
Oleh: Rosna Fiqliah (Ibu Peduli Generasi)
Linimasanews.id—Demonstrasi “Indonesia Gelap” adalah bukti nyata bahwa negara telah sepenuhnya menjadi alat para oligarki, bukan lagi representasi rakyat. Kapitalisme di Indonesia bukan hanya menciptakan ketimpangan ekonomi, tetapi juga merusak sistem politik dengan menjadikan negara sebagai pelayan korporasi dan pemilik modal. Segelintir elite mengontrol sumber daya dan kebijakan. Bahkan, demokrasi itu sendiri mengubah pemilu menjadi ajang transaksi, hukum sebagai alat penindasan, dan kebijakan publik sebagai instrumen eksploitasi.
Alhasil, rakyat mesti berjuang untuk sekadar bertahan hidup di tengah biaya hidup yang melambung dan upah yang tak sebanding. Sementara, para oligarki menikmati kekayaan tanpa batas yang mereka peroleh dari perampasan hak rakyat secara sistematis.
Melihat kenyataan ini, ribuan mahasiswa dari sejumlah universitas memadati kawasan Patung Kuda, Jakarta, untuk menggelar demonstrasi lanjutan dalam aksi yang bertajuk “Indonesia Gelap” (CNNIndonesia.com, 20/2/2025).
Namun, ketika rakyat, terutama mahasiswa turun ke jalan menuntut perubahan, negara tidak merespons dengan perbaikan, tetapi seolah justru represif. Aparat dikerahkan seakan hendak membungkam perlawanan, aktivis dikriminalisasi, dan media dikendalikan untuk menggiring opini publik agar tetap tunduk pada status quo.
Keadaan demikian adalah indikasi penguasa lebih takut pada rakyat yang sadar dan bergerak daripada pada krisis yang terjadi. Sekalipun korupsi sudah merajalela, hukum hanya tajam ke bawah, dan rakyat dipaksa menerima nasib dengan dua pilihan pahit: melawan dengan risiko dikriminalisasi, atau menyerah dan menjadi budak di negeri sendiri. Inilah wajah asli kapitalisme, sebuah sistem yang tidak hanya menghisap tenaga dan sumber daya rakyat, tetapi juga merampas harapan mereka.
Dengan berbagai kenyataan suram yang mendera, tak heran banyak anak muda mulai kehilangan harapan pada negeri ini. Biaya hidup yang terus meningkat, lapangan pekerjaan makin sulit, serta sistem yang penuh ketidakadilan membuat mereka merasa tidak ada masa depan di bawah kekuasaan oligarki. Fenomena “Kabur Aja Dulu” menjadi bukti bahwa kapitalisme telah gagal menciptakan kesejahteraan, hingga rakyatnya sendiri lebih memilih mencari kehidupan di negeri orang daripada bertahan dalam sistem yang terus menindas.
Ini bukan sekadar persoalan ekonomi, tetapi juga kegagalan sistem yang membuat negara tidak lagi menjadi tempat yang layak bagi rakyatnya untuk tumbuh dan berkembang. Jika dibiarkan, yang tersisa hanyalah negeri yang dikuasai segelintir elite berduit, sementara rakyatnya tercerai-berai tanpa arah.
Islam Solusi
Di tengah kegelapan yang diciptakan kapitalisme dan oligarki, Islam hadir sebagai solusi yang terang-benderang. Sistem Islam bukan sekadar teori, tetapi telah terbukti dalam sejarah mampu menegakkan keadilan, menyejahterakan rakyat, dan membebaskan manusia dari eksploitasi.
Dengan sistem ekonomi berbasis kepemilikan yang jelas, dalam Islam, sumber daya alam tidak akan jatuh ke tangan segelintir elite, tetapi dikelola negara untuk kesejahteraan umat. Sistem politik Islam juga memastikan kepemimpinan bertanggung jawab kepada Allah, bukan kepada para pemodal.
Oleh karena itu, sebagai agen perubahan, mahasiswa memiliki peran penting untuk memahami dan memperjuangkan Islam sebagai solusi sistemis. Generasi muda memiliki keistimewaan berupa kekuatan di antara dua kelemahan, yaitu kelemahan anak-anak dan kelemahan masa tua (QS Ar-Rum [30]: 54). Jika kekuatan ini digunakan untuk menegakkan Islam, maka kemenangan Islam di muka bumi bukan sekadar angan-angan.
Untuk itu, mahasiswa harus mengkaji tsaqafah Islam secara mendalam, serius, dan kontinyu. Hal ini penting agar perjuangan mereka tetap berada di jalur yang benar, tidak terseret arus pemikiran yang bertentangan dengan Islam, seperti sosialisme, komunisme, atau ideologi kiri lainnya yang pernah membawa tragedi kelam di negeri ini. Pemahaman Islam yang kuat akan menjaga mahasiswa agar tetap berjuang sesuai dengan metode perubahan yang dicontohkan Rasulullah saw., yaitu melalui perjuangan pemikiran (fikriyah), politik (siyasiyah), dan tanpa kekerasan (la unfiyah). Dengan cara inilah cahaya Islam akan benar-benar menerangi Indonesia yang tengah gelap akibat kapitalisme.