
Oleh: Ita Ummu Maiaa
Linimasanews.id—Fenomena pergaulan bebas saat ini sangatlah menyayat hati. Bisa-bisanya sampai hati seseorang dengan mudahnya menghilangkan nyawa orang lain. Sebagaimana yang terjadi pada remaja di Lamongan, nyawanya berakhir dengan tragis di tangan temannya sendiri hanya karena menolak perasaan cinta yang diutarakan oleh temannya.
Dilansir Kompas.com (17/1), pembunuhan yang terjadi pada Jumat (10/1/2025) itu, menurut keterangan polisi, direncanakan dan dilakukan di lokasi penemuan jasad. “Korban adalah teman pelaku, dan pembunuhan sudah direncanakan dijemput dan dibawa ke lokasi,” ungkap AKBP Bobby. Polisi menyebutkan, motif pembunuhan berawal dari penolakan cinta, pelaku membunuh korban setelah perasaannya ditolak.
Jangan Anggap Sepele
Rasa suka terhadap lawan jenis pada usia remaja merupakan hal normal dan fitrah. Hanya perlu diarahkan. Setelah rasa suka itu muncul, apa yang dilakukan? Apakah harus diutarakan kepada yang bersangkutan sampai mendapatkan diterima atau ditolak ataukah mengalihkan rasa suka tadi kepada aktivitas-aktivitas produktif agar rasa suka itu tidak mendominasi dirinya yang malah akan menghambat produktivitas hidupnya?
Stimulan dari luar mengenai rasa cinta ini begitu luar biasa. Pergaulan sekeliling remaja amat berpengaruh, seperti normalisasi pacaran, film, gim dan sebagainya. Dampaknya, muncul dorongan penasaran, ingin tahu, mencoba, lalu mengikutinya, baik disadari ataupun tidak.
Seharusnya hal ini menjadi perhatian bagi penguasa agar tidak menyepelekan masalah syahwat remaja. Sebab, mereka adalah generasi penerus bangsa, estafet perjuangan dan peradaban. Pada usia remaja, optimalisasi energi, kesempatan belajar, dan suka mencoba hal-hal yang baru adalah sesuatu yang seharusnya diarahkan pada hal-hal yang positif. Karena itu, perlu perhatian dari berbagai pihak, termasuk negara.
Pendidikan memberikan pengaruh yang besar pada pola fikir dan pola sikap. Pendidikan di keluarga, masyarakat, dan negara haruslah bersinergi agar bisa mencetak remaja-remaja yang produktif, mempunyai aktivitas-aktivitas yang positif, serta memahami konsep diri dan tujuan hidupnya.
Di ranah pendidikan keluarga, seharusnya sejak dini anak mendapatkan kasih sayang, teladan, serta pendidikan yang baik dari orang tua dan keluarganya. Dengan begitu, ketika memasuki usia remaja anak tidak mudah terjerumus pada aktivitas-aktivitas negatif.
Di samping itu, masyarakat mesti mempunyai kesadaran umum untuk tidak menormalisasi kemaksiatan, seperti pacaran, zina, dan sebagainya. Mesti ada kontrol dengan saling menasihati dalam kebaikan.
Sementara itu, pada ranah negara sebagai penyelenggara pendidikan, negara harus menerapkan kurikulum yang jelas, menyiapkan guru, sarana dan prasarana yang memadai, mencegah konten-konten yang tidak baik di media sosial, dan sebagainya.
Negara mesti melaksanakan kewenangannya untuk mengelola sumber daya alam dengan benar agar manfaatnya dirasakan oleh rakyat. Dengan begitu, kebutuhan komunal rakyat berupa pendidikan, kesehatan, listrik, air dan sebagainya bisa terpenuhi dengan mudah dan murah. Begitu pun dengan kebutuhan individunya, seperti sandang, pangan, dan papan.
Alhasil, mengarahkan syahwat remaja ke arah yang benar butuh solusi yang komprehensif. Tidak cukup hanya dengan memberikan tugas-tugas yang padat di sekolah, mengekang pergaulannya dengan berbagai aturan-aturan, ataupun dengan mengabaikan perasaan dan keingintahuannya yang besar.
Solusi Hakiki
Islam telah mengajarkan penanaman akidah Islam sejak dini. Dengan mengajak anak mengenali Pencipta dan dirinya. Dengan demikian, ketika remaja mereka memiliki pemahaman bahwa dirinya adalah hamba yang diciptakan untuk menjalankan aturan-aturan dari Sang Pencipta sebagai bentuk kasih sayang kepada dirinya.
Anak juga dipahamkan akan berbagai aturan dari Allah, Sang Pencipta. Beberapa aturan dari Allah, di antaranya tentang batasan aurat laki-laki dan perempuan, larangan untuk berdua-duaan dan campur baur laki-laki dan perempuan tanpa alasan syar’i. Pemahaman akan syariat batasan interaksi lawan jenis ini menjadikan cara pandang terhadap lawan jenis tidak selalu karena syahwat.
Dalam Islam, penyaluran syahwat terhadap lawan jenis hanya dengan pernikahan. Syariat menetapkan demikian untuk melestarikan keturunan. Ketika belum waktunya menikah, rasa suka terhadap lawan jenis dialihkan pada hal-hal yang positif, seperti olahraga, berdiskusi, dan sebagainya.
Aturan-aturan tersebut akan bisa diterima lalu diamalkan oleh seseorang ketika sudah tertanam akidah Islam terlebih dahulu. Karena itu, sangat penting memberikan penguatan akidah pada remaja, memberikan ruang diskusi pada mereka seluas-luasnya, serta mengarahkan pemikiran mereka kepada pemikiran Islam.