
Oleh. Noviya Dwi
Linimasanews.id—Perombakan sistem penerimaan siswa baru akan diberlakukan ketika ajaran baru 2025/2026 mendatang. Sebelumnya, Penerimaan Peserta Didik Baru(PPDB) menggunakan sistem zonasi. Sistem ini akan diganti dengan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Apakah lebih efektif? Atau hanya sekadar otak-atik nama saja.
Merombak Sistem Penerimaan Siswa
Sistem penerimaan siswa baru akan dirombak dengan sistem yang baru untuk menciptakan sistem penerimaan yang transparan, berakuntabilitas tinggi, objektif, dan lebih influsif bagi semua calon siswa. Fakta yang terjadi dalam sistem sebelumnya, PPDB dengan sistem zonasi yang bertujuan supaya tidak ada lagi kasta sekolah favorit dan sekolah biasa. Tetapi, justru banyak kecurangan baru, yakni ketimpangan kualitas sekolah, manipulasi domisili dan pembatasan pada hak orang tua dalam memilih sekolah untuk anaknya.
Dengan penerapan sistem SPMB, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, berjanji akan menyulam kekurangan pada sistem PPDB. Salah satunya mengubah sistem zonasi dengan sistem domisili yang mengacu pada wilayah siswa dan sekolah. Sistem ini diperuntukkan bagi calon siswa baru yang berdomisili di dalam wilayah administratif yang telah ditetapkan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa SPMB tetap akan mempertahankan empat jalur masuk, yakni jalur domisili yang akan menggantikan sistem zonasi, jalur afirmasi, jalur prestasi dan jalur mutasi. Inovasi baru SPMB salah satunya adalah pelibatan sekolah swasta dalam proses penerimaan siswa baru.
Hal ini dilakukan untuk calon siswa yang tidak mendapatkan tempat di sekolah negeri agar tetap bisa mengakses pendidikan yang berkualitas dan mengurangi kepadatan siswa di sekolah negeri yang kerap dipadati oleh peminat.
Tidak hanya pengalihan, tetapi biaya untuk siswa yang beralih ke sekolah swasta direncanakan ditanggung oleh pemerintah daerah.
Beberapa Inovasi baru dalam sistem SPMB tentu diharapkan mampu berjalan sesuai dengan niatannya. Tak hanya cukup hanya memperbaiki dengan mengganti sistem, tetapi pemerintah perlu melakukan pembenahan yang lebih mengakar dan tegas untuk menutup celah praktik maladministrasi dan kecurangan yang kerap terjadi (tirto.id, 01/02/2025).
Mekanisme Sistem dengan Otak-Atik Regulasi
Alih-alih memperbaiki kondisi pendidikan di negeri ini, perubahan sistem ini hanya mengotak-atik kebijakan dan belum sampai menyentuh akar persoalan pendidikan yang ada. Sistem kapitalisme dalam sistem pendidikan ini menjadikan pendidikan dikapitalisasi sehingga tidak bisa diakses oleh semua rakyat. Layanan pendidikan hari ini bergantung pada jumlah modalnya, siapa yang memiliki uang, dia bisa mendapatkan pelayanan pendidikan yang terbaik dan berkualitas.
Sebaliknya, jika tidak memiliki cukup uang, dia hanya bisa bersekolah di tempat ala kadarnya, bahkan ada yang sampai putus sekolah. Konsep seperti ini justru menimbulkan kesenjangan distribusi sekolah di tengah masyarakat, belum lagi kurikulum pendidikan yang menginduk pada barat yang membuat kebijakan penerimaan siswa baru tidak berdasarkan Syariat. Akhirnya, anak-anak menjadi kelinci percobaan oleh kebijakan-kebijakan baru.
Sekadar perubahan nama saja tidak ada artinya jika tanpa upaya yang nyata untuk mewujudkan pemerataan sarana pendidikan. Apalagi dalam sistem kapitalisme saat ini, kecurangan dan akal-akalan bekerja sama dalam keburukan sangat mudah dilakukan. Negara seharusnya fokus pada akar permasalahan, buruknya layanan pendidikan di negeri ini dalam semua aspek termasuk pemerataan pendidikan.
Islam Adalah Kunci Melahirkan Generasi Emas
Islam memandang pendidikan adalah hak setiap warga negara, baik yang kaya maupun yang miskin, pintar maupun yang tidak. Negara bertanggung jawab dalam memberikan layanan pendidikan yang gratis, terbaik, dan berkualitas. Pendidikan adalah layanan publik yang wajib diberikan oleh negara kepada rakyatnya. Kurikulum pendidikan harus berasaskan akidah Islam yang bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam.
Pengaturan jenjang sekolah berdasarkan usia anak dan waktu baligh yang sangat unik dan memberikan pengaruh yang luar biasa kepada generasi. Anak-anak sedari sekolah akan dididik sesuai dengan beban usia mereka sehingga mereka siap menjadi mukallaf dan siap menjalani amanah kehidupan seperti yang Allah perintahkan. Inilah mengapa Khilafah mampu melahirkan generasi emas yang begitu luar biasa memimpin umat. Peradaban dalam sistem pendidikan Islam, jumlah seluruh periode sekolah dari Ibtidaiyah dan Tsanawiyah adalah 36 periode berlangsung secara berurutan.
Masing-masing periode 83 hari lamanya. Dalam satu tahun hijriah dibagi menjadi 4 periode waktu yang sama. Mekanisme ini membuat penerimaan murid baru berlangsung setiap 3 bulan sekali. Seorang anak bisa masuk sekolah ketika usianya genap 6 tahun tanpa mengambil cuti. Dia pun bisa menyelesaikan masa belajarnya saat usinya genap 15 tahun. Atau jika dia mengambil cuti, maka dia bisa menyelesaikan belajarnya hingga umur 18 tahun. Mereka juga diberi pilihan antara mendaftarkan diri pada akademi-akademi kejuruan atau kembali mengikuti ujian umum seperti yang telah dilaluinya sampai berhasil agar dapat mendaftarkan diri pada perguruan tinggi.
Maka pada sistem periodik di sekolah tersebut, setiap murid diperhatikan perbedaan kemampuan individualnya yang bertujuan untuk efisiensi waktu belajar dan prestasi yang mereka miliki. Adapun untuk melaksanakan sistem periodik sekolah di pedesaan terpencil, Khilafah akan membangun kompleks sekolah-sekolah umum di antara pedesaan tersebut. Khilafah juga menyediakan sarana transportasi antar jemput bagi siswa ke rumah-rumah mereka.
Jadi, dalam Khilafah instansi pendidikan anak-anak dan orang tua tidak perlu khawatir terkait urusan penerimaan murid baru, di samping mekanismenya jelas. Khilafah juga menyediakan sekolah sesuai dengan kebutuhan wilayah. Sekolah dalam negara Khilafah gratis bagi semua anak-anak, baik kaya maupun miskin. Sebab, pendidikan dalam Khilafah termasuk kebutuhan dasar publik yang wajib ditanggung oleh negara. Demikianlah pelaksanaan dan mekanisme penerimaan siswa baru dalam bingkai Khilafah. Wallahu a’lam bishawab