, sudah seharusnya pemerintah negeri ini bisa lebih matang dalam mempersiapkan mitigasi bencana yang terjadi setiap musimnya. Namun nyatanya, permasalahan bencana tahunan ini masih saja menjadi masalah dan PR bagi pemerintah baik pusat maupun daerah. Hal ini seolah menandakan ada kesalahan yang belum tuntas yang menjadi penyebab terjadinya bencana, mengingat bencana ini terjadi berulang kali.
Bencana Berulang Akibat Penerapan Sistem Kapitalisme
Allah menciptakan alam beserta kekayaannya untuk manusia, agar manusia bisa mempelajari dan memanfaatkan kekayaan alam tersebut. Tujuannya agar manusia bisa mengelola alam sesuai kebutuhannya, namun sayangnya, pengelolaan yang dilakukan manusia dalam sistem kapitalisme saat ini dilakukan jauh dari hukum syariat Islam. Saat ini, sistem kapitalisme mendorong manusia melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam yang ada, tanpa mengindahkan lingkungan dan alam sekitar.
Hal ini wajar, karena negara dengan sistem kapitalisme menerapkan sistem ekonomi liberal yang melegalkan siapa pun (yang memiliki modal) menguasai dan mengeksploitasi alam. Akhirnya para investor, oligarki dan korporasi baik swasta lokal maupun internasional berlomba-lomba melakukan pembangunan, melakukan deforestasi, dan alih fungsi lahan demi kepentingan pribadi tanpa mempertimbangkan dampak kerusakan lingkungan yang akan terjadi.
Pembangunan kapitalistik cenderung abai pada dampak yang akan memengaruhi kehidupan manusia maupun keseimbangan alam. Pembangunan yang dilakukan bahkan cenderung pada keuntungan bisnis semata. Hal semacam tentu ini akan terus terjadi selama negara ini masih menggunakan sistem kehidupan kapitalisme liberal yang dibangun atas asas sekularisme yakni pemisahan agama dari kehidupan manusia.
Selain itu, negara saat ini juga terkesan abai terkait tata kelola pembangunan, padahal sejatinya negara menjadi instrumen utama dalam kontrol tersebut. Hal ini lumrah terjadi, mengingat negara dengan sistem kapitalis hanya berorientasi pada keuntungan dan cenderung lalai atas dampak yang menimpa lingkungan termasuk tata kelola kota secara keseluruhan dalam berbagai bentuk, seperti pembangunan wilayah perkotaan, daerah tujuan pariwisata, alih fungsi lahan dan sebagainya.
Alhasil, kerusakan terjadi di mana-mana, menimpa siapa saja termasuk alam, musim penghujan datang maka banjir pun mengancam. Namun, ketika bencana banjir melanda, yang disalahkan justru curah hujan yang tinggi, seolah tak mau introspeksi dan evaluasi atas kesalahan yang terjadi. Di satu sisi, negara juga cenderung lamban dalam melakukan mitigasi bencana, sehingga rakyat harus terus menjadi korbannya.
Saatnya Kembali pada Solusi Islam
Bencana yang terus datang secara berulang di negeri ini bisa jadi bukanlah sebuah peristiwa alam semata, melainkan akibat ulah tangan manusia yang tidak amanah dalam menjalankan perintah Allah di bumi. Hal ini selaras dengan firman Allah Ta’ala dalam surah Ar-Rum (30) Ayat 41, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Setiap pelanggaran terhadap syariat Allah merupakan sebuah kemaksiatan. Kemaksiatan demi kemaksiatan dilakukan oleh manusia, tanpa disadari kemaksiatan-kemaksiatan yang dilakukan tersebut berdampak pada rusaknya kehidupan manusia dan alam sekitar. Oleh karena itu, sudah saatnya umat kembali pada syariat Islam yang mampu menjadi solusi dari segala permasalahan yang ada, termasuk persoalan bencana. Sistem Islam dengan institusi Khilafah akan menjaga umat manusia, kelestarian alam dan lingkungan, sehingga bisa terwujud Islam yang rahmatan lil’alamin.
Dengan penerapan Islam secara sempurna dan menyeluruh tersebut akan melahirkan ketakwaan individu dalam setiap individu masyarakat dalam Daulah Khilafah. Daulah Khilafah juga akan mewujudkan masyarakat yang Islami, yang terbiasa melakukan aktivitas amar makruf nahi munkar di tengah-tengah umat. Dengan begitu, tidak akan ada kelompok atau individu yang mengedepankan keuntungan pribadi atau kelompoknya dalam menguasai lahan, dikarenakan Khilafah akan mengatur sistem kepemilikan berdasarkan syariat Islam.
Selain itu, peran Khilafah adalah untuk menjalankan tugasnya yakni riayah suunil ummah (mengurus seluruh urusan umat). Khilafah akan menjalankan tugasnya secara penuh sebagai penanggung jawab atas masyarakat, sebagaimana hadis Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari,
“Kepala negara (imam/khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.”
Maka dari itu, negara dalam Islam wajib mengurus rakyatnya, termasuk dalam mencegah terjadinya musibah yang dapat dikendalikan. Pembangunan yang dilakukan dalam daulah Khilafah Islam memiliki kebijakan yang ramah lingkungan, menjaga dan melindungi keselamatan dan ketentraman hidup. Khilafah juga memiliki mekanisme yang mengatur pengelolaan kekayaan alam, tata kelola pembangunan kota, pengatur kepemilikan lahan, serta alih fungsi lahan sesuai kebutuhan, sehingga pengelolaannya tepat dan bermanfaat untuk umat.
Khilafah akan mengimbau masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan, dan tegas melarang rakyatnya untuk membuang sampah sembarangan. Upaya-upaya ini dilakukan agar wilayah dalam daulah bisa terbebas dari bencana banjir. Selain itu, upaya mitigasi bencana yang dilakukan pemerintah adalah dengan dua cara, yakni dengan cara mencegah masyarakat dari bencana (pra-bencana), salah satunya yaitu dengan memetakan daerah-daerah yang berpotensi rawan banjir, membangun waduk, bendungan, kanal atapun tanggul, melakukan pemeliharaan dan perawatan daerah aliran sungai dari pendangkalan, mengupayakan reboisasi, serta mengatur tata kota dengan drainase yang baik dan sesuai amdal.
Khilafah juga akan sigap dan cepat tanggap ketika terjadi musibah atau bencana. Tim SAR yang andal dengan perlengkapan yang canggih akan dibentuk oleh Khilafah guna mengevakuasi korban. Khilafah juga akan melakukan riayah serta mental recovery terhadap masyarakat yang menjadi korban, agar masyarakat yang terdampak bencana terhindar dari trauma.
Setelah itu, Khilafah akan membenahi dan membangun kembali daerah-daerah yang terdampak bencana. Demikianlah cara Khilafah dalam melakukan mitigasi bencana salah satunya bencana banjir, sehingga musibah yang sama tidak harus terulang setiap waktunya. Wallahu a’lam bi ash-shawab.