
TAJUK BERITA—Aksi mahasiswa yang bertajuk “Indonesia Gelap” menjadi bukti nyata bahwa generasi muda masih memiliki semangat untuk memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Demonstrasi yang digelar di berbagai kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Yogyakarta ini tidak hanya menolak kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro-rakyat, seperti efisiensi anggaran dan revisi UU Pertambangan, tetapi juga mencerminkan kekecewaan mendalam terhadap sistem yang dianggap gagal memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Namun, pertanyaannya adalah: apakah aksi-aksi seperti ini cukup untuk membawa perubahan hakiki, atau hanya sekadar menjadi gerakan simbolis yang berulang tanpa hasil nyata?
Secara politis, aksi mahasiswa ini mengingatkan kita pada gerakan Reformasi 1998, yang berhasil menggulingkan rezim Orde Baru tetapi gagal menciptakan sistem baru yang lebih adil. Meskipun rezim berganti, korupsi justru makin merajalela. Kesejahteraan rakyat tetap jauh dari harapan.
Hal ini menunjukkan bahwa perubahan rezim atau kebijakan saja tidak cukup, selama sistem yang melingkupinya tetap sama: sistem demokrasi kapitalistik yang mengutamakan kepentingan pemilik modal dan elite politik. Fakta bahwa korupsi masih merajalela, utang negara terus menumpuk, dan kesenjangan sosial makin lebar adalah bukti nyata kegagalan sistem ini.
Hal tersebut menunjukkan bahwa akar masalah Indonesia bukan hanya terletak pada kebijakan atau rezim, tetapi pada sistem yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Sistem kapitalisme sekuler telah terbukti gagal menciptakan keadilan sosial dan kesejahteraan bagi rakyat. Sebaliknya, sistem ini justru melanggengkan ketimpangan dan eksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan segelintir elite. Oleh karena itu, perubahan sistemik menjadi kebutuhan mendesak. Namun, perubahan seperti apa yang harus diperjuangkan?
Di sinilah peran mahasiswa sebagai lokomotif perubahan harus diarahkan. Sejarah membuktikan bahwa pemuda selalu menjadi pelopor perubahan, baik di era Nabi Muhammad saw. maupun dalam gerakan-gerakan modern seperti Arab Spring. Namun, Arab Spring juga memberikan pelajaran berharga: perubahan yang tidak didasarkan pada ideologi yang jelas dan sistem yang kokoh hanya akan berujung pada pergantian penguasa tanpa perubahan hakiki. Di Indonesia, mahasiswa harus belajar dari kegagalan Reformasi 1998 dan Arab Spring. Perjuangan tidak boleh berhenti pada tuntutan perubahan kebijakan atau rezim, tetapi harus mengarah pada perubahan secara sistemik.
Sistem Islam, dengan prinsip keadilan, kesejahteraan, dan kemaslahatan umat, menawarkan solusi alternatif yang komprehensif. Dalam sistem ini, kedaulatan berada di tangan syariat, bukan di tangan manusia atau pemilik modal. Penerapan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh) dalam institusi Khilafah dapat menjadi jawaban atas berbagai persoalan yang mendera Indonesia, mulai dari korupsi, kemiskinan, hingga degradasi moral berdasarkan Islam. Namun, untuk mencapai ini, mahasiswa perlu mempersiapkan diri dengan pemahaman Islam yang mendalam dan komitmen untuk memperjuangkannya secara konsisten.
Fakta bahwa mahasiswa saat ini mudah terpengaruh oleh ideologi-ideologi sekuler seperti komunisme, sosialisme, atau liberalisme menjadi tantangan tersendiri. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa untuk membekali diri dengan tsaqafah Islam yang kuat agar tidak terjebak dalam perangkap ideologi asing yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Gerakan mahasiswa harus bersifat fikriyah (berbasis pemikiran), siyasiyah (politis), dan la unfiyah (non-kekerasan), sesuai dengan metode perubahan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Dalam konteks Indonesia yang sedang dilanda kegelapan akibat sistem kapitalisme sekuler, mahasiswa memiliki tanggung jawab besar untuk menerangi jalan menuju perubahan. Mereka harus menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan tegaknya syariat Islam, bukan hanya sebagai solusi bagi Indonesia, tetapi juga bagi dunia. Perubahan sistemik menuju Islam bukanlah mimpi, tetapi kebutuhan yang mendesak. Jika mahasiswa mampu memegang peran ini dengan baik, maka masa depan Indonesia yang lebih cerah bukanlah hal yang mustahil. [Lins/OHF]