
Oleh: Resti Ummu Faeyza
Linimasanews.id—Luapan air sungai yang terjadi di wilayah Kampung Pensiunan, Desa Tugu Selatan, Cisarua pada Minggu, 2 Februari mengakibatkan 432 jiwa terdampak (detik.com,3/3). Hal ini menyedot perhatian masyarakat di pekan pertama Ramadhan ini. Puncak yang dikenal dengan kawasan perkebunan teh dan perhutanan, sebenarnya memiliki daya resapan air yang baik, dan fungsinya bisa mencegah terjadinya bencana hidrometeorologi. Namun akhir-akhir ini, kawasan puncak justru sering mengalami bencana banjir hingga longsor. Tentu ada yang salah dari semua ini.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi berpendapat bahwa banjir bandang yang terjadi, diakibatkan oleh adanya alih fungsi lahan, salah satunya yaitu adanya tempat wisata yang dibangun oleh BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) Jawa Barat, Jaswita. Pembangunan tempat wisata yang seyogyanya difungsikan agar dapat menarik minat wisatawan, justru mengakibatkan bencana bagi masyarakat sekitar. Bahkan terjadinya banjir bandang pada awal Ramadhan ini diberitakan karena adanya kubah dari tempat wisata tersebut yang jatuh dan menyumbat aliran sungai sehingga terjadi luapan air (kompas.com, 4/3/2025).
Hal ini tentu saja tidak bisa dibiarkan. Wilayah yang semestinya menjadi resapan air, harus difungsikan sebagaimana mestinya. Walaupun kita tahu, di sisi lain, pemerintah daerah membutuhkan pemasukan daerah yang salah satunya bersumber dari tempat wisata. Namun, jika hal tersebut menggantung pada wilayah yang bukan semestinya, maka penyalahgunaan fungsi lahan ini akan mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat. Alih-alih mengundang pemasukan, justru malah mengundang bencana. Belum lagi, anggaran daerah yang semestinya bisa ditekan, malah menjadi muncul pengeluaran baru yang besar, yaitu untuk menyalurkan bantuan kepada korban bencana dan membangun kembali wilayah yang terdampak.
Pemerintah Daerah Jawa Barat, khususnya kabupaten bogor, harus segera memberikan kebijakan yang tepat dan sebisa mungkin memberikan sanksi bagi para pengusaha maupun badan yang melakukan pengalihan fungsi lahan di Puncak. Karena keberadaan alam dan lingkungan resapan air tidak bisa digantikan dengan tempat wisata maupun vila-vila, sekalipun memiliki pemasukan yang besar bagi pemerintah setempat. Peristiwa bencana banjir bandang dan longsor di Puncak ini semestinya juga menjadi pelajaran bagi kawasan resapan air di daerah lain di Indonesia. Pelestarian alam, menjadi kewajiban penguasa, dan akan berjalan sistematis jika para penguasa menjadikan hal ini sebagai program utama di tengah-tengah masyarakat.
Padahal, jauh sebelum hari ini. Islam justru telah melarang manusia untuk melakukan kerusakan di bumi ini (dalam Al-Qur’an surah Al-A’raf : 56). Namun, karena keserakahan manusia, ditambah lagi dengan sistem yang mengatur segala hajat hidup manusia tidak sesuai dengan syariat Islam, maka kerusakan alam pun tidak dapat dimungkiri. Sistem kapitalisme yang berorientasi pada keuntungan materi, selalu mengesampingkan poin penting kemashlahatan masyarakat. Salah satunya yaitu terkait kelestarian alam semesta.
Selain itu, sistem pemerintahan Islam sangat menjauhkan para penguasa dari sifat tamak, rakus, serakah. Sungguh, setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah, Sang Pemilik alam semesta ini. Penguasa mencari pemasukan daerah dengan berbagai cara tidak akan dijumpai dalam Islam, apalagi sampai menyalahi aturan syarak dengan merusak alam. Dari peristiwa di atas, jika kita renungkan, Allah Sang Pemilik alam semesta ini, tengah memberikan peringatan kepada kita agar menjauhi segala yang Dia larang. Karena, ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan kerusakan alam, bukanlah sekadar kalimat kosong. Namun telah terbukti hari ini, segala bentuk perbuatan manusia yang merusak alam, dengan dalih apa pun, nyatanya justru memberikan kemudharatan, mafsadat bagi manusia itu sendiri.
Masihkah kita tidak percaya dengan segala perintah dan larangan Allah? Semoga dengan semua bentuk bencana yang Allah turunkan, semakin menyadarkan kita untuk bersegera kembali kepada aturan-Nya dan membuang segala peraturan yang dibuat-buat oleh manusia dalam sistem ini. Karena sejatinya manusia bersifat lemah dan tidak tahu apa pun. Hanya Allah, Robb semesta alam yang Maha Mengetahui segala tentang isi bumi ini. Maka, sudah semestinya manusia mengembalikan segala aturan di bumi ini kepada aturan Allah Azza wa Jalla. Wallahualam