
Oleh: Resti Meitania
Linimasanews.id—Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan Danantara pada Senin, 24 Februari 2025. Peluncuran badan yang dilakukan di halaman Istana Kepresidenan tersebut bertujuan untuk mengelola investasi nasional (detik.com, 25/2/2025).
Peresmian BPI Danantara diklaim sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan dan memenuhi terlaksananya program Makan Bergizi Gratis (MBG). Tidak main-main, dana besar hasil efisiensi anggaran pemerintahan digelontorkan kepada badan tersebut. Belum lagi, dividen dari perusahaan-perusahaan BUMN juga akan dicaplok Danantara.
Badan ini kelak akan mengelola seluruh dana yang masuk untuk diinvestasikan pada proyek-proyek besar. Sebagaimana usulan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia kepada Presiden Prabowo Subianto agar sebagian dana dari Danantara diinvestasikan untuk sektor hilirisasi. (bisnis.com, 19/2/2025).
Padahal, kita ketahui, program hillirisasi ekonomi justru lebih banyak menguntungkan asing. Contohnya, hilirisasi barang tambang nikel, konsesi lahannya yang bukan diberikan kepada BUMN melainkan kepada perusahaan Cina. Alhasil, asing yang mendapat keuntungan luar biasa, terlebih dengan pegawai yang juga ternyata dari Cina.
Konsep BPI Danantara sebenarnya tidak jauh berbeda dengan badan investasi yang dibuat oleh Malaysia, 1MDB. Badan investasi yang akhirnya menjadi sarang koruptor sang penguasa beserta para kroni-kroninya yang sempat membuat Malaysia terguncang. Di Indonesia, tidak ada yang bisa menjamin bahwa BPI Danantara ini tidak akan bernasib serupa. Apalagi dengan struktur pengelolanya yang memiliki riwayat korupsi dan berbagai kegagalan proyek besar di Nusantara ini.
Hadirnya BPI Danantara yang akan menyedot dana-dana besar dari berbagai sumber pemasukan APBN, secara tidak langsung justru malah akan mempertaruhkan nasib rakyat. Dana hasil efisiensi yang mencapai Rp300 triliun ini yang semestinya bisa langsung digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan rakyat, justru malah dipertaruhkan dalam berbagai investasi. Diharapkan memang investasi ini berhasil, namun proyek ini tidak bisa langsung dinikmati oleh rakyat dalam 1-2 bulan kedepan, melainkan proyek-proyeknya nanti membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dinikmati. Apalagi, program kebijakan Prabowo kedepan hanya mengutamakan terlaksananya program Makan Bergizi Gratis, bukan pendidikan, lapangan pekerjaan maupun kesehatan.
Seperti diketahui, kondisi masyarakat hari ini tidak baik-baik saja. Masyarakat turut terdampak oleh kebijakan efisiensi anggaran. Terjadi pemberhentian kerja massal, lapangan pekerjaan makin sempit, belum lagi hadirnya pesaing-pesaing asing di negeri sendiri. Padahal, bisa saja dana efisiensi itu dijadikan modal bagi masyarakat yang belum memiliki penghasilan atau untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan untuk memenuhi fasilitas kesehatan bagi rakyat tidak mampu.
Faktanya, dalam sistem kapitalis yang diterapkan saat ini, kebutuhan nyata masyarakat justru tidak terlihat oleh penguasa. Pemimpin yang seharusnya menyegerakan pemenuhan kebutuhan rakyat, justru tampak acuh dan mengesampingkan hal itu. Hal ini halnya dengan sistem kepemimpinan Islam.
Dalam Islam, pemimpin mesti taat dan amanah. Islam memberikan pemahaman bahwa setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat, terlebih terkait pemenuhan kebutuhan masyarakat. Islam memandang bahwa tugas utama seorang pemimpin adalah riayah (memelihara) segala yang dibutuhkan oleh rakyat.
Adapun lembaga Baitulmal yang mengelola berbagai sumber pendapatan negara, berperan melaksanakan tugas dari kepala negara (khalifah) untuk memberikan pertolongan bagi rakyat yang membutuhkan. Tidak ada opsi harta yang berada di Baitulmal untuk ditahan atau dinikmati oleh penguasa maupun kelompok tertentu saja.
Sementara pemimpin dalam sistem kapitalisme-sekuler hari ini lahir dari pemahaman, pemimpin tidak melibatkan agama (syariat) dalam riayah rakyatnya. Mereka tidak peduli lagi pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya di hadapan Sang Pencipta. Sehingga, terbentuklah pemimpin-pemimpin yang korup, serakah, mengabaikan kepentingan rakyat hingga tega membiarkan rakyat dalam kesusahan.
Semoga kondisi rusak saat ini makin menyadarkan umat bahwa membiarkan diri dalam sistem seperti sekarang hanya akan makin menyusahkan. Sementara, kembali kepada aturan Allah adalah sebuah kewajiban yang harus segera ditunaikan.