
Oleh: Hesti Nur Laili, S.Psi.
Linimasanews.id—Kasus HIV/Aids di Batam mengalami kelonjakan. Dinas Kesehatan (Dinkes) Batam mencatat, sebanyak 822 kasus HIV ditemukan dari Januari hingga Desember 2024 lalu. Jumlah tersebut diperoleh dari hasil skrining terhadap 15.060 orang di berbagai kelompok masyarakat.
Adapun hasil daripada skrining sungguh mencengangkan. Sebanyak 652 kasus ditemukan pada laki-laki dan didominasi oleh LSL (lelaki seks lelaki), sedangkan sisanya sebanyak 170 kasus terjadi pada perempuan. Kelompok usia 25 hingga 49 tahun juga mendominasi dengan 582 kasus. Kepala Dinkes Batam, Didi Kusmarjadi mengungkapkan bahwa Angka tersebut mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2023 yang tercatat sebanyak 752 kasus HIV (Gokepri.com, 11/2/2025).
Melonjaknya kasus HIV ini bukanlah persoalan angka, tetapi lebih dari itu, bahwa masyarakat sudah mulai rusak dan mulai menerima dampak buruk dari kemaksiatan yang dilakukan. Sebanyak 822 kasus HIV ini pasti tidak akan berhenti di angka tersebut, sepanjang hukum di Indonesia masih tidak tegas dan penanganan pemerintah menangani kasus ini hanya sebatas penyuluhan tanpa tindakan pasti.
Angka 822 pasien HIV ini pasti akan terus bertambah dan bertambah, entah dari kalangan dewasa yang ikut melakukan kemaksiatan atau berada dalam circle yang sama dengan para pengidap, maupun bayi-bayi yang akan dilahirkan dari wanita-wanita pengidap HIV.
Ini adalah masalah serius yang sangat membutuhkan solusi hakiki untuk menuntaskan masalahnya. Sementara pemerintah seolah tidak serius dalam menangani kasus ini, dan hanya mengandalkan penyuluhan-penyuluhan saja sebagai solusi untuk menekan penyebaran virus HIV ini.
Padahal, solusi berupa penyuluhan yang sedang gencar digalakkan pemerintah bukanlah solusi konkret nan hakiki. Penyuluhan hanyalah penyuluhan yang sebatas himbauan agar pelaku kemaksiatan bisa menggunakan pengaman atau mengajak masyarakat untuk setia terhadap pasangan, tanpa mereka paham bahwa bukan itu pokok solusi sebenarnya. Harus kita pahami bahwa penyuluhan atau imbauan tidak akan bisa menghentikan seseorang untuk berbuat kemaksiatan, apalagi jika kemaksiatan yang dilakukan bersifat candu, seperti seks bebas atau seks sesama jenis.
Coba dipikir saja, imbauan seperti apa yang bisa diharapkan untuk mencegah dua orang yang hendak melakukan seks bebas, jika kedua pelaku sudah memuncak nafsunya? Solusinya apalagi? Penggunaan pengaman? Semua pakar kesehatan dan para peneliti telah sepakat bahwa pengaman hanya bisa mencegah kehamilan, bukan penularan virus. Namun sayangnya, lagi-lagi pemerintah enggan serius menangani lonjakan kasus ini dan hanya menggunakan penyuluhan saja sebagai solusinya.
Semua ini lantaran sistem sekuler yang dianut oleh pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan. Sekuler yang memisahkan agama dengan kehidupan sehari-hari ini telah mengubah seluruh pandangan hidup manusia dari berbagai kalangan, entah para petinggi pemerintahan maupun rakyat jelata. Dengan dalih HAM, semua orang seolah boleh melakukan apapun, entah itu halal atau haram, selagi dianggap tidak merugikan orang lain.
Padahal dalam kasus ini saja, dengan dalih HAM, seseorang yang tidak melakukan keburukan bisa terkena imbasnya juga. Seperti contohnya para bayi yang dilahirkan dari ibu pengidap HIV, atau para istri yang setia dengan suaminya namun suaminya melakukan perselingkuhan di luar rumah entah dengan perempuan maupun laki-laki, yang mana hal ini jelas memberi kerugian luar biasa pada hidup orang lain. Jika seperti ini, lantas bagaimana dengan HAM yang diagung-agungkan itu?
Itu belum ditambah para nakes yang wajib hati-hati ketika menangani pasien-pasien ini. Karena salah-salah, virus bisa dengan mudah berpindah pada mereka. Jika hal demikian terjadi, lantas siapa yang bertanggung jawab?
Dari sisi hukum, pemerintah juga tidak tegas. Kemaksiatan berupa perzinaan dan seks bebas tidak masuk dalam kategori sebuah kesalahan atau kriminalitas, karena hal tersebut lagi-lagi dianggap HAM. Jika demikian, bagaimana cara agar angka kasus HIV ini dapat ditekan?
Maka satu-satunya cara agar bisa menekan penyebaran virus HIV, sekaligus memberantas praktik-praktik maksiat tersebut adalah diterapkannya sistem Islam dalam sistem pemerintahan. Sistem Islam memiliki beberapa tahapan untuk menekan, memberantas, sekaligus mencegah timbulnya penyakit menular seksual dan HIV/Aids secara kongkret dan hakiki, yakni:
1. Dari sisi hukum, pemerintah secara tegas memasukkan kemaksiatan zina sebagai sebuah kriminalitas yang wajib mendapatkan hukuman setimpal. Hukuman cambuk 100 kali bagi pria-wanita yang melakukan zina namun belum pernah menikah, hukuman rajam sampai mati dan disaksikan langsung oleh seluruh masyarakat bagi pezina laki-laki perempuan yang sudah pernah menikah, serta hukuman dilempar dari gedung yang paling tinggi bagi pezina sesama jenis. Dari sisi hukum yang tegas, tentu akan menjadi efek jera bagi pelaku maupun orang lain yang memiliki keinginan untuk berzina. Ia akan berpikir berkali-kali lipat untuk melakukan itu, karena rasa takutnya ia akan konsekuensi hukuman yang akan ia terima.
2. Dari sisi masyarakat, di dalam sistem Islam, masyarakat adalah pengontrol. Prinsipnya adalah amar makruf nahi mungkar yang mana setiap diri masyarakat wajib melakukan hal tersebut untuk mencegah kemaksiatan yang terjadi di tengah mereka. Dakwah menjadi penyokong umat untuk terus dalam ketaatan kepada Allah.
3. Dari segi pendidikan, pemerintah dengan sistem Islam akan menempatkan pemahaman akidah di urutan pertama dalam kurikulum pendidikan. Peserta didik dididik dan ditanamkan untuk mengenal Tuhannya, memberikan pemahaman ketauhidan yang lurus, serta menanamkan rasa takut akan Tuhannya, sehingga berefek muncul sikap hati-hati dalam diri setiap peserta didik dalam tindak-lanjutnya.
4. Pemerintah Islam juga memperkuat penjagaan umat dengan memfilter informasi apapun yang akan masuk ke tengah umat. Sehingga hal ini tentu tidak menjadi trigger bagi masyarakat untuk melakukan kemaksiatan.
5. Solusi hakiki dari pemerintah Islam adalah memperkuat masyarakat dan negara dengan ekonomi yang bersumber dari pengelolaan sumberdaya alam yang dikelola sendiri. Membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk rakyat agar rakyat tidak berpikir melakukan kemaksiatan atau menjual diri demi sesuap nasi karena sulitnya pekerjaan.
Kelima solusi hakiki tersebut tidak akan pernah dilaksanakan oleh pemerintah dengan sistem sekuler. Mengapa? Karena sistem sekuler dari segi ekonomi sangat bergantung pada pajak yang dipungut dari rakyat dan investor/swasta yang mengelola sumber daya alam. Minimnya pemasukan negara ini menjadikan pemerintah tidak mempertimbangkan halal/haram, sehingga apapun boleh masuk termasuk adanya video porno dan alat-alat penunjang kemaksiatan, asal uang yang mereka terima itu sesuai.
Akibat dari trigger tontonan video porno itulah, rakyat dengan mudah mendapatkan trigger untuk melakukan kemaksiatan. Nafsu birahinya melonjak agar segera disalurkan, entah melalui wanita-wanita penjaja seks atau yang lebih ekstrim adalah dengan melakukan pemerkosaan.
Hukum yang tidak tegas menjadikan rakyat bermudah-mudah melakukan kemaksiatan, karena hukum bisa dibeli. Bisa bebas kapan pun asal ada uangnya. Pun demikian dengan pendidikan, penanaman akidah dan akhlak hampir nihil, selain hanya materi-materi pengetahuan umum yang sifatnya kapitalisme saja. Pendidikan tidak bertujuan untuk membentuk umat menjadi pribadi yang taat dan berakhlak, tetapi sebaliknya, hanya bertujuan untuk mengejar nilai-nilai akademis semata.
Inilah perbedaan yang jelas antara sistem sekuler dan sistem Islam dalam mengatasi segala persoalan umat saat ini, termasuk di dalamnya adalah untuk menekan angka kasus HIV di negara kita.
Sebagai seorang muslim, sudah sepatutnya kita paham bahwa hanya Islam solusi hakiki dalam memberantas segala bentuk kemaksiatan yang dapat merugikan diri, umat dan negara. Karena persoalan zina bukan hanya soal hubungan terlarang antara laki-laki perempuan di luar pernikahan atau hubungan zina antar sesama jenis saja yang kemudian berakhir menjadikan mereka mengidap HIV atau penyakit menular seksual, namun lebih dari itu.
Dampak zina luar biasa buruk dan terlaknat. Hal tersebut dijelaskan dalam
firman Allah Swt. pada surah Al-Isra ayat 32 yang berbunyi:
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلً
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32)
Rasulullah saw. juga memberikan ultimatum terkait maraknya perzinaan di tengah-tengah masyarakat dalam haditsnya yang berbunyi, “Apabila perzinaan (pelacuran dan perilaku seks bebas) sudah meluas di masyarakat dan dilakukan secara terang-terangan (dianggap biasa), maka infeksi dan penyakit mematikan yang sebelumnya tidak terdapat pada zaman nenek moyangnya akan menyebar diantara mereka.” (HR Ibnu Majah)
Oleh karenanya, dengan penjabaran perbedaan di atas, sudah sepatutnya umat Islam bersatu memperjuangkan sistem Islam agar diterapkan dalam sistem pemerintahan agar Islam tak hanya dipandang sebagai agama spiritual saja, namun juga sebagai sebuah ideologi yang mengatur umat sehingga terbukti bahwa Islam rahmatan lil ‘alam. Wallahu ‘alam bishawab.