
Oleh: Umul Asminingrum, S.Pd. (Praktisi Pendidikan)
Linimasanews.id—Kampus seharusnya menjadi tempat belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan, bukan ladang bisnis. Namun, belakangan muncul wacana agar perguruan tinggi ikut mengelola tambang. Gagasan ini masih berupa usulan, tetapi sudah menimbulkan perdebatan. Ada pihak yang setuju, ada juga yang menolak dengan alasan khawatir akan mengalihkan fokus tujuan pendidikan.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mendukung usulan agar perguruan tinggi dapat mengelola tambang. Menurut mereka, langkah ini dapat meningkatkan peran kampus dalam penelitian dan pengembangan di sektor pertambangan (Detik.com, 24/01/2025).
Kampus Makin Salah Arah
Industri pendidikan yang makin komersial berpotensi mengubah kampus dari lembaga pendidikan menjadi entitas bisnis yang fokus pada pencarian keuntungan. Dengan adanya otonomi kampus melalui status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH), kampus dituntut untuk mandiri dalam mengelola sumber daya finansial. Meskipun tujuan awalnya adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan, praktik kelola tambang justru berisiko mengaburkan tujuan utama pendidikan itu sendiri. Yakni, menciptakan ruang bagi perkembangan intelektual dan sosial yang kritis.
Kampus seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan sosial. Dengan kebijakan yang diwacanakan ini, malah bisa terjebak dalam dinamika ekonomi, lebih mengutamakan keuntungan daripada kepentingan masyarakat. Disorientasi ini membawa dampak besar pada arah pendidikan. Pendidikan menjadi lebih berorientasi pada komersialisasi, bukan pada misi mulia untuk membangun karakter bangsa, melalui pengajaran yang bebas dari pengaruh kapitalisme.
Keputusan untuk menyerahkan pengelolaan tambang kepada kampus juga mencerminkan disfungsi negara dalam menjalankan peran utamanya sebagai ra’in (pemimpin) dan junnah (pelindung), yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan publik. Seharusnya, negara memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa sektor-sektor vital, seperti pendidikan dan pengelolaan sumber daya alam dikelola dengan prinsip keadilan, keberlanjutan, dan transparansi demi kepentingan rakyat.
Alih-alih menjalankan fungsi tersebut, kini negara justru menyerahkan pengelolaan tambang kepada kampus yang berpotensi menjadi entitas bisnis. Dalam hal ini, negara tidak hanya gagal menyediakan pendidikan yang merata dan berkualitas, tetapi juga gagal mengelola sumber daya alam yang seharusnya menjadi milik rakyat untuk kesejahteraan bersama.
Akibat Kapitalisme
Kampus yang berorientasi pada pengejaran materi merupakan dampak langsung dari penerapan sistem kapitalisme dalam pendidikan. Dalam sistem ini, biaya pendidikan sering kali dibebankan kepada orang tua atau individu. Hal ini menjadikannya beban yang berat dan menutup peluang bagi masyarakat miskin untuk mengakses pendidikan tinggi.
Sistem ini mengedepankan aspek ekonomi, mengubah kampus menjadi lembaga yang lebih fokus pada keuntungan daripada pembentukan karakter dan kualitas intelektual. Padahal, kampus sebagai institusi pendidikan tinggi seharusnya memiliki misi yang lebih mulia, yakni membentuk generasi intelektual yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki kepribadian luhur dan mampu berkontribusi positif untuk umat dan masyarakat.
Kembali pada Islam
Dalam sistem Islam, pendidikan tidak perlu bergantung pada kerja sama dengan korporasi tambang yang justru membuka celah eksploitasi dan komersialisasi akademik. Dalam Islam, negara yang bertanggung jawab penuh atas pembiayaan pendidikan akan memastikan bahwa perguruan tinggi tetap menjadi lembaga keilmuan murni yang berorientasi pada pengembangan ilmu untuk kemaslahatan umat, bukan kepentingan bisnis.
Melalui pengelolaan tambang oleh negara, hasilnya dapat dialokasikan untuk mendukung riset, meningkatkan kualitas pengajaran, serta menjamin akses pendidikan tinggi yang gratis dan bermutu bagi seluruh rakyat. Inilah solusi hakiki yang mampu menghilangkan konflik kepentingan dan menegakkan keadilan dalam dunia pendidikan.
Oleh karena itu, sebagai insan yang berpikir, sudah seharusnya kita melirik dan kembali kepada sistem buatan Sang Pencipta (sistem Islam). Hanya dengan menerapkan aturan-Nya, pengelolaan sumber daya alam, termasuk pertambangan, dapat berjalan dengan adil dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat tanpa adanya eksploitasi atau komersialisasi pendidikan. Sistem Islam tidak hanya membawa kebaikan dan keberkahan di dunia, tetapi juga menjadi jalan keselamatan di akhirat.