
Oleh: Nora Afrilia, S.Pd. (Aktivis Muslimah)
Linimasanews.id—Dunia sosial media hari ini amat lekat layaknya urat nadi bagi generasi muda. Bahkan arah hidup mereka cenderung dipengaruhi oleh perkembangan digitalisasi saat ini. Apalagi jangkauan dunia luar dapat diakses dalam hitungan detik. Gejolak sukses instan sepertinya membara dalam diri mereka. Sejalan dengan lirik lagu, “Masa muda, masa yang berapi-api …” yang maunya memang sendiri. Tak pernah mau mangalah…”
Berkembangnya tren #KaburAjaDulu di platform media X dan Instragram menunjukkan gambaran bagaimana masa depan menurut generasi muda hari ini. Tren #KaburAjaDulu menyeruak di tengah generasi muda usia produktif. Diketahui, seorang warganet lewat akun Threads, @yo****mitro menganalisis lebih banyak pengguna tagar #KaburAjaDulu ingin pindah ke Singapura, Amsterdam, Tokyo, Berlin, dan Dubai. Sementara berdasarkan berita sebelumnya, lebih dari 100.000 orang tercatat mengikuti acara Study and Work Abroad Festival Juli-Agustus 2024 yang memberi informasi beasiswa ke luar negeri.
Di sisi lain, data Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham menunjukkan, sebanyak 3.912 WNI usia 25-35 tahun memilih menjadi warga negara Singapura pada 2019 hingga 2022 (kompas.com, 05/02/2025).
#KaburAjaDulu memang sedang viral di kalangan usia muda, karena melihat ketidakseimbangan situasi politik ekonomi di Indonesia. Dengan adanya tren tersebut, biasanya akan diikuti oleh informasi kemudahan mendapatkan lowongan pekerjaan, beasiswa pendidikan yang mungkin saja mudah diakses hanya dengan kelengkapan data saja.
Generasi Muda Tak Peduli Negeri
Keberlangsungan peradaban bergantung pada kualitas generasi mudanya. Jikalau kita perhatikan di beberapa negara maju, ketika pemimpin negerinya berusaha mengatur aspek penting di dalam negeri, misal kedisiplinan, kreativitas, militer, sangat mudah bagi generasi di negeri tersebut untuk mematuhinya. Karena negeri tersebut peduli dengan generasinya. Demi tujuan tersebut, negera memberikan fasilitas untuk belajar dan melatih diri.
Namun perlu diingat, semuanya bisa tercapai, karena memang negeri tersebut mengejar asas perkembangan materi semata, bukan rida Allah Swt. Yang Maha Menciptakan negeri ini.
Sistem demokrasi ini tegak dengan asas kapitalisme semata. Hal utama yang dikejar pemimpin negeri ini hanyalah ketenaran dalam memimpin dan untung materi bagi diri dan kelompoknya semata. Padahal, jika negeri ini diurus dengan melibatkan Al-Qur’an dan sunnah dalam memutuskan kebijakannya tentu generasi muda tidak sampai ingin kabut dari negeri khatulistiwa ini.
Terlebih adanya pemikiran Brain drain atau bisa diartikan sebagai pengembangan intelektualitas ke luar negeri demi mendapatkan kualitas hidup sesuai perkembangan negera maju. Hal tersebut terlebih dahulu telah dicontohkan oleh BJ Habibie dan diikuti oleh beberapa anak negeri lainnya. Generasi seolah melihat hanya ada kepesimisan terhadap negeri ini karena kualitas pendidikan, situasi politiknya yang senantiasa tiada kestabilan.
Generasi Muslim Peduli Negeri
Kunci keberhasilan negeri adalah dari pemimpinnya. Kepekaan harus dimiliki oleh pemimpin, terutama terhadap anak negeri. Bercermin kepada Rasulullah dan para khalifah terdahulu agar anak muda mampu berkarya menuangkan ide cemerlang mereka. Supaya mereka kreatif untuk menyejahterakan negeri dengan tuntunan syariat.
Diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, ada tiga orang guru dari Madinah yang mengajar anak-anak bahwasanya dijelaskan Khalifah Umar bin Khattab memberi gaji lima belas Dinar, di mana 1 Dinar = 4.25 gram emas sehingga 15 Dinar setara dengan 63.75 gram emas, bila saat ini 1 gram emas adalah Rp700.000 berarti gaji yang diterima para guru masa itu setiap bulannya adalah Rp44.625.000.
Selain itu, pada masa kekuasaan Sultan Shalahuddin Al Ayyubi, guru begitu dihormati dan dihargai, Syekh Najmuddin Al Khabusyani misalnya, yang menjadi guru di madrasah Al Shalahiyuah, setiap bulannya digaji 40 Dinar atau setara dengan 170 gram emas atau setara dengan Rp102.000.000 itu belum termasuk tunjangan lainnya untuk beliau.
Masyaallah, bagaimana tidak semangat para guru dalam memberikan ilmunya. Tapi tetap, mereka lebih mengutamakan aspek ruhiyah (mengajar karena Allah). Maka jasa tak terhingga mereka dihargai puluhan hingga ratusan juta uang oleh para pemimpin negeri.
Wajar, ilmuwan dan intelektual juga berjamur di dalam negeri muslim karena Allah adalah tujuan mereka, bukan untuk mencari materi belaka. Maka terlahirlah, Al-Khawarizmi penemu aljabar, algoritma, dan sistem penomoran, Ibnu Qurra ahli astronomi dan matematika, Al Battani ahli astronomi yang menemukan penentuan tahun (365 hari), Ibnu Sina bapak kedokteran modern dan penemu obat bius.
Selain itu, juga ada Al Zahrawi, bapak ilmu bedah modern yang merancang pisau bedah, bor, gunting, dan lebih dari 200 alat bedah lainnya, Al-Jazari ahli mekanika yang menciptakan jam gajah untuk menentukan waktu shalat, Thabit Ibnu Qurra ahli astronomi dan matematika yang lahir pada tahun 836 M di Harran, Turki, Al-Battani ahli astronomi, matematikawan, dan astrologi.
Ternama juga Ibn Al-Haytham, fisikawan yang dikenal sebagai bapak optik modern, Jabir Ibn Hayyan, ahli kimia dari Iran yang menyempurnakan pembuatan parfum, Ibnu Battuta yaitu penjelajah dunia. Sudah seharusnya kaum musli menggunakan A-Qur’an dan Sunnah sebagai petunjuk dalam memimpin negeri ini. Jadilah orang yang cerdas dan bijak.