
Oleh: Devy Wulansari, S.Pd. (Aktivis Muslimah – Tinggal di Malang)
Linimasanews.id—Problem kelangkaan gas elpiji 3 kg di sejumlah wilayah yang menjadi perbincangan masyarakat sejak beberapa pekan lalu hingga kini belum juga tuntas. Salah satunya di Gunungkidul, warga mengalami kesulitan mendapatkan gas elpiji 3 kg dalam dua minggu terakhir. Sejumlah warung dan pangkalan kehabisan stok, membuat warga harus mencari ke berbagai tempat dengan harga yang lebih tinggi (SuaraJogja.id, 13/2/2025).
Pemicu LPG 3 kg langka akibat perubahan sistem distribusi yang mewajibkan pengecer beralih menjadi pangkalan resmi untuk bisa mendapatkan stok gas melon. Kebijakan ini tentu menyulitkan, bahkan dapat mematikan bisnis pengecer bermodal kecil dan memperbesar bisnis pemilik pangkalan.
Sengkarut distribusi gas elpiji adalah keniscayaan dalam sistem ekonomi kapitalisme. Sebab, salah satu sifat sistem ini adalah memudahkan para pemilik modal besar untuk menguasai pasar dari bahan baku hingga bahan jadi. Sistem ini juga meniscayakan adanya liberalisasi (migas) dengan memberi jalan bagi korporasi mengelola sumber daya alam (SDA) yang sejatinya milik rakyat. Padahal, dalam Islam, negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan migas ini kepada swasta, baik perorangan maupun perusahaan.
Dalam pandangan Islam, sumber daya alam yang melimpah (barang tambang), hutan, maupun lautan, semua wajib dikelola oleh negara. Tidak boleh negara itu memberikannya kepada swasta. Semua hasil pengelolaan SDA tersebut mesti dikembalikan kepada rakyat bisa dalam bentuk fasilitas yang bermacam-macam demi kesejahteraan rakyat. Di antaranya, negara menjamin penyediaan LPG yang terjangkau, bahkan gratis.
Hal itu karena Islam menetapkan migas termasuk dalam kepemilikan umum. Islam mewajibkan negara untuk mengelola sumber daya alam tersebut untuk kepentingan rakyat karena fungsi negara sebagai raa’in (pengurus urusan rakyat). Karenanya, negara wajib memudahkan rakyat mengakses berbagai kebutuhannya, baik layanan fasilitas umum maupun sumber daya alam yang merupakan hajat publik, termasuk migas.
Karena itu, dalam pandangan Islam, pemimpin itu adalah pengatur dan pelindung rakyat, tanpa membedakan kaya atau miskin. Apalagi yang berkaitan dengan kebutuhan dasarnya masyarakat, termasuk penyediaan gas elpiji, negara tidak boleh melakukan diskriminasi karena negara wajib memenuhinya. Rasulullah bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR.Muslim)