
Oleh: Nurfahmi Hidayah Lukman
Linimasanews.id—Belakangan ini, warganet berbondong-bondong menyerukan tagar #KaburAjaDulu di sejumlah media sosial, termasuk X (Twitter). Bahkan sempat menjadi topik tren unggahan di Indonesia dalam media sosial X. Menurut laporan CNN Indonesia, tren #KaburAjaDulu dimaknai sebagai ungkapan kekecewaan sekaligus upaya masyarakat, terutama anak muda untuk mendapatkan kesejahteraan hidup lebih layak dengan mencari peruntungan di negara lain (CNNIndonesia.com, 07/02/2025).
Lebih jauh, konsep ini memiliki keterkaitan dengan fenomena brain drain, sebagaimana diulas oleh Beautynesia. Artikel tersebut menjelaskan bahwa fenomena brain drain atau human capital flight terjadi ketika individu berbakat memilih bekerja di luar negeri demi keuntungan lebih besar, standar hidup lebih baik, atau karena faktor seperti ketidakstabilan politik dan penyimpangan norma.
Dampaknya signifikan bagi negara asal, termasuk berkurangnya tenaga profesional kompeten, hilangnya pendapatan pajak, hingga potensi kenaikan pajak. Selain itu, keterbatasan sumber daya berkualitas dapat memengaruhi akses masyarakat terhadap layanan penting seperti pendidikan dan kesehatan, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas hidup secara keseluruhan (Beautynesia.id, 05/02/2025).
Pengamat pendidikan dan konsultan karier, Ina Liem dari platform Jurusanku menilai bahwa pindah di luar negeri adalah tindakan yang baik. Meski begitu, Ina mengingatkan pindah dan menetap ke luar negeri bisa dilakukan asalkan tidak menggunakan fasilitas negara atau beasiswa negara untuk kepentingan pribadi (Kompas.com, 05/02/2025).
Kapitalisme dan Kesenjangan Ekonomi Global
Meningkatnya fenomena #KaburAjaDulu tidak terlepas dari kegagalan sistem ekonomi dalam negeri dalam menyediakan kehidupan yang layak. Digitalisasi dan media sosial makin memperlihatkan bagaimana standar hidup di negara lain lebih menjanjikan dibandingkan di dalam negeri. Di sisi lain, kualitas pendidikan yang rendah di Indonesia bertemu dengan banyaknya tawaran beasiswa dari negara maju. Kesulitan mendapatkan pekerjaan di dalam negeri juga berbanding terbalik dengan banyaknya peluang kerja di luar negeri, baik bagi pekerja terampil maupun pekerja kasar, dengan upah yang jauh lebih tinggi.
Fenomena ini merupakan akibat langsung dari kapitalisme global yang semakin memperlebar jurang antara negara maju dan negara berkembang. Sumber daya alam yang melimpah di negeri ini tidak dikelola untuk kepentingan rakyat, tetapi lebih banyak dinikmati oleh segelintir elite dan korporasi asing. Akibatnya, kesejahteraan menjadi sesuatu yang sulit dijangkau oleh mayoritas rakyat, sementara negara gagal memberikan jaminan pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi warganya.
Solusi Islam: Menjamin Kesejahteraan Setiap Individu
Islam menawarkan solusi fundamental yang bertentangan dengan prinsip kapitalisme yang berbasis eksploitasi. Dalam sistem Islam, negara memiliki tanggung jawab mutlak untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya secara individu per individu. Negara diwajibkan menyediakan lapangan kerja bagi setiap laki-laki baligh, baik di sektor pertanian, perdagangan, industri, maupun jasa dengan pengelolaan sumber daya alam yang Allah limpahkan kepada kaum muslim. Dengan demikian, setiap warga negara memiliki akses terhadap pekerjaan dan penghidupan yang layak, tanpa harus mencari peruntungan di negeri orang.
Hanya Khilafah yang Mampu Menghapus Kesenjangan Ekonomi
Selama sistem kapitalisme masih menjadi asas negeri ini, fenomena brain drain dan #KaburAjaDulu akan terus berulang. Negara akan terus gagal memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Sementara kekayaan negeri ini tetap dinikmati oleh segelintir orang.
Satu-satunya solusi nyata adalah tegaknya Khilafah yang akan memastikan distribusi kekayaan yang adil, mengelola sumber daya untuk kepentingan rakyat, serta menjamin kehidupan yang sejahtera bagi setiap individu. Sistem Islam bukan hanya solusi bagi Indonesia, tetapi juga solusi bagi dunia untuk menghapus kesenjangan ekonomi global dan menciptakan keadilan sosial. Wallahu a’lam bishowab.