
Oleh: Nada Navisya S.Pd. (Aktivis Dakwah)
Linimasanews.id—Palestina masih membara, kendati Zionis telah mengumumkan gencatan senjata yang mulai berlaku pada 19 Januari lalu, namun kenyataannya lebih dari 100 warga Palestina telah meninggal akibat tembakan tentara Zionis di Gaza. Selain itu, Zionis menghalangi masuknya bantuan dalam berbagai bentuk mulai dari pembatasan masuknya bantuan kemanusiaan sampai bahan-bahan pertolongan. Zionis juga masih menerapkan pembatasan jemaah salat di kompleks Masjid Al-Aqsa selama ramadan dengan dalih keamanan. Fakta itu menunjukkan wilayah ini masih dalam penjajahan, karena keamanan kaum muslimin masih berada di tangan orang kafir.
Mirisnya, Perdana Menteri Zionis Benjamin Netanyahu sedang berusaha mengingkari perjanjian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hamas yang menyebutkan bahwa Netanyahu berusaha membatalkan perjanjian gencatan senjata yang telah ditandatangani, untuk memenuhi perhitungan politiknya yang sempit dengan mengorbankan tawanan Zionis di Gaza, Hamas menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan upaya-terang-terangan untuk menghindari perjanjian dan menghindari perundingan untuk tahap kedua setelah kesepakatan gencatan senjata (www.alinea.id, 5/3/2025).
Terhitung sudah lewat enam minggu pertama dari kesepakatan gencatan senjata, namun Zionis Yahudi belum juga setuju untuk melanjutkan ke fase kedua yaitu kesepakatan untuk mengakhiri perang di Gaza. Setelah banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh Zionis Yahudi, seperti biasa, hukum seakan tidak berfungsi di hadapan Israel yang mempunyai pendukung kuat yaitu AS. Bahkan hukum Internasional tidak bisa menghentikan kejahatan yang dilakukan oleh Zionis Yahudi.
November lalu misalnya, pengadilan Kriminal Internasional telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusian di Gaza. Akan tetapi sampai sekarang tidak membuahkan hasil apa-apa. Jelas sekali bahwa Zionis masih mengontrol kaum muslim Palestina, baik di tepi barat maupun wilayah Gaza semuanya. Mereka secara terang-terangan melanggar perjanjian yang telah disepakati bersama.
Zionis paham betul bahwa umat Islam masih menyimpan potensi perlawanan. Bagaimana tidak, semenjak pembelaan diri yang dilakukan oleh Hamas pada tanggal 7 Oktober 2023 lalu, Zionis Yahudi mengalami berbagai macam krisis karena tak mampu menghentikan perjuangan Hamas dalam mempertahankan wilayah Palestina, sampai puncaknya negara yang menyokong Zionis Yahudi kehabisan dana dan cara. Alhasil, meraka harus menggunakan cara politik dan militer untuk melakukan penekanan, bahkan di Al Quds sekalipun.
Tentu penekanan agaknya tak akan mampu menggentarkan kokohnya iman penduduk Palestina dalam menghadapi kejahatan Zionis yang di baking oleh AS. Namun, perlu diketahui juga oleh umat Islam di seluruh dunia bahwa seharusnya Ramadan ini digunakan untuk menguatkan azzam dalam perjuangan melenyapkan penjajahan. Penjajahan yang dilakukan Zionis tidak akan hilang dengan solusi-solusi yang diberikan oleh PBB dan lembaga Internasional lainnya yang jelas-jelas dibentuk oleh AS dan jelas keberpihakannya kepada Zionis Yahudi.
Umat Islam tidak boleh lagi berharap pada solusi Barat dan narasi-narasi sesat soal perdamaian. Selain itu, umat juga harus paham bahwa jika sistem kapitalisme masih diterapkan, yang jelas-jelas menganut asas nasionalisme, maka mustahil bisa menolong saudara kita di Palestina. Hal ini dikarenakan sekat-sekat negara bangsa yang diciptakan oleh sistem ini telah membuat antara negara muslim yang satu tidak bisa menolong negara muslim yang lain.
Padahal entitas Zionis adalah muhariban fi’lan yang wajib dihadapi hanya dengan bahasa perang bukan yang lain. Hal ini menjadi satu-satunya solusi yang akan efektif dan solutif jika di bawah komando seorang khalifah. Berbeda dengan sistem kapitalisme yang pemimpinnya hanya bisa mengecam, dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah), seorang pemimpin (Khalifah) akan mengirimkan tentara-tentara kaum muslimin untuk membebaskan Palestina dari penjajahan tersebut. Terlebih lagi, Palestina merupakan tanah Kharajiyah setelah ditaklukkan oleh Umar bin Khattab pada masa Khulfaur rasyidin dan sampai sekarang tanah itu masih menjadi tanahnya kaum muslimin. Artinya, Wajib untuk seluruh kaum muslim mengambil kembali haknya.
Namun, sekarang kaum muslim tidak memiliki seorang khalifah yang akan menyeru tentara-tentara kaum muslim untuk bergerak, dan tidak mempunyai Khilafah yang bisa mengumpulkan tentara-tentara kaum muslim di seluruh wilayah daulah Islam. Sehingga menegakkan kembali Khilafah adalah qadliyah mashiriyah yang wajib menjadi agenda utama umat Islam untuk mengadakannya.