
Oleh: Sumiati (Pendidik Generasi dan Member AMK)
Linimasanews.id—Cek kesehatan gratis untuk masyarakat yang berulang tahun resmi dimulai. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyiapkan 10.000 pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan 20.000 klinik swasta untuk cek kesehatan gratis (kompas.com, 2/2/2025).
Ada pun kelompok masyarakat yang dapat mengikuti cek kesehatan gratis saat ulang tahun adalah bayi baru lahir usia dua hari, balita dan anak pra-sekolah usia 1-6 tahun, dewasa usia 18-59 tahun dan lansia mulai dari usia 60 tahun. Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan pedoman pelaksanaan skrining kesehatan gratis saat ulang tahun melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK. 01.07/MENKES/33/2025.
Kebijakan ini seolah pro rakyat di tengah berbagai kebijakan yang membawa kezaliman yang jauh lebih besar, seperti kenaikan harga listrik, gas, BBM, dan susahnya mendapatkan pelayanan publik yang menjadi hak rakyat. Kebijakan ini makin terasa sebagai kebijakan populis di tengah realitas pelayanan kesehatan di Indonesia hari ini. Di antaranya, kurang fasilitas kesehatan (faskes) terlebih di daerah 3T, juga kurangnya sumber daya manusia (SDM), dan sarana prasarana. Belum lagi terkait infrastruktur untuk mencapai fasilitas kesehatan.
Memang benar, pelaksanaan dilakukan secara bertahap. Akan tetapi, melihat tingginya angka korupsi dan keberpihakan pembangunan untuk kalangan tertentu, rawan berbagai persoalan yang akan menghambat terwujudnya program ini. Terlebih sistem hari ini menggunakan sistem kapitalis yang jelas membuat peran negara hanya sebagai fasilitator dan regulator. Sumber pemasukan negara dalam sistem ini pun berasal dari utang dan pajak, ada banyak risiko gagalnya program untuk rakyat ini. Kalaupun tetap berjalan, rakyat mendapatkan tambahan beban.
Sedangkan dalam sistem Islam, kesehatan merupakan layanan publik dan hak warga negara, baik kaya mau pun miskin, muslim maupun nonmuslim. Ini adalah sebagai wujud peran negara sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (perisai). Dalam Islam, seorang kepala negara (khalifah) bertanggung jawab atas nasib rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (khalifah) itu adalah pengurus rakyat dan hanya dia yang bertanggungjawab atas rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam Islam, pembiayaan kesehatan berasal dari Baitulmal bagian kepemilikan umum. Negara (khilafah) memiliki sumber pemasukan yang sangat besar, sehingga akan mampu memenuhi kebutuhan biaya pemeliharaan kesehatan rakyat. Negara juga sangat memperhatikan upaya promotif/preventif sehingga upaya optimal ini akan mampu menekan angka masyarakat yang sakit. Konsep layanan mudah, cepat dan profesional, akan menjadi pedoman negara dalam memberikan layanan kesehatan pada rakyat, sehingga rakyat mendapatkan pelayanan terbaik.
Di masa Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik, ia mendirikan fasilitas kesehatan di Damaskus, Suriah dengan nama rumah sakitnya, Al-Walid. Berbagai fasilitas lengkap ada di dalamnya, seperti ruang operasi, ruang perawatan, perpustakaan, alat bedah canggih pada masanya, tenaga medis yang terlatih dan berpengalaman. Selain itu, perhatian pada kebersihan dan sanitasi juga besar, penggunaan obat-obatannya alami dan efektif.
Realitas itu menunjukkan, sistem khilafah dapat menangani persoalan kesehatan dengan efektif dan mampu memastikan masyarakatnya memiliki akses yang mudah ke layanan kesehatan yang standar, serta memanusiakan manusia. Oleh karena itu, hanya sistem Islam (khilafah) yang layak diterapkan.